Pendahuluan
Dalam konteks ketenagakerjaan di Indonesia, perlindungan terhadap pekerja migran menjadi isu yang semakin mendesak. Baru-baru ini, putusan Mahkamah Konstitusi mengenai judicial review Pasal 4 UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menegaskan kembali bahwa awak kapal niaga dan perikanan merupakan bagian dari pekerja migran. Hal ini memberikan harapan baru bagi perlindungan hak-hak mereka, yang selama ini sering terabaikan.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mempertegas status awak kapal sebagai pekerja migran yang berbasis seabase menandai langkah penting dalam pengakuan hak-hak mereka. Dengan pengakuan ini, awak kapal berhak mendapatkan perlindungan yang sama dengan pekerja lain yang memiliki basis landbase. Ini menunjukkan bahwa semua pekerja, terlepas dari sektor dan lokasi kerja, berhak atas perlindungan yang layak.
Kewajiban Mengawal Implementasi UU PPMI
Sebagai  serikat pekerja yang mewakili kepentingan awak kapal , kita memiliki tanggung jawab untuk mengawal implementasi UU PPMI. Ini mencakup beberapa langkah krusial:
1.Revisi UU PPMI dan PP 22/2022: Diperlukan revisi untuk memastikan bahwa regulasi yang ada benar-benar mengakomodasi kepentingan pekerja migran, terutama awak kapal. Regulasi yang tidak relevan bisa menjadi hambatan dalam perlindungan hak-hak mereka.
2.Penerbitan Peraturan Menteri: Peraturan Menteri PPMI yang baru harus dirancang dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh pekerja migran. Ini termasuk aspek perlindungan hukum, kesejahteraan, dan pemenuhan hak-hak dasar mereka.
Kolaborasi Antar Kementerian
Dengan adanya kementerian baru, diharapkan ada semangat baru untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan kementerian terkait lainnya. Kolaborasi ini penting untuk mengesampingkan ego sektoral yang sering kali menjadi penghalang dalam pengambilan keputusan yang efektif. Sinergi antar kementerian akan memudahkan implementasi kebijakan yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
Tantangan Tata Kelola