“Awali harimu dengan senyuman”.Pagi yang selalu menjadi tumpuan hidup mampu menghadirkan keindahan dalam setiap menit kehidupan, karenanya terdapat kekuatan lebih ketika malam yang hening terpancarkan kemegahan langit dengan melakukan hal yang baik. Hal ini akan menjadi kebiasaaan bagi mereka yang menjadikan pagi semangat dalam melakukan pekerjaan dalam hari.
Pun juga menjadi kebiasaan buruk bagi mereka yang tidak terbiasa bagun pagi seakan baginya sebuah hambatan. Sedangkan seseorang itu dapat dilihat dari paginya ketika bangun dari mimpinya, dimana dia memulai hari yang baru, apakah dengan senyuman, atau dengan hati yang gundah, dan juga dapat dilihat dari waktu bangunnya sebelum shubuh atau setelahnya.
Perbedaan dari kedua waktu tersebuat sangat tampak pada kepribadiannya dalam sehari. Keadaan lebih segar, tenang penuh dengan senyuman dan keindahan ini akan terpancarkan pada diri seseorang yang membiasakan bangun pagi sebelum waktu shubuh dengan berdo’a dan senyuman. Begitu juga sebaliknya ketidak tenangan, keresahan, kegundahan, diri yang terpenuhi keinginan untuk marah entah pada diri sendiri ataupun orang lain, pun akan tampak pada diri yang sering telat bangun pagi.
Seseorang akan memiliki dan menumbuhkan semangat kembali ketika menyambut pagi dengan senyuman, seakan hidup tanpa beban, meskipun sebenarnya penuh dengan ujian dan musiabah. Sebab dalam dirinya terdapat optimisme dan semangat tinggi bahwa semuanya akan baik-baik saja. Terlebih menyambut pagi dengan ber’doa. Sehingga dalam diri manusia terdapat kekuatan dalam mengahdapi hari yang begitu penuh dengan sandiwara belaka.
Memaksakan diri untuk bangun lebih awal juga termasuk berusaha untuk menjadikan hidup lebih indah dan berwarna. Akan tetapi hal ini juga sulit untuk bisa dilakukan tanpa sebab atau perintah. Sebaiknya untuk memunculkan semangat bangun pagi harus memiliki tujuan dalam hidupnya, misalnya bangun pagi karena biar bisa sholat malam dan membaca al-Qur’an ataupun karena lainnya, sebab dengan sholat malam semua urusan akan lancar, contoh menjadi lulusan siswa terbaik, supaya segera dipertemukan jodohnya, rezekinya lancar dan sebagainya. Intinya dia ingin bangun pagi dengan niat supaya urusannya lancar dan menjadi lulusan siswa terbaik, bukan niat karena Allah. Padahal hidup di dunia ini tidak lain hanya karena Allah, yang segala sesuatunya disandarkan.
Demikian dalam sebuah pendidikan juga bisa dilakukan, bahkan juga sangat dianjurkan. Seperti halnya melakukan puasa, seorang guru menganjurkan puasa sunnah senin dan kamis, supaya ujiannya diberi kelancaran. Sebenarnya maksud guru supaya murid membiasakan diri untuk berpuasa, akan tetapi dipaksa supaya berpuasa sehingga dengan harapan yang demikian inginnya untuk dimudahkan ujiannya maka mereka terpaksa untuk berpuasa dan mereka niat puasapun juga bukan karena Allah melainkan dimudahkan ujiannya. Setelah mereka melakukan dengan terpaksa lambat hari dengan tidak terasa mereka sudah terbiasa, dan akan menjadi faham serta mengerti tujuan sesungguhnya mereka berpuasa, yaitu membiasakan diri untuk menahan hawa nafsu karena Allah, bukan lagi karena ujian.
Contoh lainnya, siswa wajib berkumpul di masjid ketika bel berbunyi tiga kali untuk melakukan sholat dhuha berjama’ah. Jika mereka tidak dipaksa dengan berderingnya bel maka mereka juga tidak akan terbiasa untuk melakukan sholat dhuha. Dengan itu mereka melakukan sholat dhuha karena ada bel, jika suatu hari bel rusak dan tidak berbunyi maka mereka tidak akan melakukannya. Oleh karena itu hal tersebut dijadikan alat atau media untuk memaksa mereka supaya terbiasa melakukan sholat dhuha, sampai tiba ada dan tidaknya bel berbunyi mereka tetap melakukannya. Karena sudah terbiasa maka dia akan sadar akan pentingnya melakukan hal tersebut.
Melakukan keterpaksaan tidak hanya membutuhkan waktu satu hari atau dua, melainkan sepanjang hidupanya sampai titik pemahamannya muncul dengan sendirinya, sehingga akan mengerti apa makna dari segala sesuatu yang dilakukannya di duania dalam sebuah kehidupan. Mengapa harus sholat, puasa, dzikir, shodaqoh dan juga lainnya.
Maka dari itu untuk memulai sesuatu dalam dunia pendidikan akan dididik dengan keterpaksaan, dipaksa oleh guru atau orang tua, kemudian seorang anak atau siswa akan merasa terpaksa dengan hal tersebut dan terakhir dia akan terbiasa dalam melakukannya dengan semangat yang tiada beban, sehingga kesadaran dirinya sudah tak harus diiangatkan lagi sebab sudah terbiasa melakukannya, meskipun ada atau tidaknya perintah.
“Hidup jika tidak dilakukan dengan terpaksa, maka santailah kita menjalani hidup, karena hidup adalah melatih kita seberapa tangguh dan kuatkah kita dalam menghadapi ujian hidup”
Allahu A’lam