Papa mempunyai seorang adik perempuan yang ku panggil tekyen. Aku dan tekyen sangat dekat, makanya aku dan keluargaku sering mengunjungi tekyen kesana.Â
Aku sering berkunjung ke kampungku itu di hari sabtu, setelah sepulang sekolah. Terkadang setelah pulang sekolah, aku mengganti lilitku dengan hijab dan langsung cuss ke kampungku. Senang rasanya mengunjungi kampung halaman yang kotanya asri dan tenang.
Papa menikah dengan mama pada tahun 2008. Papa berasal dari Kota Sawahlunto dan mama dari Kota Padang Panjang. Jadi jika ada hari-hari tertentu seperti hari raya, tahun baru, dan libur semester, pasti aku memilih Kota Sawahlunto untuk aku datangi.
Aku sangat betah ketika berada disana, apalagi rumahku itu berada di seberang kelok 16. Ketika bangun dari tidur aku membuka jendela kamar, langsung menghirup udara bersih dan melihat pemandangan kelok 16 yang membuat suasana hatiku tenang. Setelah itu, aku bersama tekyen dan adikku, akan maraton mendaki kelok 16 itu. Rasanya damai sekali, aku suka itu, suasana yang tenang bersama dengan orang orang yang ku sayang.
Di malam hari, aku dan keluargaku sering pergi ke taman segitiga. Disana aku dan keluargaku membeli jajanan dan adikku bermain ditaman-taman. Sejuk, tenang, indah, nyaman, semua suasana itu menjadi satu.
Kampungku ini adalah kota tua yang berakar pada sejarah tambang batu bara. Abad ke-19, Belanda membangun tambang Ombilin yang kemudian menjadi pusat ekonomi. Jejak masa lalu ini terasa jelas di setiap sudut kota. Ada Museum Tambang Batubara Ombilin, tempat yang menceritakan kisah para pekerja tambang, termasuk mereka yang dikenal sebagai "orang rantai." Disana, aku belajar bagaimana kota ini tumbuh dari keringat dan perjuangan.
Kampungku ini adalah kota tua yang berakar pada sejarah tambang batu bara. Abad ke-19, Belanda membangun tambang Ombilin yang kemudian menjadi pusat ekonomi. Jejak masa lalu ini terasa jelas di setiap sudut kota. Ada Museum Tambang Batubara Ombilin, tempat yang menceritakan kisah para pekerja tambang, termasuk mereka yang dikenal sebagai "orang rantai." Disana, aku belajar bagaimana kota ini tumbuh dari keringat dan perjuangan.Dikelilingi oleh bukit-bukit hijau yang menjulang dan lembah yang indah. Aku paling suka menghabiskan waktu di Danau Kandi, bekas tambang yang kini berubah menjadi tempat yang dikunjungi masyarakat Sumatera Barat. Di pagi hari, aku sering duduk di kelok 16, meminum teh sambil memandangi kabut yang perlahan terangkat. Suara burung dan hembusan angin membuatku merasa begitu damai.
Ada juga Danau biru, tempat favoritku untuk berjalan-jalan sore. Udara segar dan suasana tenang membuatku semakin yakin bahwa kehidupan di Sawahlunto adalah jawaban atas penatnya kehidupan kota besar.
Aku kagum dengan budaya Minangkabau yang masih kuat sampai sekarang di Sawahlunto. Setiap ada acara adat, pasti tak pernah melewatkan pertunjukan Randai---sebuah seni tradisional yang memadukan tari, musik, dan cerita. Melihat anak-anak belajar silek, seni bela diri Minangkabau, membuatku terinspirasi akan bagaimana nilai-nilai tradisi terus diwariskan.
Di Sawahlunto, makanan tradisional adalah salah satu hal yang membuatku betah. Setiap pulang kampung, aku menikmati lemang yang enak. Pasar tradisional menjadi tempat favoritku untuk berinteraksi dengan penduduk disana. Mereka ramah, selalu menyapaku dengan senyum.
Sawahlunto mengajarkanku untuk menikmati setiap momen. Disini, suasana yang tenang membuat setiap aktivitas terasa menyenangkan. Menghargai waktu bersama keluarga dan komunitas. Aku sering menghabiskan sore di taman kota, di mana anak-anak bermain, orang tua bercengkerama, dan suasana penuh kehangatan. Malam hari adalah waktu yang paling kusukai. Lampu-lampu kota menerangi bangunan tua, menciptakan suasana yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Aku biasanya berjalan-jalan mengelilingi kota, merasakan angin malam sambil menikmati betala damai dan indahnya hidup disini.