Setiap pekerjaan pasti ada risikonya begitupun dengan seorang pewarta apalagi bagi pewarta yang ditugaskan meliput perang atau konflik.
Jurnalis yang ditempatkan di medan perang harus terbiasa dengan lintasan-lintasan peluru yang melesat dari ujung senapan. Harus terbiasa mendengar suara ledakan bom yang meluluhlantakkan sebuah bangunan. Harus terbiasa dengan suasana yang mencekam.
Belum lagi risiko penculikan hingga intimidasi fisik yang merenggut nyawa, tak jarang di medan perang hal itu menjadi pertaruhan tertinggi seorang jurnalis yang bertugas.
Bertaruh nyawa di medan perang, risiko harus ditanggung, malang tak dapat ditolak, beberapa jurnalis ini menjadi martir bagi profesinya, pulang nama dengan kondisi badan terpisah dari kepala. Ragam kisah tragis pemenggalan kepala jurnalis, inilah sebagian di antaranya:
1. Daniel Pearl: Hati yang Menentang Al Qaida
Daniel Pearl, seorang jurnalis Perancis untuk The Wallstreet Journal bersama istrinya Marriane Pearl yang juga seorang jurnalis ditugaskan meliput ke Karachi Pakistan pada Januari 2003. Kemudian pada tanggal 23 Januari tahun itu, Danny-Sapaan akrab Daniel Pearl menghilang setelah mengadakan pertemuan dengan Syaikh Gilani, seorang gembong teroris di Pakistan saat itu.
Ternyata Danny diculik oleh kelompok teroris yang mengatasnamakan jihad, Harakat-Ul Mojaheeden salah satu kelompok teroris paling licin di Pakistan dan merupakan bagian yang terafiliasi dengan Al-Qaida.
Mengetahui kabar suaminya diculik, Marriane Pearl sang istri yang saat itu tengah hamil, dibantu oleh kepolisian Pakistan, mencoba melacak keberadaan sang suami dengan harapan bisa membawanya pulang hidup-hidup, tapi nahas, mayat Danny akhirnya ditenukan tewas dengan kepala terpenggal di daerah pegunungan Babusar, Pakistan.
Kisah penculikan dan pemenggalan kepala Daniel Pearl, juga dituliskan dengan gaya bertutur yang lembut oleh Marriane Pearl dalam buku "A Mighty Heart" diterbitkan penerbit Mizan tahun 2008.