Mohon tunggu...
Sylvia Dewi Puspitaningtyas
Sylvia Dewi Puspitaningtyas Mohon Tunggu... -

Mahasiswi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, program studi Ilmu Komunikasi, konsentrasi studi Jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Money

Sekantong Perjuangan Hidup

23 Mei 2012   09:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:55 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
courtesy of Google pic.

Pelajaran berharga bisa diperoleh darimana saja dan dalam peristiwa apa saja. Tergantung bagaimana setiap orang menyikapi peristiwa-peristiwa yang ada disekitarnya.

[caption id="" align="alignleft" width="246" caption="courtesy of Google pic."][/caption] Febri (30), sejak tahun 2005 telah menggeluti dunia wirausaha Tela-tela. Produk yang telah menjamah dari Aceh hingga Papua ini adalah hasil jerih payah Febri mulai dari nol.

“Power of kepepet,” diungkapkan oleh febri menjadi salah satu faktor lahirnya usaha tela-tela ini.

Tahun 2005, Febri yang ketika itu masih berstatus mahasiswa UNY (Universitas Negri Yogyakarta) jurusan Fisika mengalami masalah keluarga yang berat. Akhirnya dia memutuskan untuk fokus membantu keluarga terlebih dahulu. Berbagai kegiatan dilakukannya mulai dari menjual ikan, sandal teklek, serta membuka les untuk anak-anak tetangganya, hingga kuliahnya cukup keteteran.

[caption id="" align="alignleft" width="243" caption="courtesy of google pic"][/caption] “Dulu ada juga ‘Warung Kita’ dan rental computer yang aku kelola, ” tandas Febri. “ Aku ngerjain tugas-tugasnya temen-temen yang kuliah. Satu soal tiga ribu. Laporan juga. Soal TurboPascal juga” Febri melanjutkan ceritanya diiringi tawa renyah hingga seluruh badan gempalnya ikut bergetar.

Keadaan ekonomi menuntut Febri untuk berusaha lebih dan lebih. Untuk itu dia memberanikan diri terjun dalam dunia wirausaha. Ide diperoleh dari makanan singkong keju. Resep, kemasan serta nama makanan tersebut dia kembangkan agar lebih menarik. Mengutip bahasa yang dia gunakan, singkong tersebut dibuat lebih nampol.

Produk yang diberi nama Tela-tela tersebut pertama kali dijual di Sunday Morning UGM. Namun sayang, Febri dan teman-temannya diusir satpam karena salah memilih tempat untuk berjualan.

“Akhirnya kami pulang. Padahal susah banget angkat-angkat wajan panas pakai pick up, mbak. Kulit kami kena cipratan-cipratan minyak” Febri yang kini telah memiliki 1500 warung franchise di seluruh Indonesia mengenang pengalamannya.

Setelah kejadian itu, Febri dan rekan-rekannya tidak berhenti begitu saja. Kegiatan berjualan Tela-tela tetap dia lanjutkan di rumah. Di warung keluarganya, sembari menjaga rental computer yang kini telah menjadi warung hot spot Emergency. Pembelinya dari kalangan mahasiswa.

Relasi yang baik memang akan mendapatkan manfaat yang baik. Tela-tela Febri yang terkenal di kalangan mahasiswa mendapat undangan untuk turut meramaikan pasar mahasiswa Fakultas Ekonomi UAJY. Dalam pasar makanan tersebut, terjual 500 paket sehari. Bahkan Febri mendapat pesanan gerobah dan bahan mentah dari beberapa teman mahasiswa yang tertarik pada wirausahanya.

Hingga outlet cabang Tela-tela ke-21, baru Febri mengenal istilah jenis bisnis franchise. Dia banyak belajar dari temannya Anton, yang mengelola ‘Don Pizza’. Setelah mempelajari bentuk bisnis tersebut, Febri memutuskan mengurus STUPW untuk meneguhkan usaha bisnisnya. Dengan birokrasi yang cukup rumit karena bentuk bisnis franchise juga masih tergolong baru untuk Disperindag, Tahun 2007 Febri mendapatkan ijin resmi.

Pengalaman dan keberhasilan Febri dalam mengelola Tela-tela telah membuktikan bahwa ilmu memang tidak hanya berasal dari istitusi pendidikan semata. Kemauan seseorang untuk peka terhadap lingkungannya juga bisa jadi sumber ilmu.

“Fisika nggak ngajarin franchise,” Febri adalah sosok yang ramah, humanis, dan to the point dalam berbicara. Pernyataan-pernyataan yang dia buat lugas didasarkan pada pengalaman luas yang dia miliki.

Ditengah kegiatannya mengurus bisnisnya yang berkembang makin besar, sekarang dia masih rutin terlihat di warung hot spot miliknya. Biasanya untuk sekedar nongkrong dan mengobrol dengan siapa saja. Tapi ketika warung penuh, dia akan turun tangan untuk menjaga kasir, atau memasak di dapur.

“Mungkin agak aneh. Tapi gini-gini aku hobinya masak lho, mbak”

Hobi memasaknya juga menjadi salah satu faktor lahirnya bisnis tela-tela. Bagi Febri, apapun usaha yang digeluti sebaiknya memang dimulai dari rasa suka. Ketika seseorang senang mengerjakan sesuatu, hasilnya akan masimal. Kecintaan Febri pada kegiatan memasak dan juga bisnis Tela-telanya sangat terlihat dalam setiap penggal cerita yang dia sampaikan.

“Kesenangan juga lho untuk bisa berbagi dengan orang disekitar kita,” pernyataan ini mengakhiri obrolan dengan Febri.

Satu setengah jam di malam selasa menjadi sangat bermanfaat untuk dihabiskan bersama Febri. Warung hot spot ‘Emergency’ di dusun Tambak Bayan kini tidak lagi terlihat sebagai sebuah warung biasa. Karena didalamnya selalu hidup kisah tentang perjuangan, kerja keras dan kepedulian terhadap sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun