Kemarin, tepatnya di Stasiun Kereta Api Senen, Puan Maharani melepas para pamudik gratis menggunakan kereta api Gaya Baru Malam (GBM). Mudik Gratis Gotong Royong tersebut, dilaksanakan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dengan peserta sebanyak 480 orang yang memenuhi sekitar 6 gerbong kereta api. Puan Maharani, dalam posisinya sebagai salah seorang yang "dituakan" dalam partai tersebut, mendapatkan kesempatan untuk melepas langsung pemberangkatan mereka ke berbagai tujuan.
Bukan hanya kegiatan tersebut yang menarik dan bermanfaat, tapi juga pemandangan menarik ketika sebelum pemberangkatan. Puan Maharani, dengan tampilan sederhana seperti biasanya, mengenakan topi khas masinis serta memegang penanda sebagai isyarat kereta api segera berangkat. Di tengah keriuhan para penumpang dan para pengunjung, tampak sekali suasana yang menggembirakan.
Tidak hanya itu, sebelum diberangkatkan, Puan Maharani menyempatkan diri untuk mengunjungi langsung gerbong kereta yang digunakan untuk melakukan mudik gratis tersebut. Kunjungan itu untuk memastikan kenyamanan, kebersihan, fasilitas dan pelayanan yang seharusnya didapatkan para penumpang.
Maka, sebagaimana biasanya, Puan Maharani menunjukkan sisi kelembutannya ketika menyempatkan diri untuk melakunan obrolan ringan dengan beberapa penumpang. Berlangsung dalam suasana santai yang menyenangkan, tanpa sekat yang membatasi. Menanyakan hal-hal ringan tentang mudik dan puasa kepada para peserta mudik gratis dalam suasana yang asyik tentu mengandung kebahagiaan psikologis tersendiri, bagi Puan Maharani maupun bagi rakyat yang diajaknya ngobrol.
Puan Maharani tak tampak sebagai sosok yang kaku, karena citranya sebagai tokoh politik muda yang merakyat. Kerap kali melakukan kunjungan kerja dan membersamai rakyat untuk mendengarkan permasalahan yang dihadapi mereka. Sisi seperti inilah yang sejatinya menjadi salah satu modal penerimaan rakyat terhadap Puan Maharani, meski dalam dunia politik, namanya sering dinegasikan secara serampangan dengan sesuatu yang tidak mengenakkan.
Pemimpin harus merakyat, karena itulah modal utamanya. Pemimpin tak bisa melihat situasi yang terjadi dari menara gading lalu berbicara seakan-akan kakinya menjejakkan kaki. Pemimpin harus bisa turun langsung, membersamai rakyat, melakukan silaturrahmi, dan kunjungan kerja untuk benar-benar memahami kondisi yang ada di lapangan. Hal semacam inilah yang menjadi pegangan dan prinsip Puan Maharani, bahwa pemimpin harus merakyat dan menjadikan mereka sebagai tujuan dari segala kebijakan, sehingga tidak aneh ketika Puan Maharani tetap bertahan karena kinerjanya yang meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H