Mohon tunggu...
Syefi Rahmah
Syefi Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi UNJ

stay lowkey

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengupas Proses Pembelajaran Jarak Jauh yang Dilakukan Secara Daring

13 Januari 2021   23:15 Diperbarui: 13 Januari 2021   23:23 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang menyangka bahwa tahun pertama dalam dekade baru merupakan tahun yang paling menyulitkan manusia di seluruh penjuru dunia. Pandemi Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China sangat merugikan manusia pada aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan aspek kehidupan lainnya. Semua negara di seluruh dunia kaget karena tidak siap dengan adanya pandemi yang sifatnya global. Pada awal kemunculannya di Indonesia, pandemi Covid-19 kurang dianggap serius oleh masyarakat dan pemerintah. 

Pada saat itu pemerintah malah “menggeber-geberkan” sektor pariwisata, dan menghimbau masyarakat untuk jangan takut berlibur selama memerhatikan protokol kesehatan. Ketika kasus sudah memasuki angka ratusan, pemerintah menerapkan kebijakan PSBB yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang mengakibatkan kampus dan sekolah menerapkan kebijakan belajar dari rumah (study from home, SFH), sedangkan kantor-kantor menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home, WFH).

Kebijakan study from home, mengharuskan guru menggunakan model pembelajaran e-learning yaitu pembelajaran yang dilakukan secara daring di rumah masing-masing. Berdasarkan data hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), 92% peserta didik mengalami banyak masalah dalam mengikuti pembelajaran daring yang dilakukan selama pandemi Covid-19. Entah mengapa walaupun pembelajaran sudah dilakukan di rumah, tapi banyak sekali siswa yang mengeluh pekerjaan sekolahnya menjadi lebih berat. dan mereka merasa lebih stress karena pembelajaran jarak jauh dibanding pembelajaran tatap muka secara langsung. 

Setelah ditelaah mereka mendapatkan banyak sekali tugas yang diberikan dari guru-guru mereka. Walaupun mungkin tugasnya membutuhkan tiga atau empat jam pengerjaan, misalnya tiga jam pengerjaan. namun mata pelajaran yang dipelajari misalnya ada 10. Berarti dalam satu minggu mereka mengerjakan tugas sebanyak 30 jam. Sedangkan pandemi ini membuat mereka kurang bersosialisasi dengan orang luar dan kurang menghirup udara segar dari luar rumah karena mereka menjadi jarang keluar dan mereka menghadapi semua ini sendirian. Biasanya mereka bisa bertemu teman-teman di sekolahnya. 

Mereka bisa berganti suasana dan atmosfir misalnya pagi berangkat dari rumah, lalu ke sekolah, pulang sekolah mengerjakan tugas bersama-sama di rumah teman. Seringkali sehabis ujian mereka refreshing biasanya dilakukan dengan cara pergi ke mall atau main ke rumah teman. 

Mereka juga merasakan stress bersama-sama saat pembelajaran dilakukan secara luring. Namun semenjak pandemi, mereka tidak merasakan pergantian suasana dan menghadapi semuanya sendirian. Rumah mereka sekarang bukan hanya tempat istirahat, namun juga menjadi tempat menimba ilmu, dan terpaksa juga menjadi tempat refreshing. Rumah mereka menjadi tidak punya batasan atas kegiatan-kegiatan mereka dan mereka menjadi merasa kewalahan.

Guru dan siswa cenderung belum memiliki kesiapan yang optimal dalam proses pembelajaran daring. Pembelajaran di Indonesia mayoritas diadakan secara oldschool dimana siswa dan guru menghabiskan setengah harinya di sekolah. Hanya sedikit sekolah atau universitas yang menggunakan model pembelajaran blended learning. Rooney (2003) menyebutkan bahwa “blended learning is a hybrid learning concept integrating traditional inclass sessions and e-Learning elements” yang artinya model pembelajaran blended learning adalah model pembelajaran yang konsepnya hybrid learning yang mengkombinasikan metode pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran daring. Sedangkan di Indonesia sedikit sekali sekolah atau universitas yang menggunakan model pembelajaran e-learning

Maka dari itu banyak sekali guru dan siswa yang “kaget” akan pembelajaran daring karena dianggap asing dan baru. Padahal penggunaan teknologi sudah cukup lama hadir di Indonesia, namun masyarakatnya mengalami cultural lag. Menurut William Ogborn, fenomena ini terjadi karena kebudayaan material suatu kelompok biasanya berubah terlebih dahulu, dan kebudayaan non-material tertinggal di belakang, sehingga terjadi permainan saling kejar-mengejar.

Disinilah dilema muncul. Tantangan bagi guru adalah menjadi pengajar yang tidak menelantarkan siswanya setelah memberi tugas. Memang, di saat serba daring ini rasanya sulit juga untuk mengukur tingkat kemampuan siswa jika bukan melalui tugas yang diberi. Banyak guru yang tanpa sadar menerapkan pendidikan gaya bank (pemikiran Freire) di saat pandemi ini. Freire (2008), karakteristik pendidikan gaya bank adalah guru mengajar dan siswa diajar, guru tahu segalanya dan siswa tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan siswa memikirkan, guru sebagai subjek proses pembelajaran sedangkan murid hanyalah objek. 

Jika dilihat dari karakteristiknya, seperti kita menerapkan kurikulum jadul yang sudah sangat kadaluwarsa karena pada kurikulum 2013 siswa menjadi subjek proses pembelajaran dan guru menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Namun begitulah kenyataannya, banyak sekali siswa yang mengeluh merasa mereka tidak mendapatkan ilmu apa-apa selama pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi, karena mereka sudah dibentuk untuk menjadi peserta didik yang tidak hanya menjadi objek dalam proses pembelajaran, bahwa merekalah subjek dalam proses pembelajaran dan mereka memahami ilmu-ilmu yang mereka peroleh sendiri dengan sedikit bantuan dari guru mereka. Sekarang mereka hanya “dicekoki” tugas dan terpaksa menjadi objek pembelajaran, sehingga mereka merasa kagok dengan sistem pembelajaran daring yang kurang memperkenankan mereka untuk menjadi subjek pembelajaran.

Dan karena tugas-tugas ini juga, menjadi tantangan bagi siswa untuk menjaga keseimbangan antara mengerjakan pekerjaan dari orang tua dan dari guru. Tantangan bagi siswa adalah untuk tetap tenang di bawah tekanan walaupun sulit sekali untuk dilakukan. Tantangan lainnya bagi siswa adalah untuk bekerja dua kali lebih keras dari sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun