Jakarta sebagai Ibukota negara yang dianggap representasi Indonesia selalu dituntut tampil prima dan inovatif, diusianya yang menginjak angka 489, kota ini sibuk berdandan di sana-sini demi mengakomodasi bermacam kepentingan yang tumpah ruah di dalamnya, politik, ekonomi, hunian, pekerjaan, rekreasi dan.. Harapan. Bagi sebagian orang, Jakarta layaknya pulau harapan yang menjanjikan hidup yang lebih baik.
Namun, di balik gemerlapnya ibukota, ada sisi lain yang menyertainya, Jakarta kota sejuta kesalahan. Ya Jakarta sejak dulu tak pernah luput dari salah, baik dari warga dan pengelolanya, dan beberapa hal ini, sejak dulu hingga kini tak pernah berubah, selalu dianggap salah di mata Jakarta, kesalahan buntu. Cocot tanpa solusi yang benar-benar memadai untuk mengatasi. Hal-hal yang menjadi salah abadi tersebut diantaranya,
1. Mobil Pribadi dan Motor Bikin Macet, Tapi...
Hal ini sudah sering dikeluhkan oleh banyak orang di Jakarta, dari pejabat merangkak ke rakyat yang ikut-ikutan mengeluh juga pasal banyak mobil pribadi yang memacetkan Jakarta, solusinya, pengguna mobil pribadi disuruh menggunakan angkutan kota Tapi.. Olala.. Lihatlah kondisi sebagian besar angkot di Ibukota.
Metromini yang seperti raja sendiri di jalan raya berkendara seenaknya seperti jalanan punya moyangnya, terkadang ditambah dengan teror pengamen yang memaksa meminta uang, tak jarang membawa silet atau pisau lipat, lalu beratraksi dengan bodohnya melukai tangannya sendiri yang dijadikan senjata untuk memaksa dan mengancam penumpang sambil berorasi yang intinya memalak.Â
Banyak penumpang Metromini yang ngeri melihat aksi semacam itu hingga mau tidak mau terpaksa memberi uang. Minta uang dengan cara begitu sama saja dengan pemerasan, terlalu!
Modal seragam dan kartu pers memang pengalaman saya, pengamen ogah berurusan dengan orang berseragam media. Mereka gak nyentuh kalau saya lagi pakai seragam, tapi kan gak semua orang punya seragam media dan kartu pers, dan namanya masih wartawan lepas, seragam cuma boleh dipakai di saat-saat liputan tertentu saja dan jarang bisa dibawa pulang.
Penertiban preman berkedok pengamen tersebut memang sesekali dilakukan, namun terkesan sementara dan tidak memberi efek jera. Ya iya lah, ditebus pakai sejumlah uang juga langsung bisa keluar dan beraksi lagi. Itu kalau naik Metromini, Nah kalau naik Trans Jakarta dan KRL?
Naik Trans Jakarta, pelayanan dan kedatangan armada belum sama cepatnya di semua koridor, contohnya di koridor Lebak Bulus- Harmoni, di sana, waktu tunggu bus bisa mencapai 30 sampai 40 menit sekali datang dan ketika bus datang, penumpang di halte sudah semakin menumpuk, akibatnya tidak bisa terangkut semua dalam 1 bus. dan akhirnya, bisa dibayangkan penumpukan penumpang terjadi dari bus ke bus di Koridor tersebut.