â—‹Â [caption caption="Ilustrasi: Akun twitter @SheQuates"][/caption]
Dalam dunia tulis menulis, seorang penulis yang menggunakan nama samaran atau nama pena tentu bukan hal asing lagi.
Mengapa para penulis memakai nama pena? Tentu tak mudah menjawabnya, sebab setiap orang punya alasan masing-masing. Ada yang demi branding buku atau tulisan, ada yang untuk strategi marketing, ada yang kurang percaya diri dengan nama asli dan sebagainya. Tentu sah-sah saja jika seorang penulis menggunakan nama pena untuk menulis di mana saja, termasuk di Kompasiana. Istlahnya siapapun namamu, suka-suka lu!
Tapi jika kita menulis untuk pembaca dan untuk dibaca kerumunan orang, tentu si penulis tidak akan sembarangan memilih dan menggunakan nama pena, tentu yang ada di Pikirannya adalah kenyamanan dan ingatan pembaca ketika mendengar namanya.
Sebuah nama pena bisa membangun citra, dengan sebuah nama pena tentu akan ada kesan tersendiri untuk pembaca. Lebih dari itu, jika kita ambil contoh di Kompasiana, pemilihan nama pena menjadi bagian dari sopan santun dan netiket berdunia maya.
Demi kesan yang baik dan berkelanjutan, seorang penulis pasti akan memilih nama pena yang nyaman di telinga pembaca, juga yang bermakna baik tentunya, yang tidak menyusahkan pembaca ketika berinteraksi dengannya atau merujuk tulisannya.Â
Contoh "Rumah Kayu", tentu sebuah nama pena yang enak didengar jika dibandingkan dengan nama "Kursi reyot." Syukurlah akun yang benar-benar ada dan menulis di Kompasiana kita ini bernama "Rumah Kayu", bukan "Kursi Reyot" dan tulisan-tulisan dari akun Rumah Kayu Pun juga enak dibaca dan mengalir.
Tapi sayangnya, di Kompasiana masih ada saja penulis yang menggunakan nama pena yang nyeleneh alias slonong boy seperti dalam capture ini. Entah apa maksudnya, silahkan baca dan nilai sendiri.
[caption caption="Salah satu akun nyeleneh di kompasiana"]
[caption caption="Bikin susah pembaca"]
Bikin Susah