Mohon tunggu...
Syukri M Nur
Syukri M Nur Mohon Tunggu... Dosen - Peminat Masalah Energi Terbarukan dan Pendidikan Tinggi, serta lingkungan hidup

Salam Nusantara ! Mengabdi untuk negeri ? Saya menempuh melalui dunia swasta. Menjadi konsultan bagi pengusaha yang berminat membangun unit usaha di energi terbarukan terutama berbasis pada bahan baku biomassa, energi angin, dan surya. Pengabdian sosial digalang melalui kegiatan pendirian PAUD Insan Mandiri, dan membimbing anak-anak muda untuk berusaha, bahkan kalangan guru untuk mampu menulis artikel ilmiah. Laman di www.syukrimnur.academia.edu merupakan sarana berbagai untuk informasi energi terbarukan dan bioenergi, anda juga dapat melihat biodata saya. Salam Keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenapa Hanya Transisi Energi Jika Kita (Indonesia) Mampu ke Bioekonomi?

13 November 2021   20:27 Diperbarui: 13 November 2021   20:42 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar:  

Upaya Indonesia untuk menjalankan transisi energi dari fosil ke energi terbarukan dengan target momentum 2030 mencapai 23%, akan terasa hambar karena peran ini hanya sebagai pengikut (follower) dari semangat dunia yang sudah menjalankan pendekatan bioekeonomi. Penulis menuliskan otokritik karena mencantumkan kata "kita" kendati masih menggunakan kata Indonesia dalam tulisannya. Kenapa demikian? Kenapa mendorong ke pendekatan bioekonomi bahkan memaparkan paradigma sistem bioenergi berkelanjutan?  Jawabannya ada diartikel ini. Semoga Bermakna.

------****-----

Upaya kita (Indonesia) untuk beralih ke energi terbarukan dengan istilah transisi energi telah memberikan rasa bangga tersendiri sebagai anak bangsa ini. Kebanggaan itu muncul karena kita pun mampu berkontribusi pada kepentingan global yang peduli pada perubahan global: kenaikan emisi penyebab efek rumah kaca, perubahan tata guna lahan akibat penggunaan energi fosil dan berubahnya layanan ekosistem untuk atas nama pembangunan.

Atas nama peduli lingkungan global, Indonesia pun ikut rembuk di berbagai momen dunia di Paris, Kyoto, Maroko dan Glasgow. Kehadiran pemimpin negara ini pada rentetan momen akbar menjadi kebanggaan tersendiri bagi penulis. Namun demikian, kebanggaan ini tidak berlangsung lama karena tiga alasan:

Pertama, pendekatan yang kita (Indonesia) lakukan untuk peduli lingkungan global hanya bergerak pada transisi energi dari fosil ke energi terbarukan. Padahal pergerakan peduli global ini telah bergerak ke pendekatan bioekonomi yang berkelanjutan.   

Kedua, langkah kebijakan negara kita (Indonesia) terhadap peduli lingkungan dan pendayagunaan sumberdaya termasuk energi terbarukan masih pada level follower (pengikut) atas langkah kebijakan dunia yang dimotori oleh negara-negara maju. Kenapa? Boleh jadi, karena kita (Indonesia) telah melupakan fungsi lembaga riset dan peneliti untuk menopang R&D (Research & Development). Kita cerdas mensitasi publikasi asing namun sering kali lupa dan tak berkemampuan finansial untuk menyajikan publikasi yang akan disitasi oleh dunia.

Ketiga, kita (Indonesia) telah lupa dengan kata "gotong royong" dengan pengembangan dan implementasinya, termasuk menerapkan makna gotong royong ini dalam R&D. Implikasinya berakhir pada kegiatan R&D yang hanya berskala kecil dan lokal. Bahkan sulit atau masih terlalu premature untuk diterapkan pada skala komersial/industri. Penulis menilai, inilah tiga alasan yang menjadi kelemahan kita (Indonesia) sehingga tidak menarik untuk digandeng oleh pihak industri atau pengusaha.

Perlu juga disimak, kata kita (Indonesia) sering kali ditulis dalam artikel ini karena kesalahan atau kelemahan bukan hanya ditujukan kepada mereka (Pemerintah dan Perusahaan) tetapi juga dia (perguruan tinggi/lembaga penelitian), bahkan engkau (peneliti) dan aku (dosen) yang wajib mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kita perlu manut pada pesan Prof. Emil Salim yang mengatakan bahwa keberlanjutan (sustanability) itu adalah meleburnya kata mereka, dia, engkau, dan aku menjadi kita. Andaikan saja kita (Indonesia) manut pada pesan begawan ekonomi dan lingkungan tersebut sejak reformasi bergulir maka pendekatan bioekonomi akan lahir dan dibesarkan di negeri ini dan bukan di Jerman.

