Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengintip Sekilas Gambaran Tempo Dulu dari Mata Kompasianer

15 September 2016   23:40 Diperbarui: 16 September 2016   00:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bus Surat ( Dok Bambang Setyawan)"][/caption]Indonesia selama 71 tahun merdeka bertumbuh ke arah maju dari waktu ke waktu, pembangunan diarahkan mengikuti laju zaman, perkembangan teknologi pun ikut berpacu menyesuaikan. Zaman sekarang banyak menjanjikan kemudahan, katanya. Namun Indonesia tempo dulu juga tak kalah menyajikan cerita mengasyikan bagi mereka yang hidup di zamannya.

Ragam cerita nostalgia tersaji di ranah Kompasiana, sejumlah Kompasianer berbagi cerita tentang apa-apa yang khas dari zamannya, berbagai cerita dari zaman dulu yang kaya akan kenangan, wawasan dan warisan sejarah peradaban dibagikan oleh mereka melalui tulisan.

Mencerita nostalgia tempo dulu ala Kompasianer, inilah intisarinya:

1. Telegram: Layak Dikenang

Melalui artikelnya, Safinah Surya mengajak pembaca bernostalgia dengan sebuah alat komunikasi bernama telegram. Dulu, telegram pertama yang dikirim Safinah adalah untuk tugas dari guru Bahasa Indonesianya, saat Inah masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Untuk mengirim telegram itu, Inah mengingat ia harus pergi ke kantor khusus pengiriman telegram yang terletak di Jalan Veteran Surabaya.

Untuk mengirim telegram harganya dihitung berdasarkan karakternya dan tidak boleh ada tanda bacaan di telegram tersebut, Demikian Papar Inah.

Artikel yang menarik, untuk cerita Inah selanjutnya tentang telegram bisa dibaca di artikel tersebut.

2. Biro Jodoh di Zaman Dulu

Melalui artikelnya, Tjiptadinata Effendimengajak kita melihat suasana 50 tahun yang lalu di mana pacaran adalah hal yang tabu, Tjipta krmudian bercerita adanya biro jodoh di kalangan masyarakat Tionghoa waktu itu, yang mewabah dalam bentuk profesi broker.

Lanjut Tjipta, saat itu, bila wanita sudah berusia 17 tahun biasanya sudah mulai diincar oleh Broker, yang terdiri dari wanita tua. Karena ada stigma di era itu kalau wanita sudah berusia 25 tahun dan belum menikah, maka ia akan dipandang sinis. Nah, saat itulah broker jodoh mulai rajin bertandang kerumah gadis tersebut untuk melakukan survey data diri dan latar belakang si gadis. Jika berhasil menemukan jodoh dan naik pelaminan atas jasa broker, maka broker.dapat angpau dari kedua pihak, besarnya tergantung pada kondisi ekonomi pasangan yang menikah. Demikian papar Tjipta.

Artikel lucu sekaligus miris, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

3. Digerus Zaman, Bis Surat Ini Masih Kokoh Berdiri

Bagi generasi tahun 60-70an, keberadaan kotak besi berwarna oranye dengan tulisan Brievenbus yang biasa teronggok di pinggir jalan justru amat banyak manfaatnya, hal itu diungkapkan oleh Kompasianer Salatiga Bambang Setyawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun