Defisit BPJS Kesehatan terus meninggi. Hingga akhir 2018, defisitnya diperkirakan mencapai Rp 16,5 triliun. Pantas jika BPJS Kesehatan banyak gagal bayar pada rumah sakit.Â
Sebuah fenomena yang membahayakan keselamatan pasien. Sebab gegara BPJS gagal bayar pada rumah sakit, akibatnya rumah sakit mengurangi kualitas pelayanannya kepada pasiennya.
Misalnya, mengurangi jumlah obat, yang seharusnya untuk satu bulan, menjadi dua minggu saja. Itu yang kelihatan, belum lagi yang tidak kelihatan, boleh jadi pihak rumah sakit mengurangi tindakan medis lain, seperti injeksi, kualitas obat/antibiotik, rontgen, dll.
Melihat fenomena ini, pemerintah berupaya menyelamatkan BPJS Kesehatan dengan menyuntiknya pajak rokok daerah/cukai rokok. Secara umum mengalokasikan pajak rokok daerah/cukai rokok untuk BPJS bisa dimengerti.Â
Sebab rokok sebagai barang yang terkena cukai, sebagian dana cukainya memang layak dikembalikan untuk penanggulangan/pengobatan penyakit akibat dampak negatif rokok.
Namun, hal ini tidak bisa dilakukan secara serampangan, karena alih alih akan menimbulkan sejumlah ironi yang justru kontra produktif bagi masyarakat dan BPJS Kesehatan itu sendiri.
Apa saja ironi dibalik kebijakan menyuntik BPJS Kesehatan dengan cukai rokok?
Pertama, Mengobati orang sakit tetapi dengan cara mengeksploitasi warganya untuk tambah sakit. Sebab dengan menggali dana cukai rokok untuk menutup BPJS sama artinya pemerintah menyuruh rakyatnya merokok. Sama artinya pemerintah mendorong agar rakyatnya sakit, karena konsumsi rokok.
Kedua, relevan dengan itu, juga akan menimbulkan paradigma keliru di kalangan masyarakat, bahwa aktivitas merokok diasumsikan sebagai bentuk bantuan pemerintah dan BPJS agar tidak defisit.Â
Para perokok merasa sebagai pahlawan tanda jasa. Bahkan Ketua KNPI pun mengajak masyarakat agar terus merokok guna membantu pemerintah. Sebuah ajakan yang sesat pikir.
Dan ketiga, ironi yang paling tragis adalah manakala upaya tersebut dibarengi dengan menaikkan produksi rokok. Jika fenomena ini terjadi maka artinya pemerintah berharap agar angka kesakitan masyarakat akibat dampak negatif rokok semakin tinggi.Â