Ahmadiyyah, sebuah aliran dalam agama Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India pada 23 Maret 1889, telah menjadi sumber kontroversi sejak awal keberadaannya. Pengikutnya bahkan telah dicap sebagai murtad oleh sebagian pihak. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga pernah menyatakan bahwa Ahmadiyyah dianggap menyimpang dan sesat. Meskipun demikian, pengikut Ahmadiyyah di Indonesia tetap bertahan dan hidup berdampingan dengan organisasi Islam lainnya.Protes dan fatwa dari MUI memunculkan desakan untuk membubarkan Ahmadiyah, meskipun organisasi ini diakui secara sah. Jamaah Jamaah Ahmadiyah, termasuk rumah pribadi dan tempat ibadah, menjadi target serangan, bahkan beberapa anggota Ahmadi mengalami serangan fisik. Dampak dari fatwa MUI dituduh memicu 'kekerasan' yang dilakukan atas nama agama.
Lantas hal apakah yang membuat Ahmadiyyah menjadi sasaran orang orang yang tidak menyukainya?
Jamaah Muslim Ahmadiyah, yang merupakan pengikut Ahmadiyah, meyakini bahwa Allah SWT mengutus Mirza Ghulam Ahmad untuk mengakhiri konflik agama, kekerasan, dan untuk memulihkan nilai-nilai moral, keadilan, serta perdamaian.
Pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad diutus sebagai nabi setelah Rasulullah SAW. Ia juga menyatakan dirinya sebagai perwujudan kedua dari Nabi Isa dan Imam Mahdi. Hal ini menjadi titik perdebatan terkait eksistensi Ahmadiyah, termasuk di Indonesia. Padahal sudah disebutkan dalam Al Qur'an bahwa Nabi Muhammad SAW ialah rasul terakhir yang memiliki gelar khatamul anbiya wal mursalin atau penutup dari segala nabi dan rasul. Al-Qur'an menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah 'khatam an-nabiyyin', artinya dengan pasti dan tanpa keraguan, beliau adalah nabi terakhir dan menolak klaim kenabian dari individu lain di masa yang akan datang.
Dalam Ahmadiyyah, ada dua aliran utama yang mencerminkan perbedaan dalam penafsiran dan pandangan terhadap kepemimpinan setelah Mirza Ghulam Ahmad. Kedua aliran tersebut meliputi:
1. Ahmadiyyah Qadian (Jamaah Ahmadiyah Muslim): Ini adalah aliran utama yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Nabi kedua setelah Nabi Muhammad SAW. Mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad memenuhi peran kenabian dan sepenuhnya mendukung ajaran-ajarannya.
2. Lahore Ahmadiyyah (Jamaah Ahmadiyah Muslim Lahore): Aliran ini, juga dikenal sebagai Ahmadiyah Lahori, memiliki pandangan berbeda tentang status kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Mereka tidak melihatnya sebagai nabi baru, melainkan sebagai reformator dan mujaddid. Lahore Ahmadiyyah tetap mempertahankan prinsip-prinsip ajaran Ahmadiyyah, tetapi dengan penekanan pada interpretasi yang berbeda terhadap peran Mirza Ghulam Ahmad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H