Mohon tunggu...
Syifa Khoirul Hafidz
Syifa Khoirul Hafidz Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Menulis seputar buku, self improvement, dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Antara Kata dan Makna: Mengapa Buku Menjadi Jendela Kehidupan

10 Desember 2024   12:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   11:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Buku (Sumber: Unsplash/Kredit Photo by Susan Q Yin)

Pernahkah kamu merasa bahwa sebuah buku bisa mengubah cara pandangmu terhadap dunia? Atau mungkin, sebuah cerita yang kamu baca malah menyentuh hatimu lebih dalam daripada yang kamu harapkan? Di balik kata-kata yang tersusun rapi di halaman, buku punya kekuatan untuk membuka wawasan dan memperkenalkan kita pada realitas yang lebih luas. Buku bukan hanya kumpulan kata, tetapi jendela kehidupan yang bisa membawa kita melihat dunia dengan cara yang lebih mendalam, lebih luas, dan lebih kritis.

Kita sering menganggap buku hanya sebagai alat hiburan atau sumber pengetahuan. Tapi sebenarnya, setiap buku yang kita baca adalah pintu menuju makna yang lebih dalam, yang bisa menyentuh pengalaman hidup kita sendiri. Dan ketika kita berbicara tentang buku yang membuka jendela kehidupan, penulis Indonesia memiliki banyak karya yang bisa memberikan contoh nyata bagaimana kata-kata bisa menjadi cermin dari kehidupan itu sendiri.

Mari kita mulai dengan salah satu karya sastra Indonesia yang paling dikenal, Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Di balik kisah cinta dan perjuangan Minke, tokoh utama dalam novel ini, terdapat makna yang jauh lebih besar: sebuah kritik sosial terhadap kolonialisme, diskriminasi, dan ketidakadilan yang merajalela. Minke, seorang pribumi yang cerdas namun terbelenggu oleh sistem kolonial, memperjuangkan hak-haknya di tengah masyarakat yang masih dibelenggu oleh struktur sosial yang timpang. Buku ini mengajak kita untuk menatap kembali sejarah bangsa kita dan melihat bagaimana perjuangan untuk kemerdekaan tidak hanya terjadi di medan perang, tetapi juga di ranah pendidikan, kesadaran diri, dan identitas.

Melalui Bumi Manusia, Pramoedya mengajak pembacanya untuk memahami makna kebebasan dan kemerdekaan dengan cara yang lebih dalam. Ini bukan hanya soal bagaimana Indonesia merdeka dari penjajah, tapi tentang bagaimana masyarakat yang dijajah harus menemukan kembali harga diri dan jati diri mereka. Di sinilah buku ini menjadi jendela kehidupan; ia membuka mata kita untuk melihat realita yang lebih luas tentang ketidakadilan yang sering kali tersembunyi dalam sejarah yang kita pelajari di sekolah. Dengan kata-kata yang sederhana namun penuh makna, Pramoedya membawa kita ke dalam perjuangan panjang yang melibatkan perasaan, pemikiran, dan cita-cita.

Contoh lainnya bisa kita temukan dalam karya Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Novel ini mungkin lebih ringan, lebih mengalir, dan lebih mudah diterima banyak orang, tapi di balik ceritanya yang penuh warna, ada banyak makna yang mendalam tentang pendidikan, harapan, dan perjuangan untuk mengubah nasib. Ketika kita mengikuti perjalanan sepuluh anak dari Belitong yang berjuang untuk bisa bersekolah meski dengan segala keterbatasan, kita diajak untuk mengenali makna sejati dari sebuah impian. Buku ini mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya tentang mengisi otak dengan pengetahuan, tetapi juga tentang memberi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan menemukan potensi dirinya.

Melalui karakter-karakter seperti Ikal, Lintang, dan Arai, kita bisa melihat bagaimana kata-kata itu menggambarkan kekuatan tekad dan bagaimana mereka memaknai perjuangan hidup mereka. Laskar Pelangi tidak hanya membawa kita ke dalam dunia anak-anak yang penuh impian, tetapi juga mengajak kita merenung tentang bagaimana banyak anak-anak di Indonesia masih berjuang keras untuk bisa mendapatkan hak mereka atas pendidikan yang layak. Dalam hal ini, buku ini bukan hanya tentang sebuah cerita, tapi juga cermin dari realita sosial kita yang mungkin sering kita abaikan.

Selain itu, kita bisa melihat bagaimana karya-karya modern seperti Supernova karya Dee Lestari juga menunjukkan bagaimana buku bisa membuka wawasan kita tentang kehidupan. Supernova menggabungkan fiksi ilmiah, filosofi, dan cinta dalam satu karya yang kompleks. Buku ini membuat kita berpikir tentang makna hidup, keberadaan kita di alam semesta, dan hubungan antara individu dengan dunia di sekitarnya. Melalui karakter-karakter yang kuat dan ide-ide yang provokatif, Dee Lestari mengajak pembacanya untuk mempertanyakan makna hidup itu sendiri. Apakah kita hanya sekadar berjalan melalui hidup tanpa tujuan, atau kita benar-benar memahami posisi kita dalam keseluruhan gambaran besar kehidupan ini?

Buku seperti Supernova mengingatkan kita bahwa kata-kata lebih dari sekadar rangkaian simbol di atas kertas. Mereka adalah pencarian akan makna, pencarian yang tak pernah berhenti, yang bahkan bisa mengubah cara kita memandang dunia ini. Melalui tulisan-tulisan seperti ini, kita ditantang untuk berpikir lebih jauh tentang siapa kita dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia yang terus berkembang.

Jadi, mengapa buku bisa menjadi jendela kehidupan? Karena buku membawa kita untuk melihat lebih dari sekadar permukaan. Setiap halaman adalah undangan untuk mengintip kehidupan orang lain, baik itu di masa lalu atau di tempat yang jauh. Mereka memberikan kita perspektif yang lebih luas, mengajarkan kita tentang nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan bagaimana kita bisa lebih baik lagi dalam menjalani hidup. Lewat buku, kita bisa belajar tentang dunia luar dan juga dunia dalam diri kita sendiri.

Buku itu seperti teman yang selalu ada untuk memberi kita pandangan baru. Ketika kita membuka halaman-halaman sebuah buku, kita tidak hanya membaca kata demi kata, tetapi kita juga membuka pintu untuk memahami dunia dengan cara yang lebih dalam dan lebih luas. Seperti yang terlihat dalam karya-karya Pramoedya, Andrea Hirata, dan Dee Lestari, buku dapat membawa kita pada pemahaman yang lebih kaya tentang realitas sosial, perjuangan, dan makna hidup itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun