Mohon tunggu...
Syta Dwy Riskhi
Syta Dwy Riskhi Mohon Tunggu... Administrasi - Move

Simpel dan santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Singkat

19 Oktober 2021   12:47 Diperbarui: 19 Oktober 2021   12:48 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kerjaan rampung lebih awal sore ini, aku membuka ponsel dan beberapa sosial media. Tidak ada notif satupun. Kalla kembali ke meja kerja dengan segelas teh hangat rasa vanila, manis dan cocok disuasana sore ini. Diluar nampak gelap, namun rintik hujan hampir tak terdengar dalam ruangan ini. Kalla bertanya padaku, apakah aku ada acara malam ini, aku masih menatap layar hp dan menggeleng pelan.

Mas Igo datang dan duduk didepanku, matanya mencari-cari sesuatu, tengok kanan dan kiri. Memang aku tak bisa sedikitpun menahan perhatianku padanya. Mas Igo mencari ponsel ? tanyaku padanya. 

Ia mengangguk semangat, ku tunjuk seorang rekan kerja yang tengah menggunakan ponsel kantor, itulah ponsel yang dicari mas Igo. Boleh aku pinjam ponselmu saja? Tanya mas Igo padaku. Tentu dengan senang hati kuserahkan ponselku.

Kalla menyeruput teh hangatnya, menyenggol tanganku dan mengangkat kedua alisnya. 

Aku tersenyum seolah merasakan kehangatan dan manis teh vanila milik Kalla. Mas Igo mengembalikan ponselku, ia bergegas pergi ke lantai atas menyelesaikan pekerjaannya. Aku memeriksa ponselku segera, mataku berkedip-kedip dan bibirku tersenyum tipis. Semakin lama senyumku terasa mengejek diriku sendiri.

Aku baru tahu mas Igo memakai dua nomor, satu nomor yang ia biasa gunakan tak pernah memakai foto kontak. Kali ini kedua nomor itu mengirim gambar ke ponselku, satu nomor adalah nomor yang kukenal, dan satu nomor lainnya terasa asing. 

Nomornya memasang foto kontak yang menyentak mata serta hatiku. Lelaki dan perempuan yang saling bergandeng tangan dan bertatapan satu sama lain, dengan latar belakang danau indah yang sedikit tertutup kabut. Ohh... sungguh manis, melibih teh vanila milik Kalla. Aku menertawakan dia, dia yang tak punya nyali mengatakannya secara langsung.

Haruskah aku meminta maaf atas apa yang tak bisa aku sembunyikan darinya, setelah aku melihat foto kontaknya. 

Aku tersenyum hingga bahuku terguncang, akan aku pikirkan nanti setelah jam pulang, atau setelah rintik hujan berhenti, atau harusnya ia tak usah berhenti agar kumampu menghapus pesan singkat ini.

BATANG 19 OKTOBER 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun