Mohon tunggu...
Syifa Amalia
Syifa Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sociology Education'20

change your word and you can change the world.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Proses Sosialisasi di Sekolah sebagai Pembentuk Karakter Siswa

19 Mei 2021   09:18 Diperbarui: 19 Mei 2021   09:26 5344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PROSES SOSIALISASI DI SEKOLAH SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER SISWA

oleh: Syifa Amalia, Nanik Saputri, Amelia Wahyu Destiana, Anas Tasya Damayanti, Farhan Syarif Hidayatuloh dan Ghofar Rusramdito.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu tempat untuk siswa belajar baik dalam ilmu pengetahuan dan ilmu sosial. Pendidikan yang paling utama terjadi di dalam keluarga hingga berlanjut ke jenjang sekolah. Pendidikan sekolah menjadi tempat untuk siswa mengembangkan dirinya baik dari segi akademik maupun non akademik. Pendidikan sendiri menjadi kepercayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus semakin dikembangkan untuk menciptakan penerus yang baik. 

Pendidikan merupakan proses belajar dalam mengembangkan sikap mental/kepribadian siswa yang berakhlak baik. Proses pendidikan tidak selalu terpusat pada insan yang cerdas, namun pengembangan karakter siswa sehingga menjadi siswa yang teladan dan melahirkan generasi bangsa yang berakhlak baik.

Sejak lahir manusia memiliki karakter yang pada dasarnya melekat pada diri manusia dan manusia menunjukkan perilaku tersebut di kehidupan sehari-hari. Karakter terbentuk disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah lingkungan keluarga dan sekitarnya, yang kita ketahui bahwa pendidikan keluarga adalah pendidikan utama pada anak yang menjadi dasar untuk mengembangkan karakter sampai dewasa. Faktor yang kedua adalah pendidikan di sekolah. Pendidikan di sekolah bisa dikatakan juga pengembangan karakter pada diri siswa dan juga pengembangan proses belajar baik dalam akademik maupun non akademik.

Sekolah menjadi salah satu tempat terjadinya sosialisasi oleh para siswa, karena di dalam sekolah terdapat suatu interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, penanaman nilai dan moral, dan diberlakukannya peraturan. Dari hal itulah karakter dan kepribadian seorang siswa dapat terbentuk.

Berdasarkan hal tersebut, kami sebagai mahasiswa merasa tertarik untuk mengkajinya dan menjadikannya bahan untuk pembuatan karya tulis yang berjudul "PROSES SOSIALISASI DI SEKOLAH SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN SISWA".

RUMUSAN MASALAH

  1. Bagaimana mengembangkan pendidikan karakter disekolah?
  2. Bagaimana peran sekolah sebagai proses sosialisasi siswa?
  3. Bagaimana upaya dan hambatan sekolah dalam pembentukan karakter siswa?


PEMBAHASAN
A. Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah
Pendidikan karakter merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mendidik seorang siswa agar nantinya ia memiliki karakter yang lebih baik di masa depan. Pendidikan karakter ini tentu sangat penting untuk diterapkan pada diri setiap individu. Bahkan memasuki lingkungan yang lebih luas, pendidikan karakter sudah seharusnya diterapkan di lingkungan yang paling kecil terlebih dahulu, yaitu keluarga. Lalu berlanjut ke lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Pendidikan karakter di sekolah juga sangatlah penting. Biasanya, pendidikan karakter ini menjadi visi dan salah satu misi di dalam suatu sekolah. Hal itu membuktikan betapa pentingnya pendidikan karakter untuk diterapkan. Sekolah tidak hanya menjadi tempat seseorang menuntut ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai tempat sosialisasi dan sebagai wadah pembelajaran pun pengembangan karakter lebih baik lagi.
Selain itu, perkembangan karakter siswa sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik itu keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pengembangan karakter siswa di sekolah dapat dikembangkan melalui model pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, bisa juga dari kegiatan interaksi siswa dengan siswa lain di kelas, dan kegiatan siswa dalam ber-ekstrakurikuler.

Pendidikan Karakter tidak hanya mengajarkan untuk memilih mana yang salah dan mana yang benar. Tetapi, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham mana yang baik dan mampu merasakan nilai yang baik. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik, moral yang baik, dan perasaan yang baik. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus lebih diperhatikan dan dipraktikkan di kehidupan sehari-hari siswa.

Peran keluarga dalam karakter anak diajarkan melalui cara mendidik anak untuk memiliki etika yang baik. Keluarga merupakan agen sosialisasi primer yang berperan untuk memperkenalkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya guna menjadi bekal anak untuk memasuki lingkungan sosial yang lebih luas di luar keluarga. 

Sosialisasi nilai dan norma dalam keluarga ini bertujuan agar anak mampu berperan dalam setiap lingkungannya sesuai dengan nilai dan norma yang telah orang tua tanamkan pada anak. Sosialisasi nilai dan norma dalam keluarga dapat membentuk perilaku anak sebagai upaya menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan individu atau kelompok sosial lainnya diluar lingkungan keluarga di mana pada hakikatnya nilai dan norma dibuat untuk ditaati oleh anggota kelompok sosial agar tidak terciptanya suatu perilaku menyimpang. 

Sosialisasi nilai dan norma pada anak dalam keluarga ini diharapkan mampu memberikan pemahaman pada diri anak dalam menaati nilai dan norma yang berlaku.

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti "to engrave"(Kevin Ryan & Karen E. Bohlin,1999). Kata "to engrave" dapat diterjemahkan "mengukir, melukis"(John M. Echols dan Hassan Shadily, 1995).Makna ini dapat dikaitkan dengan persepsi bahwa karakter adalah lukisan jiwa yang termanifestasi dalam perilaku. 

Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan dengan "tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,2008). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Makna seperti itu menunjukkan bahwa karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.

Pengembangan karakter dalam proses kegiatan pembelajaran saja tidak cukup, siswa juga seharusnya lebih aktif dalam proses berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Dengan begitu, karakter siswa akan terbentuk dengan baik dan akan lebih mudah dalam berteman.

B. Peran Sekolah sebagai Proses Sosialisasi Siswa
Ketika anak-anak dikirimkan ke sekolah, pasti ada ekspektasi tinggi dari kedua orangtuanya. Pada umumnya, anak-anak dikirim ke sekolah dengan tujuan agar mereka dididik menjadi manusia yang sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam artinya, orangtua yang menitipkan anaknya ke sekolah tentu ingin anaknya menjadi orang yang memiliki karakter baik dan nantinya akan berguna dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Sekolah sendiri memiliki peran dalam memberikan contoh berupa pengalaman kepada siswa agar siswa mampu bersikap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku serta menerapkan nilai dan norma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. 

Hal ini dikarenakan sekolah merupakan miniatur kehidupan bermasyarakat yang melibatkan anak-anak yang berstatus sebagai siswa di mana sekolah memiliki struktur organisasi yang jelas dan setiap anggotanya memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan, maka mereka dituntut untuk bersikap sesuai peran dan fungsinya. Sekolah merupakan salah satu lingkungan yang dihadapi serta dijalani oleh anak selain lingkungan keluarga. Sekolah pun dianggap sebagai lembaga formal yang berfungsi untuk mendidik anak dalam hal pengajaran pengetahuan melalui pengawasan oleh guru.

Di dalam lembaga formal sekolah terdiri dari siswa, guru, dan berbagai staf pengajar yang mendukung berjalannya kegiatan sekolah, terdapat suatu aturan yang terbentuk berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dalam lingkungan sekolah di mana peraturan ini perlu ditaati oleh seluruh anggota masyarakat sekolah. Peraturan sekolah dibentuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi perilaku menyimpang, di mana hal tersebut perlu ditaati oleh seluruh warga sekolah terutama siswa yang termasuk ke dalam kelompok individu yang perlu diawasi dan dibimbing oleh orang dewasa. Salah satu bimbingan tersebut diperoleh dalam agen sosialisasi primer yaitu keluarga melalui sosialisasi nilai dan norma. Selain melalui agen sosialisasi primer, pihak sekolah selaku agen sosialisasi sekunder memiliki peran dalam membiasakan atau mensosialisasikan peraturan sekolah yang berlaku agar dipatuhi oleh para siswa sebagai wujud dari upaya mengatasi perilaku menyimpang. Pentingnya peran sekolah dalam membentuk kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib untuk mendorong suatu kedisiplinan dan mengatasi terjadinya penyimpangan dikemukakan oleh Mushaf (2000 hlm. 1):

"Sejak awal, para siswa harus dikenalkan dengan lingkungan sekolah yang menghargai dan menjunjung tinggi kedisiplinan. Sekolah harus bisa meyakinkan pada para siswa bahwa perilaku baik dan prestasi cemerlang hanya bisa diraih dengan kedisiplinan tinggi para siswa. Tanpa kedisiplinan, fungsi sekolah akan mandul dan potensi siswa akan terkubur bahkan akan banyak siswa terlibat masalah."

Berdasarkan pernyataan Mushaf, maka sekolah memiliki fungsi untuk membentuk siswa yang taat dan disiplin terhadap peraturan yang berlaku untuk menghindari masalah yang dapat dihadapi siswa yang menjadi cikal bakal terjadinya perilaku menyimpang. Proses sosialisasi menjadikan seorang individu mengetahui cara bertingkah laku dalam lingkungan masyarakat agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Kita sebagai manusia melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di suatu masyarakat maka terjadilah suatu yang dinamakan penyimpangan sosial.

Berbagai pelanggaran peraturan sekolah yang dilakukan oleh siswa ini merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang. Penyimpangan ini merupakan suatu dampak dari ketidakterlaksanaannya sosialisasi nilai yang direalisasikan dalam bentuk peraturan sekolah dan diterapkan kepada siswa. Perilaku menyimpang tersebut dapat dicegah melalui sosialisasi nilai dalam bentuk penanaman kesadaran pada diri siswa untuk menaati peraturan yang berlaku di sekolah serta berbagai bentuk pembiasaan melalui pemberian contoh teladan pada siswa yang diterapkan selama kegiatan pembelajaran dan kegiatan di luar pembelajaran. Sosialisasi nilai dapat dilakukan oleh keluarga sebagai agen sosialisasi primer maupun sekolah sebagai agen sosialisasi sekunder. 

Sekolah sebagai agen sosialisasi memegang peranan penting di dalam sosialisasi anak-anak, yaitu:

a. Transmisi kebudayaan, yang di dalamnya termasuk norma, nilai, dan informasi tang didapatkan melalui pengajaran secara langsung. Misalnya tentang dasar falsafah negara, bagaimana cara menjadi warga negara yang baik, sejarah bangsa, dan yang lainnya.

b. Mengadakan perkumpulan sekolah sebagai realisasi dari kumpulan-kumpulan sosial, seperti adanya Pramuka, kelompok olahraga, dan lain sebagainya yang dapat membantu mengasah kemampuan dan keterampilan siswa khususnya dalam bidang minat dan bakat.

c. Memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh luar biasa yang dapat dijadikan role model bagi mereka.

d. Memberikan feedback kepada anak dengan mengikuti kelakuan yang layak dalam bimbingan sosial. Feedback ini dapat berupa positif ataupun negatif. Feedback yang positif seperti pujian, hadiah, dan lain sebagainya. Sedangkan feedback yang negatif contohnya seperti hukuman dan peringatan.

C. Upaya dan Hambatan Sekolah dalam Pembentukan Karakter Siswa

Sekolah sebagai suatu institusi sudah pasti mengupayakan yang terbaik untuk membentuk para siswanya mempunyai karakter yang kuat untuk bisa berguna bagi masyarakat seperti di bawah ini:

1. Ambisi. Ambisi adalah kadar kemauan anak untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tetapi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing anak agar anak tersebut tidak stres.

2. Asertif. Asertif adalah sikap ketegasan atau kemampuan untuk memutuskan atau memilih secara mandiri.

3. Antusias. Antusias adalah kepribadian yang selalu bersemangat dalam menuntaskan atau menyelesaikan hal-hal yang menjadi keinginannya.

4. Percaya diri. Percaya diri adalah sifat kepribadian yang mengutamakan kepercayaan terhadap kemampuan diri dan membentuk kemandirian

5. Mau bekerja sama. Kepribadian yang mengarah kepada keinginan untuk membangun kerja sama dengan teman-temannya.

6. Berbesar hati. Adalah kemampuan untuk mengakui kelemahan atau kekurangan diri dan bisa memaafkan kesalahan orang lain.

7. Kontrol diri. Adalah kemampuan untuk mengontrol diri terhadap situasi atau kondisi yang dialaminya.

8. Tidak mudah putus asa. Pribadi yang gigih dalam berjuang dan berusaha, baik dalam belajar maupun dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.

9. Gembira. Kemampuan untuk selalu menciptakan suasana gembira dalam setiap hal.

10. Humoris. Mampu menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan dan mampu menyikapi suatu hal dari sisi positifnya.

11. Menunjukkan simpati. Memupuk kebiasaan untuk merasakan hal-hal yang dirasakan orang lain, mengasah kemampuan melakukan empati terhadap permasalahan sehingga menjadi pribadi yang penuh perhatian terhadap lingkungan dan teman-temannya.

Tetapi usaha terbaik yang diupayakan oleh sekolah belum tentu bisa menempel pada para siswanya yang disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan. Komunikasi adalah salah satu hambatannya, kesulitan komunikasi yang disebabkan tidak mengertinya anak terhadap apa yang diharapkan dari padanya, atau tak tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat atau tuntutan kebudayaan tentang kelakuannya. Hal ini akan terjadi bila anak itu tak memahami lambang-lambang seperti bahasa, isyarat, dan sebagainya.

Adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan menjadi hambatan dalam proses pembentukan karakter anak di sekolah. Masyarakat modern terpecah-pecah dalam berbagai sektor atau kelompok yang masing-masing menuntut pola kelakuan yang berbeda-beda. Orangtua mengharapkan agar anak jujur, jangan merokok akan tetapi kode siswa mengharuskannya turut dalam sontek-menyontek, merokok, dan sebagainya. Jika tidak maka ia akan dikucilkan dari kelompoknya.

Perubahan masyarakat membawa perubahan norma-norma dan terpecahnya masyarakat dalam berbagai segmen dan menimbulkan norma yang beraneka ragam. Keadaan itu akan mempersulit proses pembentukan karakter anak menjadi anggota masyarakat yang bertambah kompleks.

Hambatan-hambatan dalam pembentukan karakter, sebagai berikut:
1. Masih adanya siswa yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku meskipun sudah diberikan sanksi sekalipun.
2. Masih adanya siswa yang terlambat untuk datang ke sekolah.
3. Masih adanya siswa yang mengambil barang milik temannya baik berupa pulpen, makanan, dan lain sebagainya.

Namun sejatinya, hambatan pada pembentukan karakter siswa ada pada diri siswa itu sendiri. Jadi, karakter siswa akan berubah jika seorang siswa itu memiliki motivasi yang kuat untuk berubah. Terlepas dari hambatan tersebut, sekolah sebagai agen sosialisasi berperan sebagai fasilitator yang mana berfungsi untuk menyaring kebiasaan dan budaya yang tidak seharusnya menjadi ciri khas dan karakter seorang siswa yang baik.


KESIMPULAN
Pengembangan karakter pada anak mulanya diajarkan di dalam keluarga, lalu ke dalam lingkungan sekolah. Tentunya, sekolah memiliki peran besar sebagai agen sosialisasi dalam pembentukan karakter siswa. Namun terlepas dari itu, karakter dapat diubah jika siswa berkeinginan untuk mengubahnya. Dengan pendidikan, pembentukan karakter dapat berkembang dan bertujuan untuk memudahkan siswa dalam berinteraksi dan mengenal lingkungannya. Khususnya lagi, dalam mengetahui karakter seperti apa yang seharusnya mereka miliki.

Daftar Pustaka

Idat, Tiffani. 2019. Peran Sekolah sebagai Agen Sosialisasi Nilai dalam Upaya Mengatasi Perilaku Menyimpang Siswa di SMA PGRI 1 BANDUNG. Diunduh dari http://repository.upi.edu/48863/1/FPIPS_S_SOS_1404229_Title.pdf. Tanggal 8 Mei 2021.

Julaiha, S. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran, Dinamika Ilmu Vol. 14. No 2. Diunduh dari https://journal.iain-samarinda.ac.id/index. Tanggal 7 Mei 2021.

Maksum Ali. 2016. Sosiologi Pendidikan. 

Malang: Madani Wisma Kalimetro.

Maunah, B. 2015. Jurnal Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan Karakter dalam   Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa. Diunduh dari https://journal.uny.ac.id/index. Tanggal 7 Mei 2021.

Nasution, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Neolaka Amos, Neolaka Grace A. 2017. Landasan Pendidikan: Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Jakarta: Kencana.

Samrin. 2016. Jurnal Al-Ta'dib: Pendidikan Karakter (Sebuah Pendekatan Nilai) Vol. 9 No. 1. Diunduh dari https://media.neliti.com/media/publications/235693-pendidikan-karakter-sebuah-pendekatan-ni-71618df5.pdf. Tanggal 10 Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun