Pagi setengah mendung kali ini tak bisa menghentikan jeritan kicauan burung yang saling bersahutan, pohon yang melambai-lambai dan matahari yang malu menampakkan dirinya. Suasana yang masih sama dengan sebelum-sebelumnya hawa panas yang dimiliki Jombang juga tak pernah menyurutkan semangat para pengabdi agama dan bangsa. Disinilah tempat dimana yang tidak sama terlihat sama, yang tidak tahu terlihat tahu dan yang tidak suka terlihat suka. Demikian karena disini adalah kota santri yang terkenal kental dengan ke-Aswajaan-nya atau Ahlu As-Sunnah wa Al-Jama’ah dengan diprovokatori oleh KH. Hasyim As’ari, juga ada tokoh fenomenal yang sampai sekarang masih hidup di semua kalangan, remaja, dewasa dan juga orang tua, yaitu Gus Dur. Dari semua itu tak lepas dari keagungan seorang santri kepada sang gurunya, kyai. Bahkan dari ke-ta’dimannya mereka lebih memilih pengabdian yang mengarah pada keberkahan hidup dari pada belajar. Karena jika hanya belajar, maka akan dapat satu yaitu belajar saja, tapi kalau mengabdi akan mendapatkan dua yaitu, mengabdi sendiri dan belajar, sehingga ilmunya akan lebih tampak banyak yang mengabdi dari pada hanya belajar saja.
Macam dari sebuah pengabdian sendiri adalah sangat banyak, bisa dimulai dari mengasihi atau menyayangi atau memberi kasih, kepada siapapun. Kata ini yang mengasihi maka dikasihi, itu sudah jelas dalam sabda Rasulullah. Dari itu bahasa mudanya siapa yang memberi akan diberi, jadi ketika ada seseorang yang mengasihi temannya atau hewanpun sekalian akan mendapatkan balasan kasih sayang. Contoh suatu ketika seorang anak muda yang berjalan dengan santai di tepi jalan yang begitu ramai dan bising akan suara-suara kendaraan yang tak pernah hentinya. Tiba saat dia menoleh ke araha jarum jam 3, dia melihat ada sosok wanita yang menggendong anaknya untuk menyeberang di jalan raya tersebut. Langsung dengan cepat dia lari menuju ke arahnya dan menghentikan para berkendara untuk berhenti sejenak supaya ibu tadi bisa menyeberang dengan selamat. Usai selesai menyeberangkan ibu tersebut sudah jelas dia menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya. Pemuda tadi langsung kembali berjalan untuk menuju ke surau melanjutkan tugas dari gurunya untuk membersihkan masjid yang ada di tengah-tengah kota, karena disana tidak ada yang mau merawat masjid tersbut. Sampai disana dia masih saja ditemukan dengan kucing yang mengeong-ngeong pertanda ia lapar, tanpa berfikir panjang dia belikan ikan asin di toko terdekat dengan uang seadanya.
Contoh kecil dari mengasihi adalah membantu yang membutuhkan, tidak akan mau membantu atau menolong jika dia tidak mempunyai belas kasih yang suci dari dirinya. Oleh karenanya membantu merupakan hal yang sangat sepele tapi dapat berpengaruh besar, yaitu balasan. Ketika balasan itu datang dari sesama manusia yang Allah titipkan kepadanya akan berakibat besar yang itu tidak dapat difikirkan oleh nalar manusia, bahkan datangnya pun tidak disangka-sangka dan juga melebihi dari apa yang dibutuhkan manusia. Itu setimpal dengan balasan orang yang berbuat baik yang balasannya sangat luar biasa, begitu juga dengan yang tak pernah mengasihi maka akan tidak dikasihi juga. Ini merupakan kode yang dijadikan sebagai hak setimpal. Oleh karenanya berbuat baik tidak akan pernah sia-sia, karena didalamnya banyak peluang untuk mendapatkan kasih yang Allah berikan. Siapapun itu tidak akan pandang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau agama yang lainnya, semua itu sama. Siapa yang mengasihi, maka akan dikasihi.
“Mengasihi bukanlah sekedar kasih yang ingin mengharapkan balasan kasih pula, tapi mengasihi tulus dari hati, walaupun tak mengharapkan balasan kasih, pasti Yang Maha Kasih akan mengasihinya melalui sesama makhluk ciptaan-Nya.”
Allahu A’lam.
Malang, 03 Februari 2016
Syuff Ainayya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H