Mohon tunggu...
Syifa anditha Salsabila
Syifa anditha Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Siber Asia

Calon s.ilkom, alias sarjana ilmu komedi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bridgerton dan Efek Sampingnya

21 November 2021   10:28 Diperbarui: 21 November 2021   13:07 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak era pandemi, Netflix jadi salah platform digital streaming berbayar yang banyak digemari oleh kaum milenial, salah satunya saya. Pilihan tayangan beragam mulai dari film, serial, tayangan terbaru dan populer produksi luar dan dalam negeri dapat dengan mudah diakses secara legal dan terjangkau di Netflix. Kemudahan mengakses tayangan film dan serial tanpa harus datang ke bioskop juga jadi solusi yang baik untuk membuat pengguna betah menonton. Belum lagi rasanya di era digital seperti sekarang, hiburan online seperti menonton film di Netflix sudah menjadi kebutuhan atau bahkan kebiasaan sebagai cara untuk menghabiskan waktu luang. Ibarat kata, tidak mau ketinggalan zaman karena tidak menonton di Netflix. 

Omong-omong tentang serial, saya menonton salah satu yang dari serial populer di netflix, yaitu Bridgerton. Berlatar tahun 1800-an, tidak serta merta membuat serial ini dicap ketinggalan zaman, justru sebaliknya! 

Cerita tentang bagaimana pemeran utama yaitu Daphne, si gadis tertua keluarga bangsawan Bridgerton berjuang untuk mendapatkan pasangan dan hidup bahagia sebagaimana orang tuanya, dikemas secara ringan jadi alasan kenapa saya habiskan hari saya untuk menonton serial ini. 

Gak cuma tentang Daphne atau Simon, sang pemeran utama pria dan cerita romantis keduanya yang sudah pasti jalan ceritanya mudah ditebak, Bridgerton juga mengangkat isu-isu sosial seperti kesetaraan gender, pelecehan seksual juga edukasi seks yang mana sangat relevan dengan zaman sekarang, meskipun serial ini berlatar tahun 1800-an. 

Setelah menonton serial ini seolah membuka pikiran saya tentang bagaimana rendahnya kedudukan perempuan. Dimana pada serial tersebut, perempuan tidak memiliki kuasa untuk menentukan dengan siapa mereka harus menikah. 

Sebab keputusan terbesar ada pada ayah atau saudara laki-laki tertua. Ditakdirkan menjadi ibu rumah tangga untuk menjadi wanita yang sempurna, katanya. Jadi tidaklah perlu berpendidikan tinggi karena berujung menikah dan berakhir menjadi ibu rumah tangga. Ketidakberdayaan perempuan dalam mengejar apa yang diinginkan, tidak dapat berekspresi, tidak boleh miliki pendiriannya sendiri terkadang membuat saya kesal saat menonton. Namun semakin kesal saya, semakin banyak durasi serial yang saya habiskan.

Mengapa kita, sebagai perempuan harus melakukan yang terbaik hanya untuk menarik perhatian laki-laki? rasa-rasanya terdengar seperti sebuah pelelangan. Tidak hanya itu, serial ini juga membuat saya sadar bahwa kita ataupun saya sebagai perempuan haruslah berhati-hati dalam bertingkah laku. Tidak semua orang memiliki jalan pikiran yang selaras, ada pula yang bertentangan. 

Mereka yang bertentangan inilah yang bisa saja menggosip, atau bergunjing. Meski pada dasarnya ocehan atau gosip tak berdasar sering kali ditemukan di kehidupan sehari-hari. Seperti Lady Whistledown, sosok misterius yang menulis berita gosip kalangan atas pada sebuah selebaran skandal. Dimana dari sudut pandangnya, kita dibawa untuk mengikuti kehidupan dari kalangan elit tentang perjodohan yang kompetitif. 

Bagi saya, menonton serial Bridgerton memberi banyak wawasan tentang kehidupan, termasuk perihal dunia pernikahan juga edukasi seks yang mana sulit untuk disampaikan oleh beberapa orang tua pada anaknya. Saya memaknai pesan yang disampaikan melalui Bridgerton sebagai bentuk motivasi saya untuk menjadi perempuan sukses, juga untuk selalu bersikap dan bertingkah dengan hati-hati, namun bukan semata-mata untuk penuhi ekspektasi orang lain. 

Keinginan untuk menjadi perempuan sukses dalam hal pendidikan juga finansial dengan guna untuk mematahkan omongan jika perempuan berpendidikan tinggi adalah percuma karena berujung menjadi ibu rumah tangga. Suatu saat perempuan kelak akan menjadi ibu rumah tangga adalah benar, namun siapa bilang jika perempuan berpendidikan tinggi adalah percuma? Sebab ialah sosok pertama yang ajarkan banyak hal pada anaknya kelak. Karena perempuan akan jadi guru terbaik bagi anak-anaknya. 

Selaras dengan teori perbedaan individu. Dimana secara sederhana teori ini menjelaskan tentang tiap-tiap individu miliki perspektif yang berbeda-beda sesuai dengan tata kehidupan masing-masing terhadap media. Segala jenis informasi yang media beri, diterima dengan efek yang berbeda. Bergantung pada motivasi individu, posisi untuk menolak atau menerima pesan media, intelektualitas, kepercayaan, kebutuhan, persepsi, suasana hati dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun