Mohon tunggu...
Sylvia Dewi
Sylvia Dewi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik yang saat ini tengah menggeluti studi jurnalistik. sedikit bermasalah dengan kemampuan menyampaikan pendapat secara lisan, dan saat ini tengah belajar untuk mengutarakan pendapat-pendapatnya melalui tulisan. sementara cukup sekian. "...tak perlu takut untuk mencoba dan melakukan kesalahan, karena kita bisa kembali ke persimpangan jalan yang sama untuk mencoba jalan lainnya"

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kartun: Media Pembentuk Perspektif Anak

7 Maret 2011   06:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:00 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kartun identik dengan dunia anak-anak. Pernyataan tersebut cukup tepat mengingat berbagai stasiun televisi menayangkannya sebagai program yang diperuntukkan bagi anak-anak. Selain stasiun televisi, berbagai toko kaset juga menyediakan film-film kartun untuk konsumsi anak-anak.

Dekatnya keberadaan kartun dengan dunia anak-anak bukan berarti tanpa resiko. Berbagai cerita yang disodorkan melalui film kartun memuat nilai yang berbeda-beda. Muatan-muatan nilai tersebut menuntut kita untuk lebih jeli.

Masa kanak-kanak adalah masa di mana manusia sampai pada tahap menangkap dan meniru. Segala hal yang mereka jumpai di sekitar bisa jadi merupakan informasi baru yang menarik minat mereka. Untuk pembentukkan pribadi yang unggul, kualitas informasi di sekitar anak-anak harus diperhatikan dengan baik.

Perjuangan Kesetaraan di Indonesia

Beralih dari bahasan mengenai film kartun. Gerakan perjuangan kesetaraan gender di Indonesia belakangan ini menunjukkan peningkatan. Berbagai LSM yang menyerukan hak-hak perempuan dan anak-anak dapat kita temukan dengan mudah di berbagai kota besar. Pendidikan mengenai kesetaraan gender pun kini mulai merambah dunia akademik.

Perjuangan kesetaraan tersebut bukan berarti berkembang tanpa adanya halangan yang berarti. Kelompok-kelompok massa yang kontra cukup banyak. Selain itu, budaya patriakhi yang mengakar kuat agaknya menjadi rintangan besar bagi terwujudnya kesetaraan tersebut.

Mengkritisi budaya patriakhi mungkin bukan hal yang sulit. Kesulitan tersebut baru akan kita jumpai dalam prakteknya. Sadar atau tidak, media massa berperan besar dalam menumbuhkembangkan budaya patriakhi tersebut. Ketika media massa turut berperan, anak-anak menjadi konsumen yang paling rentan. Tayangan-tayangan kartun yang dekat dengan dunia anak-anak menjadi salah satu perantaranya.

Power of Media

Ketidaksetaraan gender dalam beberapa film kartun memang tidak tersurat dalam kata-kata maupun gambar tokoh-tokohnya. Namun, tanpa kita sadari nilai tersebut tertanam cukup kuat dalam alur cerita yang mengalir. Sesuatu yang tidak disadari tersebut justru menjadi hal yang paling berbahaya. Tanpa anak-anakmenyadarinya, mereka dibimbing pada pemikiran tersebut. Seperti kerbau dicocok hidungnya, mereka tidak akan memberontak.

Kita dapat melihat keberadaan nilai-nilai tersebut dalam beberapa film bertema princess. Dalam cerita-cerita princess, perempuan selalu digambarkan sebagai sosok unpowerfull yang hanya peduli pada masalah cinta, pernikahan, suami, dan pelayanan. Perempuan yang baik adalah mereka yang berwajah cantik dan lemah lembut. Pria yang sejati digambarkan sebagai mereka yang selalu memerangi kejahatan, berbudi baik, dan tampan.

Perspektif yang selalu sama dalam beberapa film kartun tanpa disadari menggiring anak-anak pada sebuah sudut pandang. Perempuan baik adalah perempuan yang cantik, lemah lembut, penuh cinta dan selalu meayani. Pria sejati adalah mereka yang gagah perkasa, berani dan baik hati.

Tidak hanya dalam perspektif sosok perempuan dan laki-laki, film-film kartun terkadang juga menyeret anak-anak masuk dalam pemahaman tertentu. Sosok perempuan yang selalu melayani dan mengurus rumah, secara tersirat akhirnya menempatkan perempuan dalam posisi di bawah laki-laki.

Meskipun beberapa film kartun membawa nilai-nilai ketidaksetaraan, bukan berarti film kartun menjadi tayangan tak layak tonton. Buka berarti pula bahwa film kartun tidak bisa lagi menjadi tontonan anak-anak. Film kartun sebenarnya adalah media belajar yang efektif. Kekuatan film kartun dalam menarik minat anak-anak cukup besar. Yang perlu diwaspadai pada sebuah film kartun adalah interpretasi nilai yang terkandung didalamnya.

Film kartun yang begitu banyak membawa pesan-pesan implisit tentu harus kita kritisi dengan baik. Tidak hanya sekedar menyodorkan film-film tersebut sebagai konsumsi anak-anak, kita juga harus mampu membimbing mereka. Anak-anak perlu mendapat bimbingan untuk memahami dan menyikapi pesan-pesan implisit yang ada pada tontonan mereka. Jika begitu, maka seharusnya tayangan-tayangan kartun televisi mendapatkan label baru. Bimbingan Orangtua. Tentunya anak-anak tersebut membutuhkan bimbingan dari pribadi-pribadi yang terbuka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun