Mohon tunggu...
Tulus Abadi
Tulus Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Ketua Pengurus Harian YLKI

Lahir dan besar di Purworejo, Jateng. Alumni SMA Muhammadiyah Kutoarjo, dan alumni Falultas Hukum UNSOED, Purwokerto, Jateng. Aktivis perlindungan konsumen sejak 1996, kini sebagai Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), dan Pemerhati Kebijakan Publik. Email: tulus.ylki@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gempa dan Kualitas Bangunan Publik

5 Oktober 2018   15:56 Diperbarui: 5 Oktober 2018   16:22 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Bahwa gempa sebuah peristiwa alam yang tak bisa diprediksi, tetapi sebagai bangunan dan gedung publik seharusnya memenuhi berbagai persyaratan yang  lebih dibanding rumah residensial. Runtuhnya bangunan publik akibat gempa tetap menyisakan setumpuk pertanyaan.

Oleh karenanya, guna mengantisipasi kejadian serupa dan menelan korban masal, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah patut didesak untuk; melakukan audit komprehensif terhadap gedung dan bangunan publik. Audit sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keandalan gedung dalam menghadapi hantaman bencana alam, terutama gempa bumi. 

Gedung dan bangunan publik harus mempunyai sertifikasi anti gempa, sehingga diketahui pada tingkat mana gedung tersebut masih kokoh berdiri, dan tingkat mana dalam kategori force majour. Kalau digoyang gempa bumi sedikit saja langsung doyong, maka patut dipertanyakan keandalan dan spek teknisnya.

Kedua, pemerintah juga harus msngintensifkan pengawasan gedung dan bangunan publik. Pengawasan ini sangat urgen untuk memonitor terhadap pemeliharaan gedung dan bangunan publik, termasuk infrastruktur, seperti jembatan. Sebab gedung dan infrastruktur publik, seperti jembatan harus ada pemeliharaan secara rutin. Pemeliharaan itu sangat penting untuk melihat adanya kemungkinan perubahan/pergeseran struktur karena faktor alam, cuaca, dan akhirnya fatig.

Publik sebagai pengguna gedung publik juga wajib melakukan pengawasan, baik sejak pembangunan dan atau setelahnya. Bahkan bentuk pengawasan itu bisa dilakukan melalui gugatan perwakilan/class action, sebagaimana dijamin dalam UU Bangunan Gedung (yang merupakan UU lex specialist), dan juga UU Perlindungan Konsumen, yang merupakan UU lex generalis.

Sekali lagi pemerintah dan bahkan asosiasi profesi harus bertindak dan bergerak cepat, guna mengantisipasi korban masal akibat runtuhnya gedung publik oleh adanya gempa atau bencana alam lainnya. Sebab faktanya Indonesia adalah negeri yang berjuluk ring of fire, yang setiap saat bencana/gempa bumi bisa terjadi, nir prediksi. 

Keselamatan publik adalah hal yang pertama dan utama. Konsumen sebagai pengguna gedung publik, apalagi telah merogoh kocek yang cukup mahal, sudah seharusnya mendapatkan haknya: kenyamanan, keamanan dan keselamatan. 

Pemerintah sebagai regulator/pengawas harus bekerja ekstra keras, baik sejak pre market control (pemberian izin, dll), juga pengawasan pada level post market control. Bencana alam tak bisa ditolak, dan direkayasa. Tetapi bencana atas keteledoran manusia bisa menjadi level man made disaster dengan korban masal. 

Runtuhnya gedung/infrastruktur publik akibat lemahnya pengawasan adalah bentuk nyata man made disaster itu. Fenomena alam tidak harus menjelma menjadi bencana alam, jika manusianya mengakomodasi kearifan alam. ***

Note:

1.Tulisan ini sudah pernah dimuat oleh Koran Sindo dan Sindo.News, edisi Senin 01 Oktober 2018;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun