Mohon tunggu...
Sylvia Dewi
Sylvia Dewi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik yang saat ini tengah menggeluti studi jurnalistik. sedikit bermasalah dengan kemampuan menyampaikan pendapat secara lisan, dan saat ini tengah belajar untuk mengutarakan pendapat-pendapatnya melalui tulisan. sementara cukup sekian. "...tak perlu takut untuk mencoba dan melakukan kesalahan, karena kita bisa kembali ke persimpangan jalan yang sama untuk mencoba jalan lainnya"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

KPK Berulah

4 April 2011   05:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makin hari kasus korupsi di Indonesia makin bertambah. Satu kasus belum dapat dituntaskan oleh pihak yang berwenang, muncul kasus korupsi lainnya. Para pejabat pemerintahan seolah tengah bersepakat untuk membuat bingung KPK dengan sederetan kasus penggelapan dana.

Korupsi bagaikan penyakit cacar air. Semakin digaruk dan dipecahkan justru semakin banyak menyebar. Tidak berkaca dari kasus-kasus sebelumnya, selalu saja ada pejabat pemerintahan yang kembali membuat ulah dengan “meminjam” uang rakyat.

Mungkin memang tidak ada kata jera dalam kamus mereka. Justru KPK menjadi pihak yang terombang-ambing. Banyaknya kasus korupsi besar membaut mereka bingung menentukan fokus. Hasilnya, satu kasus akhirnya memakan waktu penyelesaian yang relatif  lama. Kita dapat berkaca dari kasus Susno Duaji. Entah sejak kapan kasus itu muncul, namun baru beberapa saat lalu keluar keputusan pasti perihal vonis 3,5 tahun penjara (kompas 25 maret 2011).

KPK yang kurang sigap membuat para pejabat “nakal” tidak ragu untuk berulah. Vonis penjarapun tidak lagi menjadi ancaman yang mengerikan semenjak media meliput “hunian” milik Arthalita Suryani.

Aparat pemerintah memang sepertinya kurang tegas dalam menjalankan fungsinya, terutama terhadap mereka yang berkantong tebal. Maraknya korupsi serta penjara dengan fasilitas khusus menjadi dua dari sekian banyak bentuk kekurangtegasan tersebut.Andai saja semua mendapat perlakuan sama di mata hukum, mungkin para pejabat pemerintah kita akan berfikir seribu kali untuk “berbuat serong”.

Bayangkan saja, maling ayam harus mendekam lama di penjara dan menanggung resiko diadili masa. Ketika seorang pejabat yang melakukan korupsi diperlakukan sama, maka entah berapa lama dia harus mendekam dibalik jeruji besi. Tinggal kita hitung saja berapa jumlah ayam yang mampu dia beli dengan uang hasil korupsinya itu untuk menperkirakan seberapa lama dia harus menjalani masa tahanan. Tentu dalam kenyataan tidak mungkin terjadi seperti itu. Hakim memiliki kebijakan dan pertimbanganya sendiri untuk menentukan hukuman yang pantas bagi para koruptor.

Tepatpada hari yang sama dibacakannya putusan vonis untuk Susno, mengantri satu kasus korupsi baru yang dilakukan oleh mantan Dirut PLN, Eddie Widiono. Sementara itu, masih banyak agenda kasus korupsi yang harus diselesaikan oleh KPK. Diantara sekian banyak kasus yang mengantri, KPK justru berulah. Beberapa saat yang lalu muncul berita bahwa KPK mengusulkan pembangunan gedung baru untuk mendukung kinerja KPK.

Pembangunan gedung yang dianggarkan sebesar kurang lebih 180 Milyar Rupiah tersebut diusulkan karena gedung lama tidak lagi sesuai kapasitas. Gedung lama KPK hanya dapat menampung 500 karyawan sementara karyawan KPK kini ada sebanyak 600 orang.Dilain pihak, dokumen kasus KPK makin hari juga makin bertambah banyak. Kasus yang belum terpecahkan masih banyak dan kasus korupsi baru kian meningkat dari hari kehari.

Kasus korupsi tetap menjadi hal yang sulit dipecahkan dan makin bertambah tiap harinya.  Uang negara kian hari kian tipis digerogoti oleh para koruptor. Bila benar ingin memberikan pengabdian tulus kepada negara, maka usulan gedung baru ini dapat dipikirkan ulang. Kekurangan prasarana untuk menyimpan dokumen mungkin bisa diatasi dengan cara lain selain pembangunan gedung. Jangan menjadi seperti DPR yang justru menjadi benalu untuk tanaman yang sedang berjuang hidup.  Apabila pembangunan gedung baru memang harus diaksanakan, maka anggota KPK mungkin harus bersabar terlebih dahulu hingga negara agraris ini berhenti menjadi pengimpor beras.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun