Sebenarnya, melepaskan rindu dendam, hari ini adalah hari pembalasan. Makan jajanan diluar rumah, terbalaskan. Gegara, pembatasan kuota natrium clorida (NaCl), makan tak berselera. Estetika rasa dilidah saya , sangat terganggu.Â
Tetapi, setelah habis tandas santap cuanki tanpa mie, dengan 3 buah bakso urat, 3 buah tahu isi, serta 4 buah pangsit basah, melihat penjual kerak telur melayani pembeli, nafsu jajan timbul lagi.
"Mang, Kerak Telur Satu, bebek ya, Mang !" Saya pesan kerak telur bebek. Beda harga beda pula lezatnya kerak telur bebek dengan telur ayam buras. Kerak telur, bebek tentu ukurannya lebih besar dan tebal, untuk rasa tentu saja lebih "nguenaah" (bhs sunda enak)."Mang" kerak telur dengan terampil mengipas arang di anglo, memberi bumbu, membolak balik "katel", tak pakai lama kerak telur pesananpun jadi.Â
Aroma sedap tercium wangi, selagi  panas segera saja disantap, dari gigitan pertama, kedua, ketiga, sensasi bumbu serundeng, telur bebek, dan beras ketannya yang legit, dengan kunyahan tercampur dilidah, gurihnya, wow ! mantap.Â
Bersyukurlah, bila kita masih bisa memberi kebahagian kepada orang lain, semoga saja income mereka dalam beberapa hari ini, bertambah dari biasanya. Â Setelah membayar 40 ribu untuk cuanki dan kerak telur, saya pun melipir kearah samping kanan gedung sate.Â
Melewati anjungan Kampung Arab, saya tertarik dengan banyaknya kepulan asap, Saya mendekat, terlihat kerumunan orang sedang membakar ikan. Satu ekor ikan yang ditusuk belahan bambu diberi olesan margarine dibakar sampai matang. Pengunjung dapat mengantri dan registrasi di stand KKP, untuk memperoleh satu tusukan ikan dengan gratis.Â
Setiap hari KKP Menghabiskan ikan sebanyak 1 ton. Tujuan KKP membuka stand di WJF 2019 sebagai sosialisasi memberantas stunting di Jabar dengan program gerakan gemar makan ikan.Â
Saya memperhatikan ibu dan anaknya sedang membeli ikan. Emak-emak super, jaman now, dengan gigih bernegosiasi untuk harga, satu kilo udang macan.Â
Pada sudut anjungan yang lain, terlihat seorang ibu sedang mencurahkan bumbu, di kuali besar. Ia, mencicip kuah dari kuali. Puas wajahnya, setelah mencoba hasil masakannya.Â
Saya menghampiri dan bertanya; "sedang masak apa, bu?" Ini Gulai Kepala ikan manyung. Pucuk dicinta, ulampun tiba. Saya pesan 1 satu porsi gulai manyung, 1 satu porsi nasi putih. " Tunggu 5 menit lagi, ya pak! biar bumbunya meresap dan ikannya tambah enak.Â
Bu Tinuk, meletakan satu mangkok besar gulai manyung di meja, dengan 1 satu piring nasi putih. Bu Tinuk, meletakan piring kosong, untuk menampung tulang. Perasan potongan jeruk limau menetas di jari tangan. Harum jeruk bersama kepulan asap kuah panas gulai manyung merebak.Â
Cabai rawit domba pedas, daun kemangi, menjadi kombinasi rasa. Tak terasa, hampir tersisa colagen, mirip agar-agar dari kulit kepala manyung. Sekarang, pada suapan terakhir, hanya tersisa kerangka kepala.
Alhamdulillah, masih diberi nikmat makan.
anglo = kompor gerabah
katel  = kuali kecilÂ
Mang  = pamanÂ