Mohon tunggu...
Sylvia Dewi Puspitaningtyas
Sylvia Dewi Puspitaningtyas Mohon Tunggu... -

Mahasiswi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, program studi Ilmu Komunikasi, konsentrasi studi Jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ruwatan Bayi

20 April 2012   03:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:24 1801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“… Kita terlahir bagai selembar kertas putih. Tinggal kulukis dengan tinta pesan damai, dan terwujud harmoni…” – Harmoni by Padi

Layaknya apa yang tertuang dalam penggalan lirik lagu milik Padi tersebut, bayi lahir ke dunia dalam keadaan putih bersih. Oleh sebab itu, dalam berbagai budaya dikenal bermacam-macam tradisi ruwatan untuk menjaga kemurnian bayi. “ Ruwatan adalah sebuah tradisi untuk menghindarkan bayi dari hal-hal buruk,”begitu keterangan Agustinus Supriyanto, salah seorang warga Desa Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Pria berusia 53 tahun ini baru saja melakukan rangkaian kegiatan ruwatan untuk cucu pertamanya yang lahir 31 maret 2012 lalu.

Berbagai daerah memiliki tradisinya masing-masing dalam melakukan ruwatan bayi. Tiap tradisi didasarkan pada kepercayaan-kepercayaan tertentu. Salah satu tradisi ruwatan yang menarik dalam adat jawa di salah satu daerah kabupaten Semarang ini adalah ‘buang bayi’

Buang bayi adalah kegiatan membuang bayi ke tempat sampah terdekat di rumah untuk menolak segala sifat buruk bayi. Buang bayi tersebut dilakukan ketika weton si bayi dengan weton salah satu keluarga inti bayi (ayah, ibu, saudara kandung) sama. Ketika weton mereka sama, dipercaya bahwa bayi akan memiliki sifat yang sama persis sehingga akan menimbulkan perpecahan dalam keluarga.

“ Setelah pulang dari rumah sakit, bayi ditaruh di tempat sampah terdekat, atau istilanya dibuang. Setelah itu, kerabat dekat pura-pura lewat, lalu menemukan bayi itu. Bayi diangkat sebagai anak kerabat tersebut,” Irene (24) memberikan keterangan tentang proses buang bayi yang dia dan bayinya jalani. Meskipun dalam tradisi ruwatan tersebut bayi diangkat anak oleh kerabat, tapi bayi tersebut tetap dibesarkan oleh orang tuanya. Kegiatan buang bayi tersebut sekedar dilakukan untuk menolak perpecahan dalam keluarga inti bayi.

Selain tradisi buang bayi, masih ada beberapa rangkaian kegiatan ruwatan bayi dalam tradisi jawa. Kegiatan lainnya meliputi pemasangan sapu Gerang, selapanan, tedhak siten serta beberapa kegiatan lainnya. Tiap tradisi dilakukan atas dasar kepercayaan tertentu. Dan tiap daerah memiliki kepercayaan dan tradisinya masing-masing dalam ruwatan bayi. Namun satu tujuan yang sama dalam tradisi-tradisi tersebut adalah menghindarkan hal-hal buruk dari diri si bayi, dan menghantar bayi mendapatkan kehidupan yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun