Rumah Tuhan hanya berisi cinta
Dan kamu tinggal di rumah tersebut
Mungkin bait Rumi tersebut mengisyaratkan bahwa hanya pencinta yang mampu melepaskan diri dari jerat dan penjara sempit ego karena ia bermodalkan dada yang "terbelah" alias dada yang luas, seluas samudera hingga tidak gampang tersulut dan tersinggung.
Pencinta punya banyak cara untuk tersenyum; memaafkan dan berdamai serta berkompromi dengan siapapun dan apapun, asalkan itu menyangkut dirinya. Tapi pantang bagi pencinta untuk melempem (melemah), bersikap ganda dan memejamkan mata bila ghirah diniyyah (kecemburuan religiusnya) dan kehormatan Kekasih nomer wahid digangugugat.
Ego Dan Relasinya Dengan Prahara Rumah
Timbulnya prahara dan masalah rumah tangga tak bisa dilepaskan dari pengaruh ego, bahkan dapat dipastikan bahwa ego menempati daftar pertama kasus keributan dan perceraian.Â
Dengan kata lain, selama salah satu pasangan atau dua-duanya hidup dengan egonya maka rumah tangga menjadi miniatur dari Jahanam yang siap "memanggang" pasangan tersebut dan anak-anaknya.Â
Api ego ini merambat sampai ke palung hati terdalam, yang (membakar) sampai ke hati. (QS. Al-Humazah: 7). Dan virus dan wabah di dalam rumah yang bisa "membakar" dan "membunuh" keluarga di antaranya: nasihat yang berulang-ulang, peringatan/ancaman yang kontinu, pencelaan, mengungkit-ungkit, membanding-bandingkan, menuduh, debat kusir, berpikir negatif, dan berkeluh kesah.
Pernikahan dalam Islam bukan pertemuan dua manusia yang berbeda; bukan perjumpaan dua kepala dan badan yang berlainan tetapi persuaan antara separo jiwa dan setengah jiwa yang lain hingga menyatu dalam mahligai rumah tangga. Lebih dalam lagi, pernikahan dalam tinjauan sufistik adalah persilangan antara asma Jamali yang diwakili oleh wanita dan asma Jalali yang diperankan oleh pria.
Dan buah dari kombinasi dua asma ini lahirlah Nur ala Nur (cahaya di atas cahaya), yaitu rumah tangga yang terang benderang dan bermasa depan cerah serta menerbitkan anak-anak yang "menghidupkan" masyrakat, bangsa dan negara. Ketika dua asma ini melebur dan menyatu, tidak ada tempat bagi ego untuk hidup dan tidak ada lagi "aku" dan yang ada hanya "kamu". Â Rumi secara indah berpantun:
Aku selalu melihat obat pada setiap penyakit