Mengapa harus aku yang mengalah? Iya aku selalu mengalah saat dia melakukan kesalahan. Dia adalah Reno Andriana. Darinya aku belajar banyak hal mulai dari bersabar, mengalah, dan banyak hal lainnya. Dia adalah pacar sekaligus teman sekelas ku waktu SMA. Iya, mereka menyebut kita cinlok.
Sebelum kita jatuh hati satu sama lain, kita banyak melakukan berbagai hal bersama dari mulai berdiskusi, belajar, ke kantin, ke perpustakaan, hingga kita juga suka bermain bersama. Dan pada akhirnya karena kita selalu melakukan aktivitas bersama, aku  menyadari ada rasa yang berbeda. Sialnya aku  malah  menyukainya, bukan  hanya aku ternyata Reno pun merasakan hal yang sama.
Hingga pada kelas 10 semester 2 sekolah  kami mengadakan study tour ke Pangandaran. Sialnya kita satu kelompok, kita melakukan kegiatan bersama. Setelah selesai kita diberi waktu bebas untuk berjalan-jalan ataupun membeli oleh-oleh. Tiba-tiba Reno mengajakku untuk pergi ke Pasir Putih bersama dengan teman-teman yang lain. Dan kita pun kesana naik perahu bersama.
Setelah disana Reno mengajakku untuk berfoto berdua. Dan disana Reno memberikan kode kepada teman-temannya utuk menjauh. Dari sana aku merasa ada yang aneh. Ternyata benar, Reno meminta supaya aku mau jadi pacarnya dengan berbagai persiapannya. Karena dia mau aku memberi jawabannya disana, jadi aku tidak terlalu berpikir lama aku pun mengiyakan permintaannya.
Kita bersama selama kurang lebih 2,5 tahun hingga pada akhirnya kami harus berpisah. Banyak hal yang terjadi masalah-masalah pun datang mulai dari kesalahpahaman hingga Reno berselingkuh yang membuat kamipun harus berpisah. Dan bodohnya aku, Reno selingkuh untuk sekian kalinya tapi aku masih tetap memaafkannya.
Disaat kami berpacaran, sebenarnya Reno beberapa kali aku liat bersama wanita lain. Tapi saat itu Reno bersikukuh menjelaskan bahwa dia tidak ada hubungan apa-apa dan berulang kali meminta maaf padaku. Dari kejadian itu Reno mulai  menuntut aku harus selalu mengerti dan memahami dia. Awalnya aku masih bisa memahaminya, tetapi lama-kelamaan aku mulai jenuh dengan hubungan ini.
Teman-temanku menganggap aku bodoh karena aku masih bertahan pada orang yang salah. Aku masih bertahan pada orang yang hanya ingin dimengerti tapi tidak dapat mengerti orang lain.Tapi walaupun seperti itu aku masih mau mempertahankan hubungan ini. Betapa bodohnya aku.
Akhirnya setelah itu kupikir-pikir perkataan temanku memang benar. Mengapa aku yang selalu mengalah? Mengapa aku selalu yang mencoba memahaminya? Mengapa dia tidak melakukan hal yang serupa padaku? Sudah cukup hatiku merasakan sakit, aku tak mau lagi merasakannya. Lebih baik aku menyerah daripada sakit hatiku bertambah parah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H