Seseorang di media sosial mengatakan bahwa pengetahuan hanya berada dalam kepala saja sambil menunjuk kepalanya. Maksud beliau adalah bahwa tindakanlah yang terpenting.
   Hal tersebut dapat diistilahkan sebagai label yang mungkin dapat mengingatkan kita tentang sesuatu hal. Sebagai contoh, seperti label "negara demokrasi," "kejujuran," "keadilan," "berantas korupsi," "bonus demografi," "..tahun 2045 akan menjadi negara maju," dan lainnya.
   Label-label tersebut menjadi awal terbentuknya pemikiran. Namun, hal itu sering kali hanya menjadi konsumsi pikiran yang sekadar terlintas dalam benak dan kemudian, seiring waktu, berlalu menjadi sampah yang tidak bermanfaat.
   Hal ini terjadi karena realitas berbicara tentang adanya bias dari apa yang diharapkan. Demokrasi yang diharapkan telah pupus sehingga memunculkan para pemikir dari kalangan kampus untuk bersuara tentang kemunduran demokrasi.
   Realitas korupsi semakin merambah dengan jumlah yang meningkat secara kualitas. Sedangkan indikator menjadi negara maju diukur dari pendapatan upah per tahunnya. Bonus demografi dilihat dari statistik yang berdasarkan persentase jumlah penduduk muda. Generasi muda perlu menerapkan etika dan moralnya.
   Semua realitas tersebut benar, tetapi ada yang terlupakan. Sudut pandang yang diumbar tidak mengarah pada sudut pandang yang merupakan inti perubahan.
   Sejatinya, perubahan yang sesungguhnya berawal dari tindakan atau perilaku. Label-label yang semarak tersebar hanya sebagai asupan pikiran saja dan belum sampai pada tindakan. Apakah gejala ini merupakan tanda bahwa masyarakat senang untuk berpikir, tetapi arah pemikirannya tidak sampai ke hal-hal yang realitas sesungguhnya?
   Istilah "a monster of labels" kiranya akan hilang bila dilanjutkan dengan tindakan atau perilaku yang sesuai harapan.
   Masyarakat sering kali terjebak dalam permainan label tanpa menyadari bahwa perubahan nyata memerlukan tindakan konkret. Label seperti "keadilan" dan "demokrasi" tidak akan memiliki arti tanpa implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
   Misalnya, kampanye anti-korupsi akan menjadi tidak berguna jika hanya berakhir sebagai slogan tanpa langkah nyata untuk memberantas korupsi itu sendiri. Kita perlu melihat ke dalam dan mengakui bahwa perubahan sosial dan politik yang kita dambakan memerlukan tindakan nyata dan bukan sekadar pemikiran atau diskusi.
   Generasi muda, sebagai penerus bangsa, memiliki peran penting dalam menghidupkan kembali semangat etika dan moral. Mereka harus didorong untuk tidak hanya memahami nilai-nilai positif tetapi juga untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang baik dan lingkungan yang mendukung adalah kunci untuk membentuk generasi yang mampu menerjemahkan label-label tersebut menjadi tindakan nyata.