Dalam menjalani profesinya, Pak Iman menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah cuaca yang tak menentu. "Sekarang itu sering hujan. Kalau hujan, ya jualan jadi susah. Kita cuma bisa berserah aja," ujarnya dengan pasrah. Cuaca ekstrem membuat penjualan es krim menjadi tidak menentu.
Tak hanya cuaca, persaingan antar pedagang es krim juga menjadi tantangan besar. "Sekarang banyak yang jualan es krim serupa, dari merk lain seperti Campina. Jadi ya persaingan ketat," katanya.
Meski demikian, Pak Iman memiliki strategi khusus untuk bertahan di tengah persaingan. "Kuncinya itu pelayanan. Kita harus baik sama pelanggan, ramah, dan akrab. Menjual itu bukan cuma soal produk, tapi soal menjalin hubungan baik," jelasnya sambil tersenyum.
Salah satu daya tarik Pak Iman dalam berjualan adalah kemampuannya menghibur anak-anak. Dengan teknik sederhana, ia menyajikan es krim layaknya penjual es krim Turki. "Kalau ada anak-anak yang beli, saya suka kasih atraksi kecil biar mereka senang. Anak-anak jadi ketawa, terhibur," ujar Pak Iman.
Bagi Pak Iman, kebahagiaan pelanggan, terutama anak-anak, adalah kebahagiaannya juga. Hal-hal kecil seperti ini membuat anak-anak selalu ingat dan kembali membeli darinya.
Ketika ditanya tentang penghasilannya, Pak Iman menjawab dengan penuh syukur. "Alhamdulillah, cukup. Insya Allah bisa memenuhi kebutuhan keluarga," katanya. Meski penghasilannya tidak besar, ia merasa cukup dengan apa yang didapatkan.
Namun, dibalik ketekunannya berjualan es krim, Pak Iman juga menyimpan harapan. "Saya ingin punya depo sendiri. Jadi nggak cuma keliling kerja sama orang, tapi punya usaha sendiri," ujarnya penuh harap. Ia bermimpi suatu hari nanti bisa membuka usaha es krim miliknya sendiri, agar penghasilannya lebih stabil dan masa depan keluarganya lebih terjamin.
Kisah Pak Iman adalah potret nyata perjuangan seorang ayah yang ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Berkeliling dengan kendaraan motornya, menembus panas dan hujan, bukanlah pekerjaan mudah. Namun, Pak Iman melakukannya dengan penuh ketulusan.
"Yang penting anak saya bisa kuliah. Itu yang paling utama," kata Pak Iman menutup wawancara.
Dalam kesederhanaannya, Pak Iman mengajarkan bahwa kerja keras dan dedikasi adalah kunci untuk meraih masa depan yang lebih baik. Kisahnya bukan hanya tentang menjual es krim, tetapi tentang cinta seorang ayah yang tak kenal lelah demi kebahagiaan keluarganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H