Mohon tunggu...
Symmon DK
Symmon DK Mohon Tunggu... wiraswasta -

PEJUANG PEMIKIR - PEMIKIR PEJUANG\r\nPemerhati masalah sosial, ekonomi dan politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahabarata Pilpres 2014

28 Mei 2014   04:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:02 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingar bingar pilpres 2014 tidaklah berlebihan kalau dikatakan menguras energi hampir seluruh elemen bangsa ini. Pemilu langsung yang dilakukan pasca reformasi menafikan konsep floating mass yang bisa dimobilisasi sesuai keinginan elite politik sebagaimana pada era orba. Rakyat saat ini terlibat aktif, bahkan menjadi hakim politik, kedaulatan rakyat, sesuai preferensi dan persepsi yang diperolehnya.

Pengalaman pilpres 2004 dan 2009 telah menjadikan rakyat semakin cerdas. Pembelajaran penting yang bisa dipetik dari kedua pilpres tersebut adalah pencitraan yang dibranding saja tidaklah cukup, keelokan wajah, tutur, perawakan dan penampilan fisik capres semata bisa menyesatkan pilihan. Walau pun masing-masing capres/cawapres membawa value atas gerbong koalisi dan strategi yang dibangun oleh timsesnya, namun figur sentral capres menjadi preferensi utama dalam menentukan pilihan. Dalam hal ini Jokowi-Prabowo. Rakyat akhirnya juga akan melihat dan menilai ide/ gagasan, visi-misi, karakter dan track record keduanya. Asumsinya nisbi konspirasi intelijen, KPU dan money politic.

Lepas dari itu itu semua, keterlibatan hampir di seluruh strata masyarakat menjadikan pertarungan menuju kursi istana RI1 menjadi menarik untuk disimak. Era informasi yang semakin terbuka dan mudah di akses, menjadikan masyarakat semakin terwadahi untuk terlibat dalam ‘perang’ tersebut. Media informasi yang digunakan tidak terbatas pada media yang searah (tv, Koran, majalah, dll), tetapi juga media sosial dialogis, seperti twitter dan FB. Perang tersebut tidak berhenti pada saling beradu ide/ gagasan, tapi juga saling mengunggulkan kelebihan dari masing-masing kubu oleh para pendukungnya. Kampanye hitam dari masing-masing elite, berimbasmenjadi perang fitnah, hujat dan caci di tingkat massa rumput pendukung, secara lebih terang-terangan, tidak santun, bahkan vulgar.

Bukanlah mendratisir kalau pertarungan tersebut dapat digambarkan layaknya kisah perang Baratayuda. Perang besar dari keturunan Barata yang berimbas pada keterlibatan banyak pihak. Dahsyatnya gaung perang tersebut, menyebabkan alam pun ikut bergolak seakan menjadi tetenger tanda-tanda perubahan jaman, sebagaimana kisah goro-goro yang menandai akan munculnya babak baru, dalam kisah pewayangan.

Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis, risang maweh gandrung, sabarang kadulu wukir moyag-mayig saking tyas baliwur ooouung.. (Terjemahan bebas: Bumi berguncang, langit berkilat, terlihat seperti orang yang cinta melihat segala kehormatan dan keindahan dunia, gunung pun berantakan).

Tanda-tanda Jaman

Realita masyarakat kita, suka atau tidak, benar atau salah, suka mencari dan membaca tanda-tanda jaman.Apakah itu merupakan salah satu keunggulan dari kearifan kultur timur yang religious, walau’alam. Tapi yang jelas ketidak-pastian masa depan, saat mana prediksi, forecasting dan asumsi untuk melogikakan perencanaan masa depan menjadi terbatas, maka ‘meminta petunjuk’ atau isyaroh dari Yang Maha Kuasa menjadi jalan keluar. Petunjuk itu bisa datang dalam berbagai bentuk, namun tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membaca, lebih-lebih menafsiran secara tepat tanda-tanda tersebut. Lebih banyak ‘disadari’ pasca peristiwa itu terjadi.

Ramalan Jayabaya, sering dijadikan rujukan untuk meramalkan masa depan. ‘Otak-atik gathuk’ (di otak-atik akhirnya ketemu ’penalaran’nya) menjadi pembenaran. Layaknya analisis peristiwa dengan teori konspirasi yang spekulatif dalam menarik benang merah atas fragmen-fragmen kejadian. Diantaranya yang paling poluler adalah ramalan ‘ratu’ (baca: raja) untuk pemimpin nasional di Nusantara pasca kemerdekaan, yaitu NOTONEGORO. Banyak kajian tentang itu di masyarakat. Tokoh gaek yang terkenal sebagai ‘dukun politik’ juga sudah ber-‘sasmita’.

