Mohon tunggu...
Abdul Syukur
Abdul Syukur Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang ingin belajar terus sampai akhir hayat. Di kompasiana banyak hal baru dan unik yang saya dapat dari tulisan2 renyah para kompasianer. ingin terus belajar dan belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian (Kejujuran) Nasional

18 April 2012   05:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat hari yang menegangkan, mugkin itulah yang dirasakan 2,5 juta siswa/siwi Indonesia dalam ujian nasional kali ini. Hal yang sangat aneh sebetulnya, mengapa ujian nasional yang seharusnya menyenangkan bagi siswa dan orang tua justeru berubah menjadi hari-hari yang menegangkan. Mestinya empat hari ini siswa senang karena setelah 12 tahun ‘melahap’ buku-buku pelajaran di sekolah akhirnya tuntas sudah dan akan menatap masa depan dengan bekal ilmu yang diperoleh selama 12 tahun lalu. Bagi siswa SD dan SMP, ujian nasional pun mestinya menyenangkan. Mereka akan menapaki tangga yang lebih tinggi, tahap-tahap meninggalkan masa kanak-kanak sambil memupuk kepercayaan diri menuju persaingan yang lebih ketat.

Tapi, apa lacur, justeru empat hari (16-19 April 2012) ini seperti berada di neraka, tegang, deg-degan, takut tidak lulus. Ketegangan ini semakin bertambah dengan ulah para pejabat yang sidak sana-sini. Sebetulnya sidak para pejabat turut menaikkan tensi ketegangan siswa dan guru yang akan melaksanakan ujian nasional, hasil sidak yang mereka paparkan di media pun biasa saja, tidak ada yang penting, paling-paling melaporkan secara umum UN sudah beres, lancar dan lebih baik dari kemarin, sangat normatif. Padahal dibalik itu sebenarnya banyak pelanggaran yang terjadi, namun tetap saja dibilang kecil dan lancar. Konyolnya, ada pejabat yang tidak tahu aturan menggelar sidak sampai masuk ke ruang ujian, kontan saja para siswa yang sedang serius mengerjakan soal konsentrasinya buyar. Alamaak!, padahal di pintu kelas jelas tertulis ‘selain pengawas dilarang masuk’.

Sejak digulirkannya sistem baru ujian nasional dalam dunia pendidikan Indonesia, banyak hal yang membuat kita miris, terutama soal kejujuran. Peristiwa siami di SDN II Gadel Surabaya, Jawa Timur, setahun lalu adalah contoh memprihatinkan dunia pendidikan kita. Betapa tidak, Ibu Siami yang menyuarakan pentingnya kejujuran dalam ujian nasional malah menjadi musuh bersama bagi mereka yang berbuat curang (tidak jujur). Kasus Siami menjadi sebuah ironi yang sangat menyedihkan; ‘ orang jujur malah ajur (hancur)’. Tengoklah, betapa teririsnya hati kita manakala menyaksikan detik-detik pengusiran Siami dari rumahnya oleh masyarakat sekitar yang tidak terima dengan ‘jihad’ siami mempertahankan kejujuran. Mereka ramai-ramai ingin menjambak jilbab dan meraih tubuh Siami, seolah-olah ingin melumat Siami sampai habis. Andai polisi tidak sigap melindungi Siami dan keluarganya saat itu, entah apa jadinya Siami.

Memang dalam UN kali ini belum ada kasus mirip Siami dan anaknya, Alif yang mencuat ke permukaan.Tapi bisa jadi kasus serupa sedang terjadi kali ini, hanya saja, belajar dari kasus Siami, para orang tua dan siswa yang jujur takut melaporkannnya. Takut diusir, dikucilkan dan dicemooh. Siami adalah korban sakitnya sebuah masyarakat yang ingin mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara. Kejujuran hanyalah dianggap secuil pesan moral yang tidak penting. Padahal, kejujuran merupakan salah pondasi utama membangun menusia berkarakter (akhlakul karimah).

Mestinya, apa yang dilakukan Siami dan anaknya Alif, bisa menginspirasi semua orang yang terlibat dalam ‘ritual’ ujian nasional, bahwa kejujuran menjadi asas utama dalam pelaksanaan UN. Jujur berarti percaya diri pada kemampuan sendiri, tidak perlu menghalalkan (membiarkan) anak menyontek apalagi menyuruh menyontek seperti yang terjadi di SDN II Gadel setahun lalu. Ujian Nasional kali ini layak kita jadikan ajang Ujian Kejujuran Nasional bangsa kita. Mampukah kita mengeliminir seribu perasaan takut tak lulus yang membuat kita bertindak ceroboh. Ujian Nasional tidak sekedar menguji seberapa pintar otak kita, tetapi menguji pula seberapa kuat kejujuran kita. Kelulusan yang terbaik adalah ketika si anak mampu mengaplikasikan ilmu yang didapatnya secara formal ke tengah masyarakat, bukan kelulusan dengan nilai maksimal di atas kertas. Output yang terpenting dari sebuah lembaga pendidikan adalah menjadikan lulusannya memiliki kecerdasan intelektual dan emosional (berkarakter) agar mereka tidak jadi sampah masyarakat di masa mendatang. Salah satu kuncinya adalah menanamkan sifat jujur dalam diri setiap anak didik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun