Mohon tunggu...
Syofyan el Comandante
Syofyan el Comandante Mohon Tunggu... Pelaut - Sekretaris Jenderal SP.SAKTI/Mahasiswa STIH Sultan Adam Banjarmasin.

Mantan awak kapal yang ingin mendedikasikan sisa hidup untuk pelindungan hak - hak pekerja maritim

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Carut Marut Tata Kelola Penempatan Awak Kapal: Antara UU PPMI,PP 31 Tahun 2021, PP 22 Tahun 2022, dan Putusan MA No 67/ P/HUM/2022

2 Juni 2024   18:03 Diperbarui: 2 Juni 2024   18:16 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by shutterstock

Dunia maritim Indonesia diwarnai polemik terkait tata kelola penempatan awak kapal. Di satu sisi, Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) secara tegas memandatkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk melindungi dan mengatur penempatan awak kapal melalui Surat Izin perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI).

Namun, di sisi lain, muncul Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran (turunan UU Cipta Kerja) yang mengatur perizinan penempatan awak kapal di dalam dan luar negeri. Hal ini diperparah dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2022 (turunan UU PPMI) yang mengatur hal yang sama. (Peraturan pemerintah ini seharusnya terbit sebelum terbitnya PP 31 tahun 2021).Dengan terbitnya dua Peraturan pemerintah ini terkesan bahwa tumpang tindih itu diciptakan oleh pemerintah sendiri

Dualisme perizinan ini memicu kekhawatiran tumpang tindih kewenangan dan inefisiensi birokrasi. Putusan Mahkamah Agung No. 67 P/HUM/2022 pun menegaskan kewenangan penempatan awak kapal di tangan Kementerian Perhubungan.

Lebih lanjut, Adanya permohonan di Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan pelaut dari kategori pekerja migran, jika dikabulkan, semakin memperumit pertanyaan: Lembaga mana yang berwenang melindungi awak kapal Indonesia yang bekerja di luar negeri? Dan apakah rezim perizinan juga merangkap rezim pelindungan?

Analisis Permasalahan

  1. Dualisme Perizinan: PP 31/2021 dan PP 22/2022, keduanya mengatur perizinan penempatan awak kapal, menimbulkan kebingungan dan inefisiensi.
  2. Ketidakjelasan Kewenangan: Putusan MA No. 67 P/HUM/2022 menempatkan kewenangan di Kemhub, namun UU PPMI dan PP 22/2022 memberikan mandat ke Kemnaker.
  3. Status Pelaut: Permohonan di MK untuk mengeluarkan pelaut dari kategori pekerja migran dapat mengubah skema pelindungan.
  4. Rezim Perizinan dan Pelindungan: Pertanyaan mendasar: Apakah rezim perizinan yang ada saat ini mampu merangkap fungsi pelindungan awak kapal?

Dampak Permasalahan

  1. Ketidakpastian Hukum: Dualisme regulasi dan ketidakjelasan kewenangan berpotensi menghambat penempatan dan pelindungan awak kapal.
  2. Inefisiensi Birokrasi: Tumpang tindih kewenangan dan proses perizinan yang rumit dapat meningkatkan biaya dan waktu bagi awak kapal dan perusahaan.
  3. Pelanggaran Hak Awak Kapal: Ketidakjelasan skema pelindungan dapat berakibat pada pelanggaran hak-hak awak kapal, seperti gaji yang layak, kondisi kerja yang aman, dan akses terhadap keadilan.

Solusi yang Diusulkan

  1. Harmonisasi Regulasi: Diperlukan harmonisasi regulasi antara UU PPMI, PP 31/2021, dan PP 22/2022 untuk menciptakan regulasi yang tunggal, jelas, dan koheren.
  2. Kesepakatan Antar Lembaga: Koordinasi dan sinergi antar Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menentukan kewenangan yang jelas dan terukur.
  3. Penegasan Status Pelaut: Keputusan MK terkait status pelaut akan menentukan skema pelindungan yang tepat dan akuntabel.
  4. Penguatan Rezim Pelindungan: Memastikan rezim perizinan yang ada mampu menjamin pelindungan hak-hak dan kesejahteraan awak kapal secara komprehensif.

Kesimpulan

Tata kelola penempatan awak kapal Indonesia masih diwarnai permasalahan dualisme regulasi, ketidakjelasan kewenangan, dan belum optimalnya skema pelindungan. Diperlukan langkah-langkah kongkrit harmonisasi regulasi, sinergi antar lembaga, penegasan status pelaut, dan penguatan rezim pelindungan untuk mewujudkan tata kelola yang efektif, efisien, dan berpihak pada awak kapal Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun