Mohon tunggu...
Syifa Annisa
Syifa Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hiii!!! You can call me sas

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Meningkatkan Profesionalisme Keperawatan untuk Mengurangi Stigma Negatif Masyarakat Terkait Sikap Perawat Tidak Ramah

28 Desember 2024   01:19 Diperbarui: 28 Desember 2024   01:19 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Abstrak: Stigma 'perawat tidak ramah' telah lama melekat di masyarakat Indonesia, meskipun profesi ini dibekali dengan kompetensi komunikasi terapeutik dan nilai altruisme dalam pendidikannya. Esai ini mengulas faktor-faktor yang berkontribusi terhadap munculnya stigma tersebut, termasuk beban kerja berlebih dan tingkat stres yang tinggi di lingkungan kerja. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan komprehensif melalui pendidikan berkelanjutan, penerapan kode etik keperawatan yang konsisten, serta praktik refleksi diri menggunakan model Gibbs Reflective Cycle. Dengan meningkatkan profesionalisme dan kualitas pelayanan, profesi keperawatan dapat membangun kembali citra positifnya sebagai pemberi layanan kesehatan yang peduli dan penuh empati.

Kata Kunci: Beban Kerja, Perawat Tidak Ramah, Profesionalisme Keperawatan, Stres Kerja

Perawat, hal pertama yang terlintas di kepala saat mendengar kata tersebut adalah seseorang yang memberikan layanan kesehatan di rumah sakit namun bersifat tidak ramah. Stigma perawat tidak ramah sudah bukan rahasia umum bahkan hampir semua masyarakat akan beranggapan kalau perawat memang tidak ramah. Perawat akan lebih banyak berinteraksi dengan pasien dan keluarga dibanding tenaga kesehatan lainnya sehingga seluruh tindakan yang dilakukan perawat akan lebih dilihat oleh pasien dan keluarga. Esai ini akan membahas siapa itu perawat profesional, kemampuan yang dimiliki, faktor-faktor yang memengaruhi adanya stigma negatif terhadap perawat, dan cara menghilangkan stigma negatif tersebut. 

Sebelum membahas lebih jauh tentang stigma tersebut, mari mengenal siapa itu perawat. Perawat profesional adalah seseorang yang bersifat peduli kepada orang lain dan mampu memberikan pelayanan holistik dan memiliki kemampuan komunikasi terapeutik kepada klien sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Profesi ini mengombinasikan seni dan ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada promosi kesehatan dan memfasilitasi perawatan demi tercapainya asuhan keperawatan yang optimal (American Nursing Association, 2021). Untuk mencapai asuhan keperawatan yang optimal, perawat profesional harus memiliki kemampuan berpikir kritis dan keterampilan kolaborasi yang esensial untuk memastikan kualitas perawatan.

Selama masa pendidikan calon perawat dibekali ilmu untuk mampu berkomunikasi terapeutik dan bersikap profesional selama menjalankan kewajibannya sebagai seorang perawat. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendekatkan hubungan antara perawat dan klien selama perawatan agar pasien dapat beradaptasi dengan perawatan yang sedang dijalani dan lingkungan sehingga mempercepat proses penyembuhan pasien. Selain kemampuan untuk komunikasi terapeutik, perawat profesional juga harus menanamkan rasa peduli dan sikap altruis. Altruisme, berfokus pada kepedulian tanpa pamrih terhadap kesejahteraan orang lain, menjadi dasar bagi rasa caring seorang perawat dalam merawat pasien dengan empati, perhatian tulus, dan penghormatan terhadap martabat manusia. 

Ilmu dan kompetensi yang sudah dimiliki oleh perawat selama masa pendidikan, seharusnya tidak ada lagi pelanggaran sikap dan tindakan yang dilakukan oleh perawat. Lalu mengapa masih ada oknum perawat yang melakukan pelanggaran tersebut sehingga muncul stigma di masyarakat bahwa perawat tidak ramah. Stigma tersebut muncul disebabkan oleh banyak faktor yang saling berhubungan. Faktor utamanya adalah beban kerja yang sangat tinggi, perawat harus merawat banyak pasien secara bersamaan, mengakibatkan mereka lelah secara fisik dan emosional. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfida dan Widodo (2022) tentang pengaruh beban kerja terhadap kinerja perawat menunjukkan bahwa beban kerja yang tidak sepadan dengan kompetensi yang dimiliki akan membebani perawat secara psikis, fisik dan waktu, akan berpengaruh pada kualitas perawatan yang diberikan tidak optimal.  

Faktor selanjutnya adalah tingkat stres di tempat kerja. Dalam lingkungan kerja yang berat dan penuh tekanan, seringkali perawat harus menghadapi tuntutan emosional tinggi, dan situasi darurat di mana tindakan cepat harus dilakukan. Stres berkepanjangan ini mampu menimbulkan kelelahan tubuh dan jiwa yang pada akhirnya menurunkan kemampuan mereka dalam berinteraksi ramah dengan pasien. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Difayoga dan Yuniawan (2015) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif antara stres kerja terhadap kinerja perawat di RS Panti Wilasa Semarang. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami oleh perawat, semakin rendah kinerja yang dapat mereka capai. Ketika perawat mengalami stres, mereka mungkin merasa tertekan dan kewalahan, sehingga sulit untuk menunjukkan empati dan perhatian yang dibutuhkan dalam interaksi dengan pasien. 

Cara untuk menghilangkan stigma negatif yang beredar di masyarakat adalah dengan melakukan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Keperawatan merupakan profesi yang berbasis ilmu pengetahuan yang akan menunjang pengambilan keputusan klinis yang berkualitas (Potter et al., 2023). Dengan melakukan pendidikan lebih lanjut, artinya perawat akan mendapatkan informasi terbaru terkait kemajuan teknologi, perubahan pola penyakit, dan kebutuhan pasien lebih lanjut sehingga menuntut perawat untuk selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Penerapan kode etik keperawatan selama memberikan asuhan juga merupakan cara yang tepat untuk memastikan perawat menjalankan tugasnya secara profesional dan berintegritas, sehingga dapat menghindari stigma negatif seperti anggapan bahwa perawat tidak ramah. Kode etik keperawatan menekankan prinsip-prinsip seperti penghormatan terhadap martabat pasien, empati, keadilan, dan integritas, yang menjadi landasan utama dalam membangun hubungan yang baik dengan pasien dan keluarganya. Ketika perawat menerapkan kode etik dengan konsisten, mereka tidak hanya memberikan pelayanan yang sesuai standar profesional, tetapi juga menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien. Hal ini sangat penting dalam menciptakan citra positif perawat sebagai profesi yang peduli dan penuh kasih sayang. Sebaliknya, ketidakpatuhan terhadap kode etik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap perawat, sehingga menciptakan persepsi negatif yang merugikan citra profesi secara keseluruhan. 

Cara terakhir yang dapat digunakan untuk meningkatkan rasa profesional dalam diri perawat adalah dengan melakukan refleksi diri. Refleksi diri melibatkan upaya sadar untuk mengevaluasi apa yang telah terjadi, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta mencari cara untuk belajar dan berkembang dari pengalaman tersebut. Terdapat model refleksi yang dapat digunakan, yaitu model gibbs reflection cycle yang dikembangkan oleh Graham Gibbs pada tahun 1988 yang memiliki 6 siklus, yaitu deskripsi, perasaan, evaluasi, analisis, kesimpulan, dan rencana tindakan selanjutnya. Model refleksi diri ini mempermudah perawat dalam mengevaluasi apa yang sudah baik dan perlu diperbaiki atas tindakan dan keputusan yang telah diambil selama memberikan asuhan. Hal ini didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Suriyana dkk (2024) tentang pengaruh model gibbs reflective cycle pada peningkatan profesionalitas perawat. Hasil penelitian menunjukkan refleksi diri memiliki manfaat penting dalam meningkatkan pengetahuan, kualitas pelayanan kesehatan, dan kemampuan berpikir kritis perawat.

Stigma negatif mengenai perawat yang dianggap tidak ramah muncul karena berbagai faktor, termasuk beban kerja yang tinggi dan stres kerja yang memengaruhi kemampuan perawat dalam berinteraksi dengan pasien secara ramah dan empatik. Meskipun perawat profesional sudah dibekali dengan kompetensi, komunikasi terapeutik, dan sikap altruisme selama pendidikan, faktor eksternal seperti kelelahan fisik dan emosional seringkali menghambat penerapan sikap tersebut. Untuk mengatasi stigma ini, perawat perlu terus meningkatkan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, penerapan kode etik keperawatan yang mengedepankan empati dan martabat pasien, serta refleksi diri yang memungkinkan perawat untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerjanya. Dengan pendekatan ini, diharapkan perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi stigma negatif, dan membangun citra positif sebagai profesi yang peduli dan penuh kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun