Di zaman sekarang ini, pemahaman masyarakat terhadap kesehatan mental semakin meningkat. Dari media sosial atau bahkan obrolan mereka sehari-hari, bisa diketahui bahwa mereka mulai peduli terhadap situasi kejiwaan orang lain.
Misalnya saja ketika muncul sebuah kasus tertentu, maka akan ada banyak orang yang membahas kasus tersebut dari segi kejiwaan. Contoh lain adalah ketika masyarakat mulai mengetahui waktu kapan untuk berusaha keras dan kapan untuk bekerja. Biasanya, para remaja, setelah mereka belajar giat untuk menghadapi ujian, mereka akan pergi berjalan-jalan setelah selesai ujian.
Keadaan seperti ini sejujurnya sangat patut untuk disyukuri. Karena dengan begitu, kondisi kesehatan mental masyarakat bisa sedikit terjamin. Masyarakat jadi memahami bahwa yang penting bukanlah kesehatan fisik saja.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat hanya melakukan tindakan konformitas.Â
Apa itu tindakan konformitas?
Menurut Brehm dan Kassin (dalam Suryanto dkk., 2012), konformitas adalah kecenderungan individu untuk mengubah persepsi, opini dan perilaku mereka sesuai dengan norma-norma kelompok. Bahasa mudahnya adalah 'ikut-ikutan'.
Konformitas bisa dibilang adalah salah satu tindakan adaptasi dalam lingkungan kelompok sosial. Hal itu juga adalah alasan seseorang melakukan tindakan konformitas. Untuk bertahan di lingkungan masyarakat yang keras, tentunya beradaptasi adalah hal yang paling penting. Beradaptasi dalam hal kepedulian termasuk salah satunya, yang sebagai mana telah disebutkan di atas, yaitu kepedulian terhadap kesehatan mental.
Saat ini, semua orang tentu membutuhkan ponsel dan media sosial. Melalui dua hal itu, masyarakat secara tidak langsung akan dekat dengan orang lain. Dunia mereka tidak lagi berputar pada lingkungan di sekitar mereka yang biasa ditemui dan dilihat sehari-hari. Banyak orang yang tidak pernah bertemu bisa saling berteman melalui media sosial, bahkan mungkin mengobrol lebih sering dibanding orang yang ditemui. Dunia tiap individu berubah semakin luas dan begitu juga dengan lingkungan sosial mereka. Karena itulah, tindakan konformitas yang dilakukan masyarakat semakin luas cakupannya.
Lalu, apa hubungannya konformitas ini dengan kesehatan mental yang disebutkan di awal?
Hubungannya semudah bagaimana beberapa masyarakat ikut membicarakan tentang suatu kasus, berpendapat bahwa tindakan kekerasan seperti itu bisa merusak kondisi mental seseorang, tapi mereka bahkan tak peduli dengan kesehatan mental orang terdekat mereka.
Hal ini agak ironis ketika kita menyadari betapa bijaknya kenalan kita membicarakan tentang suatu kasus di media sosial, tetapi ketika berkaitan dengan orang terdekat, dia malah bertindak tidak tahu apa-apa. Malahan, menjadi orang yang membuat jatuhnya kesehatan mental orang lain.
Tindakan konformitas ini membuat seseorang jadi hanya bertindak ketika ada orang lain di kelompok mereka yang juga bertindak. Karena 'norma' di kelompok mereka berbeda, mereka jadi ikut berbeda. Karena 'norma' di kelompok mereka mengatakan secara tidak langsung untuk mengabaikan, mereka juga ikut mengabaikan. Karena 'norma' di kelompok sosial media mereka peduli dengan kesehatan mental, mereka ikut peduli. Tapi, juga karena 'norma' di kelompok nyata mereka tidak peduli, mereka juga jadi mengabaikan.