Empat dekade lalu, perempuan adat Desa Ria-Ria di Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, berhasil memperjuangkan hak atas tanah leluhurnya saat para pria bersembunyi di hutan. Semangat perjuangan ini tumbuh lagi tatkala lahan mereka disebut 'dirampas secara halus' untuk program Food Estate (Samosir, 2024)Â
Latar BelakangÂ
Sejak program lumbung pangan masuk Desa Ria-Ria di Humbang Hasundutan, Sumatra Utara pada tahun 2020, berbagai permasalahan muncul, mulai dari soal sertifikat, gagal panen, hingga konflik lahan.
Menurut riset KSPPM pada awal tahun ini, 80 persen lahan di area Food Estate sudah kosong. Riset itu menyebut kegagalan di dua masa tanam membuat banyak petani mengaku kapok.
Selain itu, kini warga Desa Ria-Ria juga dibayangi konflik lahan. Sebagian tanah adat warga berada di kawasan hutan lindung (Humbahas, 2024)
Aktivis perempuan desa Ria-Ria di Humbang Hasundutan berjuang untuk memperjuangkan  tanah adat dan lahan mereka, mereka berjuang untuk memperoleh keadilan atas tanah yang telah mereka kelola, yang diambil untuk kepentingan proyek besar tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka sebagai warga. Dalam hal ini, mereka menuntut agar proyek tersebut tidak merugikan masyarakat setempat dan memastikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Implementasi Nilai Pancasila
Sila ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradabÂ
Perempuan desa memperjuangkan hak mereka atas tanah dan kehidupan yang layak. Dalam konteks ini, pengambilalihan tanah tanpa musyawarah dan tanpa ganti rugi yang adil bertentangan dengan prinsip ini, yang menuntut agar setiap individu diperlakukan secara adil dan bermartabat.
Sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan/perwakilan
Dalam konteks ini, perempuan dan masyarakat desa menuntut agar mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka. Proyek seperti Food Estate yang tidak melalui musyawarah atau konsultasi dengan masyarakat setempat, jelas melanggar prinsip musyawarah dan demokrasi yang menjadi landasan dalam sila ke-4 ini.