Mohon tunggu...
Teplok Suluh
Teplok Suluh Mohon Tunggu... -

someone who always wishing of finding her sanctuary....

Selanjutnya

Tutup

Drama

punggung-mu

3 Mei 2012   05:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sudah hari keberapa sejak kita menjatuhkan diri pada ketidak berdayaan makna. Hati yang entah dimana, berseberangan dengan raga yang telah berada di ujung cerita. Sejak hari itu, mencari bukanlah hal yang mudah ternyata. Seperti tersadar, ternyata kita belum membuka mata. Berkedip lambat, dalam kata yang lumat oleh diam, tak ada suara.
Kita selalu berada di pinggir yang bukan ujung dari segala, berada di tengah dari ujung yang tak bermakna. Entah….. arah yang tak teraba oleh ujung-ujung jari yang kini membeku. Yang mungkin baru akan berakhir ketika menemui jalan keluar pada rerimbunan yang tak bertepi. Sampai kapan menanti…??



Hanum, perempuan muda itu semakin gusar dalam pejam yang tak lelap sebagai tidur. Sungguh beberapa hari terakhir ini dia seperti lagi-lagi terjebak dalam labirin pencarian makna… ah, tapi tentang apa?? Cinta…?? Basi, untuk seorang yang sudah menikah seperti dia, meski belum sepanjang usia jagung.
Setiap pagi sebangun tidur, dia kembali melamun dalam hening, memandangi sebuah punggung yang sedang sibuk membungkuk, mencari, memasang segala yang dibutuhkannya. Tanpa ada niat dan keinginan untuk membantu sedikitpun, dia bergeming. Dan saat punggung itu berpaling dan menjelma menjadi sebuah dada di bawah raut wajah yang berusaha tersenyum untuknya, dan berpamitan mencari penghidupan katanya, pias, dia sama sekali tak punya keberanian untuk sekedar membalas dengan senyuman tulus. Hanya meringis, ah sungguh tragis….

Siang itu, hanum bertekad. Sa’at punggung yang selalu ditemuinya setiap hari itu pulang dia sengaja berbalik dan menghadap wajahnya. Dihimpunnya segala daya, menelusur dari ujung dahi itu sampai ujung dagu. Satu-satu dia pandangi. Mencari sebuah suara yang lama tak ia dengar dari hatinya. Dia terdiam lagi, menunduk lagi, saat pada akhirnya……

“mas…..” tercekat, hanum sama sekali tak sadar ternyata kekuatan itu masih miliknya, “aku mau bicara…” lanjutnya.

“iyah….” Kata punggung itu (ups… :D) “ ada apa..??”

“are we okay…?? “ tanpa nada pertanyaan hanum mengatakannya, dan seakan itu adalah sebuah pernyataan yang sama sekali tak butuh jawaban.

Berkerut, punggung yang telah menjelma jadi wajah itu. “maksudnya…??” katanya kemudian.

“entah…” hanum cepat-cepat lalu tersenyum, kikuk…. “makan dulu, sebelum berangkat lagi”, katanya kemudian, yang disambung dengan helaan-helaan napas terpaksa.

Wajah itu hanya tersenyum menanggapinya.

Hanum perempuan muda yang seyogyanya bahagia itu terpaksa membuat dirinya sendiri dan punggung itu bertopeng senyuman. Namun hanya kosong, hatinya semakin nyaring dengan jeritan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun