Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang perikanan, khususnya awak kapal. Namun, dalam praktiknya, terdapat disparitas kurikulum yang cukup signifikan antara sekolah menengah kejuruan (SMK) perikanan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan standar kompetensi internasional yang ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO) melalui STCW'F 95.
Kurikulum SMK Perikanan vs. STCW'F95
SMK perikanan yang berada di bawah Kemendikbudristek umumnya mengikuti kurikulum nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum ini dirancang untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar bagi siswa agar siap memasuki dunia kerja. Namun, untuk menjadi perwira kapal perikanan, diperlukan kompetensi yang lebih spesifik dan sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh IMO melalui konvensi STCW F '95.
STCW F'95 merupakan standar internasional yang mengatur tentang kualifikasi awak kapal. Untuk memperoleh sertifikat kompetensi sebagai perwira kapal perikanan (ANKAPIN dan ATKAPIN), seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan STCW'F 95.
Tantangan dan Implikasi
Disparitas kurikulum antara SMK perikanan dan STCW'95 menimbulkan beberapa tantangan dan implikasi, antara lain:
- Double Track Pendidikan: Siswa SMK perikanan yang ingin menjadi perwira kapal harus mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan untuk memenuhi persyaratan STCW'95. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak.
- Keterbatasan Fasilitas: Tidak semua SMK perikanan memiliki fasilitas yang memadai untuk memberikan pelatihan sesuai dengan standar STCW F'95.
- Kesulitan dalam Memperoleh Pekerjaan: Lulusan SMK perikanan yang tidak memiliki sertifikat kompetensi sesuai STCW' F 95 akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai perwira kapal perikanan.
Solusi yang Diperlukan
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan beberapa solusi, antara lain:
- Sinkronisasi Kurikulum: Perlu dilakukan sinkronisasi kurikulum SMK perikanan dengan standar STCW'FÂ 95. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi kurikulum SMK perikanan atau dengan menambahkan modul-modul pelatihan yang sesuai dengan STCW' F 95.
- Peningkatan Fasilitas: Pemerintah dan pihak swasta perlu meningkatkan fasilitas di SMK perikanan agar dapat memberikan pelatihan yang sesuai dengan standar STCW'F 95.
- Kerjasama Antar Kementerian: Perlu adanya kerjasama yang lebih erat antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kemendikbudristek untuk menyusun kebijakan yang lebih terintegrasi dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang perikanan.
Kesimpulan
Disparitas kurikulum dan tantangan kompetensi awak kapal perikanan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan membutuhkan solusi yang komprehensif. Dengan melakukan sinkronisasi kurikulum, peningkatan fasilitas, dan kerjasama antar kementerian, diharapkan kualitas sumber daya manusia di bidang perikanan Indonesia dapat ditingkatkan sehingga mampu bersaing di tingkat internasional.