Matahari terbenam memperlihatkan cantiknya langit biru yang mulai kekuningan, ya di jam -- jam seperti itu bagi ku hari baru saja dimulai. Berjalan menelusuri trotoar menuju pelataran kampus, sambil melihat kemacetan lalu lintas yang kebetulan sore itu begitu padat, ya memang jam pulang kantor memang selalu membuat kemacetan dimana -- mana. Angin sejuk dengan enaknya menelusuri tubuhku, "ah sial, rambutku menjadi acak -- acakan" Â ucapku dalam hati sembari membenarkan tatanan rambutku agar kembali rapih.Â
"Sana!" ku lihat di sebrang sana seorang pria yang memakai hoodie hitam dengan senyuman manis yang ia miliki dengan earphone yang melekat ditelinganya melambaikan tangan dan memanggil namaku, dia Juan, Juan Putra Abinawa. Dengan senyuman yang tidak lepas dari bibirnya dia menyebrangi jalanan yang padat lalu lintas itu dengan sedikit lari kecil untuk menghampiriku. Aku tersenyum, dan menunggu dia menghampiriku, aku ingin tau keluhan apa lagi yang akan ia ceritakan kepadaku.
"Sana, Bima.. ah aku kesal sekali dengan dia!" Â senyuman manis tadi hilang, digantikan dengan raut wajah yang terlihat begitu kesal. Bima, dia salah satu teman dekat Juan saking dekatnya Juan hampir setiap hari tidur di rumah Bima. "huftt.. Bima mengejekku lagi karena aku tidak memiliki pacar. Apa aku mulai pendekatan saja ya dengan Sinta temanmu itu, hmm dia cukup cantik" ucap Juan sambil sedikit tersenyum membayangkan wajah Sinta, ya Sinta teman dekatku dia selalu bersamaku setiap saat. Seketika aku terdiam dan tidak tau apa yang harus aku katakan, aku hanya mengacak -- acakan rambutnya dan pergi begitu saja tanpa berkata apapun.
Tujuh ratus tiga puluh hari sudah aku mengenal Juan, kurang lebih dua tahun aku mengenal sosoknya, dan sudah selama itu pula dia tidak pernah menyadari bahwa aku menyukainya. Mata nya yang selalu berbinar ketika berbicara denganku, senyumnya yang manis ketika dia menyapa ku, dan suaranya yang lembut ketika dia bercerita kepadaku, aku mengaguminya, ahh tidak, aku menyukainya.Â
Aku sadar kita hanya teman dan dia hanya menganggapku sebatas teman untuk dia bercerita, bagiku itu saja sudah cukup, asal aku melihat senyuman manisnya setiap saat, melihat matanya dan mendengarkan suara lembutnya setiap hari itu sudah cukup. Tapi ketika dia mengucapkan ingin mendekati sahabatku perasaan aneh itu tiba -- tiba muncul di hatiku, yang jadi permasalahannya sahabatku ini juga menyukai Juan, ya mereka saling suka dan hanya aku yang tahu bahwa mereka saling suka.
Hari demi hari ternyata Juan mulai mendekati Sinta, selalu ku lihat mereka makan bersama, pulang bersama, dan canda tawa bersama, itu membuat hatiku sedikit sakit karena hal -- hal yang Juan lakukan kepada Sinta adalah perlakuan dia kepadaku selama dua tahun kebelakang, aku merasa kini Juan mulai sedikitnya melupakanku.
Juan sadar bahwa beberapa hari ini ada yang berbeda denganku, dia mulai mendekati ku lagi, mengajakku bercanda lagi, tapi aku merespon dia dengan seadanya, karena aku sadar bahwa yang sebenernya dia butuhkan selama ini bukan aku tapi Sinta. Semenjak kejadian itu aku menyibukan diriku dengan hal -- hal yang aku suka, aku mulai meninggalkan Juan walaupun ada rasa rindu di hatiku tapi melihatnya tersenyum begitu manis dengan Sinta aku mengalah dan memilih untuk pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H