Masyarakat akhirnya juga ikut latah mengamati tanda-tanda jaman tersebut. Cerita orang tua, saat peristiwa Gestapu (versi Soekarno) atau G30S/PKI (versi Soeharto) pada tahun1965. Sebelumnya ada lagu rakyat yang populer di masyarakat Jawa, yaitu ‘Genjer-genjer’, yang ternyata merupakan tanda-tanda jaman akan banyaknya jenderal yang pating keleler (terkapar tak berdaya).

Lagu ‘Anoman Obong’, yang menceritakan sequel kisah Ramayana,saat Hanoman membakar Alengka pernah marak dan populer sekali, sebelum meletusnya peristiwa kerusuhan ‘nasional’ Mei 98, dimana banyak sekali gedung dan mal yang di bakar ‘masa’(obong-obong). Peristiwa kelabu yang berujung pada pergantian rezim, tersebut salah satunya menimbulkan stigma kelam pada Prabowo (salah satu capres saat ini) yang diduga melakukan pelanggaran HAM dan dipecat (bahasa halusnya diberhentikan) dari ketentaraan.

Lagu ‘Alamat Palsu’ dari si Ayu Tingting pada tahun 2012 juga populer, menandai akan maraknya bisnis investasi bodong, bisnis online yang ownernya kabur tak diketahui mana rimbanya, alamat kantornya juga ternyata palsu! Saya nggak tahu apakah lagu tembang kenangan yang sebelumnya marak, juga menandai kerinduan akan ‘indah’nya kenangan Soeharto/Orba, karena reformarsi yang telah bergulir puluhan tahun tak kunjung mensejahterakan masyarakat.

Lalu? Saat ini, ada film Mahabarata yang ditayangkan oleh salah satu stasiun tv, saat ini cukup populer di masyarakat. Apakah juga merupakan tanda-tanda jaman? Sekali lagi, tanda-tanda jaman akan ‘disadari’ pasca peristiwa itu terjadi, namanya juga ‘otak-atik gathuk’ walau’alam.

Analogi Mahabarata

Serius amat sih? Hehehe..

Suhu politik yang mulai memanas ini janganlah sampai membawa kita terhanyut menjadi kehilangan akal sehat deh. Toh, kerasnya tantangan hidup tetap saja menjadi tanggung jawab kita masing-masing.

Analogi ini hanyalah plesetan politik yang sudah berkembang di media sosial, kalau pun bukan gambaran yang sebenarnya, namanya juga plesetan, jadi keep calm aja deh mengapresiasikannya. Kalau pun ada yang tergembirakan, dan sebaliknya juga ada yang tertohok-sengsarakan, namanya juga grass root pesisiran, kadang ungkapannya tanpa tedeng aling-aling, lugas apa adanya. Dan, tentunya, sedikit ngawur. Kata iklan ‘yang penting hepi’.

Kisah perang Barata Yuda pada epos Maha Barata, yang lumayan menghibur, ternyata juga teranalogikan pada kondisi aktual saat ini, pilpres. Jujur, pertama-tama kalau anda melihat sosok sengkuni, siapa tokoh Indonesia saat ini yang paling mirip?Nah, itu ‘kata kunci’ nya untuk menganalogikan pihak mana yang Kurawa dan pihak mana yang Pandawa dalam Pilpres tahun 2014 ini.

Selanjutnya, siapa tokoh yang paling tepat digambarkan oleh sosok Duryudana? Yang memiliki watak jumawa (baca: agak congkak), emosional, meledak-ledak, ‘sedikit’ kejam, suka mengintimidasi? Yang kaya raya sebagai putera mahkota Hastina Pura. Yang memimpin ‘tenda besar’ Bala-Kurawa? Sepertinya Anda juga piawai untuk menginterpretasikan siapa ‘aktor’ ini.

Dan yang terakhir, siapa yang layak dipersonifikasikan sebagai Yudistira? Yang jujur, sederhana , “baik hati dan tidak sombong”, tidak hedonis, apa adanya, cenderung mengalah-diam, seolah-olah didzalimi pun hanya berguman ‘orapopo’? Yang didukung oleh 4 ‘anasir’ saudaranya, menjadi kekuatan ‘Sedulur papat, limo pancer’ (memiliki 4 saudara, plus dirinya sebagai ‘pusat’)- Pandawa lima yang sakti…

Hehehe… Anda sendiri lho ya yang men’taksir’kankisah mahabarata ini. Artinya Anda sebenarnya juga sudah tahu, kira-kira jawaban yang diinginkan rakyat, tanda-tanda jaman, atas akhir cerita Mahabarata pilpres 2014 ini.

Ooouung..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun