Mohon tunggu...
Syekh Muchammad Arif
Syekh Muchammad Arif Mohon Tunggu... Konsultan - Menawarkan Wacana dan Gagasan Segar sertaUniversal

syekh muhammad arif adalah motivator dan bergerak di bidang konsultasi pendidikan dan pemerhati sosial dan keagamaan universal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar atau Belajar Merdeka?

12 Desember 2019   16:49 Diperbarui: 31 Maret 2020   21:24 3853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim menetapkan empat program pembelajaran nasional. Nadiem menyebut empat program ini sebagai kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar". 

"Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi."

Tulisan ini tidak dalam posisi menguraikan maksud dari program "Merdeka Belajar"Mendikbud tersebut, tapi penulis menyampaikan pandangan sendiri terkait dengan istilah merdeka belajar dan belajar merdeka.

Filosofi "Merdeka Belajar" disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka. Di antara pelbagai makhluk Tuhan, dengan fasilitas akal, manusia adalah makhluk yang merdeka untuk memilih jalannya sendiri, baik jalan kebaikan maupun jalan keburukan.

Tidak ada seorangpun atau apapun yang memaksa atau menghalangi manusia untuk menentukan dua jalan tersebut.

Tuhan hanya memberi fasilitas berupa kehidupan (ruh) dan organ (sebagai alat) yang bisa digunakan manusia untuk memilih jalan. Karena itu, sebagai makhluk yang merdeka, insan harus bertanggungjawab atas perbuatannya dan ia tidak punya alasan untuk menyudutkan Tuhan dalam kejahatan yang dilakukannya.

Dan pendidikan yang baik harus memperhatikan asas kemerdekaan yang merupakan hadiah terbaik yang diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga pendidikan tidak boleh bertentangan dengan asas kemerdekaan manusia.

Merdeka belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. 

Sebab, memberi beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana matahari itu kepada teman-temannya.

Bila kemerdekaan belajar terpenuhi maka akan tercipta "belajar merdeka" atau "pembelajaran yang merdeka" dan sekolahnya disebut sekolah yang merdeka atau sekolah yang membebaskan.

Ki Hajar Dewantara menekankan berulang kali tentang kemerdekaan belajar. "...kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu "dipelopori", atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahaun dengan menggunakan pikirannya sendiri..." Ki Hadjar Dewantara (buku Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-1952). Anak pada dasarnya mampu berpikir untuk "menemukan" suatu pengetahuan.

Apa arti kemerdekaan dalam pernyataan beliau tersebut? Dalam sebuah tulisan di buku Pendidikan, beliau menyatakan "Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri" (temantakita.com. Diakses tanggal 12/12/2019).

Belajar merdeka mencirikan pembelajaran yang kritis, berkualitas, ekspres (cepat), transformatif, efektif, aplikatif, variatif, progresif, aktual dan faktual. Para pelajar yang belajar berbasis kemerdekaan akan senantiasa enerjik, optimis, prospektif, kreatif dan selalu berani untuk mencoba yang baru. 

Mereka senantiasa lapar dan haus akan ilmu. Para pelajar kategori ini menganggap bahwa membaca buku yang bergizi tak kalah nikmatnya dengan menyantap makanan. 

Mereka tertantang untuk menghadapi kesulitan belajar; mereka selalu ingin bisa dan pantang untuk menyerah sebelum mencoba, mereka tidak bergantung kepada orangtua, guru, sekolah dan sistem/aturan. Dimanapun mereka berada, mereka menjadi pribad-pribadi yang menyenangkan, berpengaruh dan bermanfaat.

Bagaimana Kita Mesti Mulai Belajar?
Seorang pemuda mendatangi Sokrates dan mengatakan, "Aku ingin belajar filsafat kepadamu." Sokrates menjawab, "Engkau datang dengan keyakinan?" Pemuda itu mengatakan, "Iya." Lalu Sokrates membawa pemuda itu ke tepi telaga dan mengatakan, "Masukkan kepalamu di dalamnya!" Kemudian pemuda itu meletakkan kepalanya di dalam telaga.

Sesaat kemudian Sokrates menarik leher pemuda itu dan menenggelamkannya di air. Beberapa menit kemudian pemuda itu nyaris pingsan. Kemudian ia menggerak-gerakkan tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak mampu lagi menahan kepalanya. Lalu Sokrates melepaskan lehernya.

Pemuda itu dengan nafas terpenggal-penggal mengeluarkan kepalanya dari air. Kemudian dia bertanya mengapa Sokrates memperlakukannya demikian? Sokrates menjawab, "Dalam kondisi seperti itu, apa yang engkau minta dengan ketulusan dan sepenuh hatimu?" Pemuda itu menjawab, "Aku hanya menginginkan udara dan hanya itu."

Sokrates mengatakan, "Sekarang pergilah ke rumahmu dan pikirkanlah bila engkau sampai pada suatu tahapan di mana engkau akan mencari dan menginginkan filsafat seperti ini, engkau akan mencari filsafat dengan sepenuh hati, maka saat itu datanglah kemari sehingga aku akan mengajarimu filsafat."

 Ini merupakan sebaik-baik perumpamaan bagaimana belajar. Lalu pertanyaannya adalah apakah kita untuk belajar telah sampai kepada tahapan seperti ini? Kaum urafa atau kaum sufi mengatakan, "Ahli hati memiliki dua sifat; pertama adalah hati yang menerima pembicaraan, dan kedua yaitu pembicaraan yang diterima oleh hati." Temukan diri Anda dalam kalimat tersebut! Anda termasuk salah satu dari yang mana?

Sungguh mengejutkan mengetahui bahwa begitu banyak orang tidak percaya bahwa mereka dapat belajar, dan lebih banyak lagi yang percaya bahwa belajar itu sulit.

- FRANK HERBERT --

Syekh Muh. Alcaff, Founder Chanel Manazila TV di Youtube

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun