Mohon tunggu...
Syukri Blank
Syukri Blank Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berusaha tampil beda dengan sudut pandang yang berbeda. Admin @kopibernalar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Maafkan Aku, Aku yang Salah Terlalu Mengharapkanmu

19 Oktober 2014   09:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:30 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14136630471805618823

“Maafkan aku,
Aku yang salah terlalu mengharapkan mu ”.
pelan dan sangat berat ku ucapkan.
Senyum kecil khas tetap terlukis diraut wajahmu,
cukuplah membuat hati ini sedikit tenang.
Tapi tiba-tiba seseorang menghampiri dan ia pergi bersamanya,
pergi begitu saja tanpa kata.
Namun, lagi-lagi senyum itu melambai...
aku hanya diam tertunduk, walau dalam hati ini tetap saja mengutuk.
Tiba-tiba dada menjadi sesak, Aku ingin berteriak...berteriak sekerasnya.
“Sial..!
persetan senyum-mu!
Persetan wajah ayu-mu!
Kau bukan milik-ku!
Aku tak akn mengharapkan-mu!.
Dan.... tiba-tiba menjadi gelap.
--------------------------------------------------------------------------
“ahh..!” kulihat ternyata alarm telah berdering beberapa jam yang lalu.
Dunia kembali menjadi nyata,
Hening... Namun, aku tetap mematung di atas kasurku.
Tak ada angin, cuaca pagi -seperti pagi-pagi sebelumnya- tetap saja dingin, tanpa sapa...
subuh pun terlewati, sesal dalam hati.
“Ya.. itu hanya dosa, yang bisa aku bayar dengan pahala.
... hanya itukah ibadah? Tentang dosa? Tentang pahala? Neraka? Surga?
Atau tentang Cinta...
ahh... seromantis itukah Tuhan?” pikiran ini terus bertanya.
Tetapi, tak pernah ada yang menjawab.
Hanya tembok putih itu yang terus menyapa;
Begitu dekat setiap saat,
tak pernah melaknat,
tak pernah biadab,
seperti kata-kata Tuhan yang selalu mereka teriakkan.
Ahh... kenapa Tuhan lagi? Atau mungkin saja mereka yang tidak mengerti.

Sehingga mereka menjadi laknat dan biadab.
... maaf jika itu terlalu kasar
Bukankah Tuhan begitu dekat.
Tak pernah melaknat.
Tak pernah biadab.
Ahh... itu pun kata-kata Tuhan lagi.
Peduli apa mereka tentang Tuhan,
Mungkin saja mereka jelmaan setan.
----------------------------------------------------------------
Kembali bayangannya menyapa; hanya bayangan bukan nyata.
Dia begitu enerjik,
Semangatnya tak pernah padam,
Menampakan kecerdasan,
Seolah-olah langkahnya tak pernah gontai,
Wajahnya ayu nan rupawan,
Ketika ku pandang tak pernah bosan.
Lama aku terdiam, mungkin kasur ini pun mulai bosan.
Mentari di luar telah hilang,
sinar terik matahari tanpa malu-malu mengintip kedalam ruangan.
Tapi... Aku hanya beranjak duduk dikursi.
Membuka laptop, ku ingin menulis sesuatu.
Walau tak pernah menjadi penulis yang baik,
Tapi tetap saja aku menulis, ya menulis sekenanya.
Semua seperti karangan,
Tidak!
Jangan salahkan tulisanku,
Emang kenyataannya dunia ini seperti karangan,
Tak pernah pasti,
Semuanya bermain dagelan.
Terlalu banyak dalang,
Mengaku merah, mengaku putih, merasa merah putih.
Tetap saja Negara hanya dijadikan bahan hisapan.
Rakyat hanya gombalan.
-------------------------
Sebenarnya aku bosan dalam ruang sempit ini,
Tapi aku senang karena bayang mu selalu datang,
Dan.. Suatu saat akan ku ajak melihat kunang-kunang.
Hanya cahaya kecil, tapi cukup memberi keindahan pada malam.
Maaf hanya kunang-kunang, karena aku tak mampu menggapai bintang.

Ahh... mungkin itu hanya mimpi lagi.

Karena aku tidak memiliki sesuatu yang harus kau pikirkan,
Aku pun begitu lemah tak bisa menembus bayanganmu.
----------------------------------------------------------

Maafkan aku, Aku yang salah terlalu mengharapkanmu.
Walaupun mungkin kau pun tak pernah mengharapkan ku.
Mau kan... jika nanti kuajak melihat kunang-kunang?
Walaupun nantinya hanya kenjadi kenangan...

---------------------------------------------------
Maafkan aku,
Aku yang salah terlalu mengharapkanmu.

Ditulis oleh; syukri blank

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun