Mohon tunggu...
Syifa Qurrotu
Syifa Qurrotu Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Mahasiswi Prodi Akuntansi Universitas Pelita Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Sosial Media Berdampak Negatif Pada Kesehatan Mental Remaja?

23 Oktober 2024   09:39 Diperbarui: 23 Oktober 2024   15:12 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/

Saat ini kita berada di tengah-tengah krisis Kesehatan Mental remaja di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Ini adalah Tantangan Kesehatan Masyarakat yang menentukan di zaman kita dan saya sangat prihatin bahwa media sosial telah menjadi kontributor penting terhadap penderitaan dan perjuangan yang dialami banyak generasi muda kita.

Menghadapi pertanyaan yang ingin dijawab semua orang adalah "apakah media sosial berdampak negatif terhadap kesehatan mental?", kita harus ingat bahwa media sosial bukanlah satu hal, itu tergantung pada siapa Anda berbicara, konten apa yang Anda lihat, fungsi apa yang Anda gunakan untuk berinteraksi. Misalnya tombol suka, dampak platform media sosial seperti, X, Instagram, dan TikTok terhadap publik, khususnya remaja, tidak perlu dipertanyakan lagi, namun yang masih berperan adalah seberapa besar dampak negatif tersebut. Kita melihat penurunan besar dalam Kesehatan Mental Remaja, peningkatan depresi yang sebelumnya waktu yang cukup tepat ketika media sosial menjadi sangat besar dan menjadi sangat menarik pada satu atau dua tahun saat pubertas baru saja dimulai adalah waktu terpenting kedua untuk reorganisasi perkembangan otak remaja sepanjang hidup kita dan ada banyak pertumbuhan dan banyak lagi. Perubahan yang terjadi tepat pada saat kita memberikan mereka sebuah perangkat yang kita tahu membuat otak mereka bereaksi dengan cara yang tidak terduga dan dramatis. Menurut saya, jujur saja mungkin tidak baik dan menurut saya kita mempunyai bukti yang cukup kuat bahwa meskipun media sosial itu baik bagi sebagian besar orang, rata-rata orang-orang tampaknya berdampak buruk bagi remaja terutama remaja yang mengatakan dari usia 10 sampai 14 tahun. ini adalah saat ketika kita mengatakan sebagai komunitas kita harus memperhatikan kita harus segera melakukan sesuatu yang berbeda dan ini adalah sebuah hal mendesak.

Bukti kaitan antara depresi dan media sosial :

Salah satu peneliti studi, Jordyn Young dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa seseorang yang lebih jarang menggunakan media sosial umumnya cenderung tidak depresi dan tidak kesepian. Ia juga menambahkan, mengurangi penggunaan media sosial dapat menyebabkan terjadinya perbaikan, utamanya dalam hal kualitas kesejahteraan hidup seseorang. Studi tersebut melibatkan 143 mahasiswa dari Universitas Pennsylvania yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok yang diperbolehkan melanjutkan penggunaan media sosial seperti biasa dan kelompok yang diberikan batasan signifikan terhadap penggunaan media sosialnya.

Selama tiga minggu, kelompok yang dibatasi tersebut hanya boleh mengakses media sosial paling lama 30 menit setiap harinya. Waktu tersebut dibatasi, yaitu 10 menit untuk masing-masing tiga platform yang berbeda, yakni Facebook, Instagram, dan Snapchat. Untuk memastikan kondisi eksperimental tetap berjalan, para peneliti melihat data penggunaan aplikasi di ponsel para peserta, yang mendokumentasikan berapa lama waktu yang digunakan untuk membuka masing-masing aplikasi setiap harinya. Pada akhir studi, didapat hasil bahwa pada kelompok yang dibatasi penggunaan media sosialnya, tampak terdapat penurunan gejala depresi serta kesepian setelah membatasi penggunaan media sosial.

Para pakar berhipotesis, ini merupakan akibat suatu konten yang biasanya telah dipilih secara saksama, dalam arti hanya menampilkan apa yang ingin orang tersebut perlihatkan. Misalnya mengunggah makan di restoran mewah, dokumentasi kebahagiaan liburan keluarga, liburan romantis dengan pasangan, pesta dengan teman-teman, atau konten lain yang umumnya ingin memperlihatkan keriaan atau energi positif lainnya.

Nah, orang-orang yang melihat konten tersebut akan membandingkan hidupnya dengan konten yang ia lihat, yang mana konten tersebut terkesan jauh lebih menarik. Adanya perbandingan inilah yang diduga memicu seseorang mengalami depresi. Karena sudah ada hasil studi yang mengemukakan bahwa aktivitas media sosial yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa kesepian dan depresi, karenanya Anda diharapkan bersikap bijak dalam hal penggunaannya. Misalnya saat bersama dengan teman-teman atau keluarga, baiknya jangan sibuk memandangi smartphone. Ingat, kebersamaan di dunia nyata jauh lebih membahagiakan ketimbang sibuk melihat berbagai konten unggahan di media sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun