Malam-malam panjangnya selalu ia gunakan untuk curhat dan berbicara dengan perempuan yang menjadi kekasihnya di dunia maya. Berbicara apa saja yang berkelebat di dalam kepala atau hatinya. Tanpa beban. Juga mendengarkan keluh kesah yang disampaikan kekasihnya. Dengan bahasa yang mbeling. Atau barangkali malah vulgar!
Namun, pertemanan lelaki tua itu dengan perempuan kekasihnya, selalu berumur pendek. Ia merasa bosan. Ia akhiri pertemanan itu. Ia kemudian mencari kekasih lagi. Ia berbicara dan mendengar lagi dengan kekasih barunya. Ia bosan lagi. Ia putuskan cintanya. Ia mencari kekasih baru lagi. Ia berbicara dan mendengar lagi. Ia sudahi lagi karena bosan. Hingga tak terhitung dengan jari tangan mantan kekasihnya di dunia maya. Mangsanya bertumbangan.
/7/
Lelaki tua itu masih duduk menghadap laptop ketika nyanyian jengkerik di tengah malam masih terdengar. Lolong anjing liar tak membuatnya takut, kemudian berhenti mencari mangsa. Ia tak peduli. Karena malam hari baginya adalah waktu kebahagiaan itu bersemayam di dalam hatinya. Meski diwarnai dengan kata-kata tak sedap didengar dan diumbar. Ia masih juga chatting dengan kekasih.
/8/
Lelaki tua itu adalah lelaki yang kesepian jiwanya, juga raganya. Karena istrinya pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa alasan yang jelas. Pergi tanpa kabar. Mungkin pergi bersama selingkuhannya. Dengan meninggalkan beban yang tak ringan. Tiga anak. Semuanya masih bersekolah.
/9/
"Tunggu aku di pojok FB itu! Jam sembilan." Demikian kalimat yang terbaca oleh lelaki tua itu di kotak pesan di facebook. Pesan itu berasal dari kekasihnya. Ia membaca berkali-kali kalimat itu.
Lelaki tua itu melihat jam dinding di tembok kamarnya. Pukul delapan maIam. Matanya kemudian menembak kalender yang terpasang di sebelah jam dinding. Hari Sabtu. Pada hari Sabtu malam inilah ia akan berbicara dengan kekasihnya muntuk membicarakan masa depan. Kekasihnya yang paling disayang karena ia berencana akan menikahinya.
/10/
Ia masih duduk menghadap laptop. Memandang layar monitor. Melihat profil facebooknya. Ia menunggu pesan masuk. Akan tetapi, pesan yang ditunggu tak juga muncul di kotak pesan. Sepertinya ia lupa bahwa pesan kekasihnya akan muncul di facebooknya pada jam sembilan malam. Ia tak sabar menunggu.
Ia mulai jenuh hanya dengan memandangi profilnya. Matanya lalu menyusuri status yang pernah dipostingnya. Puisi. Ia tertawa karena puisi-puisi yang pernah diunggahnya disukai teman-temannya. Puisi-puisinya juga memperoleh banyak komentar. Tetapi, kebanyakan mengejeknya daripada memujinya.