Tipe pekerja seperti apakah kamu? Aaah saya menulis ini bukan karena saya seorang pekerja professional dan memiliki bakat dalam mengkatagorikan itu. Saya hanya mengamati lingkungan kerja saya. Bukan, sama sekali bukan untuk saya tilai. Cuma untuk menjadi pelajaran dan pertimbangan aja. Kenapa? Ya, lucu saja. Karena bekerja bukan hanya untuk menyelesaikan pekerjaan namun bagaimana kamu akan berinteraksi dengan atasan, bawahan, relasi bahkan OB di sekitar kantor kamu. Berawal dengan seseorang yang saya anggap pekerja keras. Dulu, ketika saya masih menjadi editor freelance, assisten editor saya yang juga seorang penulis dan penyair ini adalah tipe seorang yang sinis dan galak. Jadi, kalau salah sedikit saja, dia tidak akan tanggung-tanggung mengoreksi kesalahan saya meskipun di depan banyak orang. Ya, awalnya saya down, tapi lama-lama terbiasa juga. Kalau salah ya perbaiki, keliru ya betulkan. Ini yang selalu editor saya bilang. Dan saya berusaha menerapkan prinsip ini dalam kerja saya. Namun, meskipun dia bawel dan setiap kesalahan pasti dikorek, dia adalah tipikal seorang assisten editor yang jeli dan cekatan. Bisa jadi, deadline 3 bulan kedepan sudah aman bulan sekarang. Inilah yang membuat saya mengagumi beliau. Belum lagi, dia selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang diperbuat meskipun kesalahan saya kala itu fatal. Ketika itu saya pertama kalinya mengedit novel anak dan tanpa saya sadari, kesalahan dan koreksian dalam pengeditan akhir itu masih sangat jauh dari sempurna alias masih banyak salahnya. Dari titik, koma, sampai kata-kata kasar. Alhasil, buku yang saya edit harus pending terbit. Saya malu sekali. Namun assisten editor tidak memarahi saya apalagi melemparkan hasil editan saya yang bertumpuk itu ke wajah saya #heu lebay. Dia hanya melihat sekilas hasil kerja saya dan bilang: perbaiki aja. Kesalahan ini jangan terulang lagi ya! Aduh, tenang lah saya. Lain lagi dengan seseorang yang satu pekerjaan dengan saya di tempat kerja yang dulu. Dari cara bicara dan gesturnya, dia tipikal orang yang keras. Saya sih tidak se-divisi dengan dia. Makanya, saya enggak kena kesan kerasnya. Tapi kami satu ruangan. Dulu, setiap ada bawahannya, dia selalu menyuruh dan terkesan membentak bawahannya meskipun hanya mengangkat telepon di depan wajahnya. Ya, mungkin emang itu pembawaan dirinya, saya pun bukan seorang yang lemah lembut apalagi bersikap seperti teh Ninih yang dipoligami Aa Gym.#apa sih lo kaga nyambung! Saya suka tertawa sendiri dengan kawan saya ini. Kalau ada telepon, meskipun letak telepon di depan mukanya, dia akan menyuruh bawahannya yang mengangkatnya. Saya jarang menerima telepon, karena tidak banyak yang berkepentingan dengan saya. Namun, ada satu kejadian yang bikin saya tertawa. Waktu itu, mungkin dia sedang kelewat stress dengan semua beban pekerjaannya sehingga ketika ada lagi beban pekerjaan kepadanya, dia malah marah-marah kepada bawahannya dan melempar semua barang yang ada di mejanya. Lagi-lagi mirip shitnetron. Hahaha. Saya tersenyum geli melihatnya. Ya, memang pekerjaan rentan dengan underpressure karena tekanan deadline dan kualitas. Saya hanya nyengir. Cenderung takut malah iya. Karena saya seorang yang agak sensitive dengan suara-suara keras sehingga rentan shock. Makanya, saya memilih ngacir ke kosan. Meskipun waktu itu saya akan memilih lembur.
Apakah pekerjaan memberatkanmu? oh Demi Tuhan, tidak ada pekerjaan yang sebenarnya membuat kamu sulit. Ya, setidaknya diawal kamu kesulitan namun akan menjadi mudah seiring kamu mengerjakannya. Teman saya adalah seorang yang bisa saya katakan bukan lulusan S1 seperti saya. Namun dia menjadi senior saya dan senior kami dalam dunia penerbitan. Karena dia berhasil mempelajari dan menguasai apapun yang bisa dia pelajari termasuk EYD dan tata bahasa baku yang malas sekali dipelajari. Contoh lain yang saya amati adalah seorang CEO di tempat kerja saya yang dulu. Karyawan lain begitu betah bekerja dengannya dan sangat menghormati teman saya itu. Kala itu, saya hanya menganggap, mungkin karena dia adalah atasan dan hal wajar ketika bawahan menghormati atasannya. Ternyata bukan itu. Dia adalah tipe orang yang professional dan tidak cenderung menyalahkan. Jika ada kekeliruan dan kesalahan, dia tidak membentak bawahan dan mencari-cari kesalahan siapa. Namun dia akan bertanya kesalahannya dimana dan bagaimana cara memperbaikinya tanpa ada unsur kekerasan. Inilah yang membuat karyawan tenang. Hadeuuuh kalo dia masih single, pengen saya pincut deh. #jablay Sebetulnya, pekerjaan rentan membuat stress kita sebagai karyawan. Kenapa? Karena pekerjaan dan deadline yang mepet menuntut kita lebih cepat menyelesaikan kerja dan tanpa kenal “salah” meskipun kesalahan adalah hal yang wajar. Lupa, salah, keliru, dan lamban adalah musuh dalam bekerja. Tidak ada kata jenuh, tidak boleh ada kata malas. Terkadang saya pun mengalami masa jenuh yang membuat saya malas semalas-malasnya kerja. Namun, dengan kita meratapi kejenuhan tidaklah akan mengurangi beban kerja. Makanya, cari kesibukan lain untuk mengusir kejenuhan. Misalnya, bikin status gaje di facebook, atau liat-liat video di youtube. Hati-hati, ketika kita ketahuan facebookan atau yman apalagi youtuban, pandai-pandailah menyembunyikan diri. Biar dianggap rajin kerja. Hehehe dan jangan terbuai juga. Facebookan jalan terus, kerjaan juga beres. Atasan senang, perusahaan juga diuntungkan, apalagi kalau bonus akhir tahun dapat banyak. Waaah untungnya kita. So, tipe pekerja seperti apa kamu? Malas, pemarah, atau pekerja keras, adalah kamu yang memilih. Sampai jumpa dalam tulisan berikutnya. Maaf kalau ada yang tersindir atau tidak suka dengan tulisan saya. Bebas saja kok :D Foto: Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H