Sekilas Politik Ekonomi China saat ini
Melihat China saat ini secara ekonomi, militer, teknologi sudah canggih bahkan produk teknologi China mendominasi pasar internasional termasuk Indonesia. Padahal China menganut paham komunis yang saat ini berhasil menjadi negara adidaya, yang kebanyakan negara dengan berhaluan kiri itu tumbang. Kemajuan pesat China saat ini tentu tidak instant menjadi negara besar seperti sekarang ini, melalui proses yang panjang. Dimulai pada masa Deng Xiao Ping mulai mereformasi dan lebih terbuka dalam segi ekonomi atau perdagangan yang berdampak pada kemajuan ekonomi dan membuat stabilitas ekonomi politik China jauh membaik hingga saat ini (masa pemerintahan Xie Jinping). Singkatnya, ideologi yang dianut China saat ini adalah paham Marxisme Leninisme yakni menganut sistem satu partai. Memang secara ekonomi menganut sistem ekonomi pasar, namun secara politik Partai Komunis China merupakan pengendali negara, artinya yang memegang peranan penting tetap negara.
Artinya sistem ekonomi pasar disini adalah sebagai alat bukan tujuan. Peran Partai yang menguasai ekonomi dengan memberikan peran besar kepada BUMN yang menjadi penggerak ekonomi dan itu adalah bentuk komunisme yang masih terwujud. Peran partai benar-benar mengatur setiap sendi kehidupan masyarakat. Peran partai sangat kuat dari tingkat pemerintahan pusat sampai pada unsur masyarakat terkecil. Menunjukkan bahwa unsur komunisme yang masih kuat di samping mereka mengadopsi sistem ekonomi pasar. Kemudian, China juga berhasil menurunkan angka kemiskinan, adanya peningkatan PDB di China yang pesat. Namun perlu diketahui juga, masih terdapat ketimpangan sosial di China yang cukup besar. Hal ini terlihat dari gini rasio China di tahun 2020 yang mencapai nilai 0,49. Artinya terjadi ketimpangan sosial yang cukup tinggi di China. Selain itu terbatasnya kebebasan berpendapat di China karena pemerintah mengawasi semua aspek kehidupan, mulai dari pelajaran sekolah, tontonan TV, internet semua nya diatur dan diawasi oleh pemerintah. Aplikasi seperti hal nya Google, YouTube, dll itu tidak diperbolehkan digunakan karena dianggap berbahaya untuk persatuan dan kedaulatan negara.
Respon Masyarakat China terhadap Sistem Pemerintahan saat ini
Berangkat dari permasalahan ketimpangan sosial dan kepemimpinan yang otoriter yang terjadi di China, penulis berasumsi bahwa tidak semua masyarakat China sepakat dengan kebijakan yang diterapkan saat ini. Ini tercemin dengan apa yang terjadi baru-baru ini. Yap, Revolusi Toilet, adalah sebuah bentuk protes warga China terhadap Xie Jinping. Revolusi yang dimaksud adalah menempelkan tulisan-tulisan protes di dinding toilet. Ini dilakukan karena toilet menjadi tempat yang tak terpantau rezim pengawasan China. Protes mulai menyebar beberapa hari ke belakang setelah spanduk protes terbentang di jembatan Sitong, pada 13 Oktober 2022. Itu dilakukan beberapa hari sebelum pertemuan Partai Komunis China yang langgengkan kekuasaan Xie Jinping menjadi tiga periode. Dinding toilet pun jadi sarana protes warga atas kediktatoran Xie Jinping juga soal kebijakan lockdown yang dirasa memberatkan warga China. Protes itu pun dilakukan bukan hanya pada dinding toilet saja, namun di banyak tempat ditemui di luar negara China. Banyak poster yang bertuliskan protes terhadap kediaktatoran rezim oleh warga China yang berada di luar negeri. Dengan melakukan tindakan tersebut, masyarakat China merasa lebih bebas dalam mengungkapkan pandangan mereka. Mengingat sangat terbatasnya untuk berekspresi secara politik dan budaya di China. Juga merasa bahwa hal yang dilakukan itu adalah benar karena menyuarakan isi hati masyarakat China saat ini.
Ketakutan Masyarakat China untuk Berpendapat
Selain dari pada itu, merujuk dari penelitian Stanford tahun 2018-2019, bahwa tidak semua masyarakat China mendukung segala kebijakan pemerintah. Masyarakat China memiliki pandangan yang beragam tentang isu kebijakan publik. Namun karena masyarakat China tidak memiliki banyak kekuatan, dan peran Partai Komunis China yang memiliki pengaruh dan pengawasan penuh, sehingga mereka tidak berani mengungkapkan nya karena membahayakan diri mereka akibat dari kepemimpinan yang otoriter. Meskipun demikian, mayoritas responden, hampir 60% dalam survei yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2019, mendukung untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang kebijakan pemerintah, baik positif maupun negatif. Masyarakat China yang memiliki pandangan liberal secara politik lebih cenderung mendukung pasar bebas dan menentang kebijakan luar negeri nasionalistik. Sedangkan yang mendukung institusi politik otoriter malah lebih cenderung mendukung intervensi negara dalam ekonomi dan kebijakan luar negeri yang nasionalistik. Intinya, pembatasan terhadap kebebasan berbicara serta kebebasan berkumpul dan berdemonstrasi adalah inti dari kebijakan Partai Komunis China, dan ruang untuk kebebasan berekspresi dan mengkritik pemerintah benar-benar dibatasi dalam beberapa tahun terakhir.
Â
Kebijakan Mengenai Pembatasan Memiliki Anak
Termasuk sebagian masyarakat China merasa bahwa pemerintah tidak perlu mengurusi kebijakan soal anak atau berapa banyak anak yang mereka miliki. Ini jelas merupakan penilaian negatif pada "kebijakan satu anak" selama beberapa dekade, yang membatasi sebagian besar keluarga untuk memiliki lebih dari satu anak. Namun, sebenarnya pandangan negatif tentang campur tangan pemerintah dalam keluarga berencana tidak terlalu mengejutkan mengingat memang kebebasan pribadi di China memang sangat diatur dan  telah ada sejak era Mao Zedong dan mau tidak mau masyarakat China harus mematuhi kebijakan tersebut. Dan kebijakan ini berimbas dengan turun nya angka populasi China, dimana usia non produktif lebih banyak jumlah nya dibandingkan dengan usia produktif, yang mana tentu ini akan berdampak pada banyak aspek lainnya ke depannya.
Pendapat Masyarakat China Soal Bidang Keamanan