Transisi Energi ke Bioekonomi 

Langkah kebijakan transisi energi hanya terfokus pada penggalian berbagai sumberdaya energi untuk menggeser peran energi fosil. Sementara pendekatan bioekonomi tidak hanya melakukan transisi ke energi terbarukan tapi memiliki empat visi yaitu: visi substitusi, visi penggunaan bioteknologi, visi biodiversitas (pelestarian keragaman hayati), dan visi bioekologi yang mengarah pada total aktivitas kehidupan rakyat selaras dengan lingkungan. Via pertama merupakan tambahan dari pemikiran penulis, sementara tiga visi terakhir merupakan penjelasan visi bioekonomi dari Birner (Birner, 2018).Jika implementasi dengan pendekatan transisi energi terjadi maka hanya diperoleh satu manfaat yaitu bertambahnya pasokan energi nasional yang berasal energi terbarukan. Pendekatan bioekeonomi mampu memberikan manfaat berupa penyediaan energi dan material dari bio yang terbarukan pada skala komersial, membuka peluang usaha dan kerja pada lebih banyak sektor. Bahkan dalam akronim akademisnya dapat disebutkan bahwa pendekatan bioekeonomi mampu memberikan 4F (Food, Feed, Fiber, dan Fuels). 

Hal ini memberikan peluang tergantinya material plastik mulai dari botol, tas plastik, dan bahan baku polimer sintesis yang berbahan baku dari fosil (minyak mentah) ke biopolimer. Demikian juga dengan fuels (bahan bakar) akan tergantikan dari bahan baku biomassa melalui teknologi konversi yang multi produk sehingga menghasilkan bahan bakar padat (contoh pelet kayu), biosolar yang mendayagunakan limbah biomassa pertanian dan perkebunan ke produk bioenergi dan setara dengan fuel dari fosil, serta biogas dan gas sintesis yang dihasilkan dari proses fermentasi maupun gasifikasi lanjutan limbah biomassa.

Bahan baku bioenergi Indonesia tak perlu diperdebatkan karena ragam sumber, tipe,  dan jumlahnya yang melimpah. Limbah industri kayu, industri kelapa sawit, pabrik kelapa, pabrik tapioka, pabrik gula, bahkan lahan marginal dan lahan reklamasi lahan tambang dapat dibangun tanaman energi (energy crops). Belum lagi jika dilibatkan bahan baku biomassa yang berasal sampah kota maka dua masalah sekaligus dapat dituntaskan yaitu pencemaran kota dan ancaman keindahan kota serta kesehatan warganya. Akhirnya terlibat juga fungsi pendekatan ekonomi melingkar (circular economy) (Columbus, 2021).  

Kolaborasi Riset Bioekonomi 

Pertanyaan lanjutan yang mungkin terkuak dari artikel ini adalah: (1) Negara mana yang akan membuka diri untuk kerjasama riset bioekeonomi dengan Indonesia? (2) Lembaga mana yang patut menjadi mitra utama? (3) Bagaimana merancang isi dan kerjasama riset? (4) Bagaimana melibatkan peran pemangku kepentingan bisnis dalam kerjasama riset ini?

Semoga rentetan pertanyaan tersebut dapat terjawab dari pengalaman dan rencana penulis. Berdasarkan pengalaman penulis, Jerman menjadi negara prioritas untuk riset tentang bioekonomi dengan dengan dua alasan. Pertama, Jerman merupakan penggagas konsep bioekonomi ini sejak tahun 2005 ketika tim dengan Peneliti utama Dr. Christian Patermann, menyajikan konsep tersebut dan diadopsi oleh Kementerlian Lingkungan Jerman. Pernyataannya yang menarik sebagai pengantar dalam sebuah buku berjudul "Bioeconomy for Beginners" (Pietzsch, 2020) adalah:

"From the point of view of the "fathers" or "founders" of the European bioeconomy, I would like to take this opportunity to state to all authors and beginners: we have never imagined that, with this old and new form of economy, we would be offering a silver bullet. We only wanted to make a contribution towards ensuring that, with the help of and in harmony with nature, economic actions may continue to enable the billions of inhabitants of our planet to live a sustainable and decent life upon it. This desire and concern are very skilfully and convincingly expressed in many contributions to this book, and I would like to express my sincere thanks for that."

Pesan inti dari Mr. Patterman adalah Kami (peneliti) hanya ingin memberikan kontribusi untuk memastikan bahwa, dengan bantuan dan selaras dengan alam, tindakan ekonomi dapat terus memungkinkan miliaran penduduk planet kita untuk menjalani kehidupan yang berkelanjutan dan layak di atasnya. Sebuah kalimat yang bermakna dari seorang "Bapak Bioekonomi". 

Dalam kurun waktu 17 tahun, konsep ini menyebar ke ratusan negara. Uniknya, berdasarkan penelusuran pustaka ada empat srikandi Jerman yang tercatat dalam pustaka dan kegiatan riset pada skala Eropa dan Mondial yaitu Prof. Daniela Thran dari Pusat Penelitian Biomassa Jerman;  Prof. Iris Lewandowski dan Prof. Regina Birner dari Universitas Hohenheim, dan Prof. Barbara Strum dari Institut Teknik Pertanian dan Bioekonomi.

Penulis bersyukur satu dari empat lembaga tersebut telah memberikan surat rekomendasi untuk belajar bioekonomi dalam kurun waktu tiga bulan atas dukungan pembiayaan  DAAD pada Awal Maret 2022. Untuk mendapatkan selembar rekomendasi itu, penulis harus berupaya membuktikan bahwa konsep riset yang dicanangkan penulis yaitu sistem bioenergi berkelanjutan dapat menjadi pelengkap konsep riset Prof. Daniela Thran. 

Kendati rekemondasi telah diraih dan proses aplikasi ke DAAD telah dilaksanakan, namun masih ada satu kalimat dalam tiga alenia disurat mereka yang membuat hati ini tersentuh dan berharap mendapatkan perhatian pemangku kepentingan negeri ini, terutama kepada yang terhormat BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Perkenankan penulis menyampaikan kutipan tersebut:

"The applicant got in contact with us via email. We do not know him personally nor have we had joint activities with the university where he comes from.

Therefore, we had to rely on the information in his CV in order to get a glimps of his education and skills. Both concur very well with our research topics in our bioenergy systems department. We consider his research and his career objectives as very important for the Indonesian but also global bioenergy context. Thus, Dr. Muhammad Syukri Nur may forster the Indonesian-German cooperation and technology transfer, in particular in the field of renewable energies, focusing on the system integration of bioenergy.

Because of our lack of knowledge about the Indonesian professional community, we are not able to state whether the applicant will become a decision-maker or thought leader in his respective field. However, we consider his research very important for the implementation of climate friendly energy sources and the development of holistic bioenergy concepts in Indonesia  considering  multiple  aspects".

Tak masalah jika Pusat Penelitian Biomassa Jerman ini hanya mengenal penulis melalui email. Mendapat perhatian mereka karena berbekal sebuah artikel ilmiah sederhana tentang sistem bioenergi (Nur et al., 2020) dan proposal riset. Artikel ilmiah ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan pustaka biasa namun dikaji bersama kolega dosen di Universitas Darma Persada, Jakarta. 

Boleh jadi jejak digital dan proposal riset ini yang berisi ide riset lanjutan sistem bioenergi yang mampu menggugah hati mereka. Dibalik ketidakpedulian penulis, namun ada secercah harapan dari lembaga penelitian terbesar di bidang bioenergi di Eropa ini yang akan sampaikan ke BRIN untuk diwujudkan yaitu ".....kami menganggap penelitiannya sangat penting untuk penerapan sumber energi ramah iklim dan pengembangan konsep bioenergi holistik di Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai aspek", kalimat yang tercantum dan ditantangani oleh dua direktur lembaga tersebut.     

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Jika saja pengalaman pribadi ini dapat perbesar menjadi riset bersama antar lembaga dari dua negara yaitu Jerman dan Indonesia dalam bidang sistem bioenergi berkelanjutan, maka upaya mendapatkan pemahaman tentang pendekatan bioekonomi dan penerapannya akan lebih cepat dan tepat. 

Rancangan materi riset bioekonomi akan lebih lengkap dan holistik jika menggunakan paradigma sistem bioenergi berkelanjutan yang dibangun oleh empat subsistem: subsistem regulasi dan kebijakan; subsistem rantai pasokan-teknologi dan produk; subsistem manajemen; dan subsistem infrastruktur wilayah. Paradigma ini dapat digandengkan dengan pilar ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan mencapai konsep pembangunan berkelanjutan.

Indonesia mampu mencari dan menerima manfaat penting kerjasama riset dengan Jerman dalam alih teknologi konversi biomassa tanpa mengalokasikan waktu lama dan biaya yang besar. Skala kesiapan teknologi tidak lagi berada pada level 1 namun sudah pada level 10 untuk industri sehingga tak akan meragukan pengusaha untuk terlibat menanamkan modalnya. Semoga pemikiran singkat ini bermakna.   

References

Birner, R. (2018). Bioeconomy Concepts. In I. Lewandowski (Ed.), Bioeconomy (pp. 17--38). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-68152-8_3

Columbus, F. (2021). An introduction to the circular economy. Economic issues, problems and perspectives. Nova Science Publishers.

Nur, S. M., Ariati, R., Yandri, E., Adiatmojo, G. D., & Abdullah, K. (2020). Redesigning a sustainable bioenergy system using a multi-platform application. Journal of Physics: Conference Series, 1469, 12094. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1469/1/012094

Pietzsch, J. (2020). Bioeconomy for beginners. Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-662-60390-1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun