Mohon tunggu...
Syefi Rahmah
Syefi Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi UNJ

stay lowkey

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Jarak Jauh bagi Mahasiswa

6 November 2020   14:02 Diperbarui: 6 November 2020   14:03 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi 2020 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 sangat merugikan sejumlah masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial, pembangunan, kesehatan, dll. Bagi pemuda, khususnya mahasiswa, pandemi ini sangat merugikan mahasiswa dalam hal perekonomian dan pendidikan. Entah berapa banyak mahasiswa yang seharusnya sedang melakukan kuliah praktek, atau turun lapangan, namun terhambat karena adanya Covid-19 dan memaksa mereka untuk belajar dari rumah, menggunakan sejumlah aplikasi yang menyedot kuota cukup banyak.

Tidak cukup hanya seputar aspek ekonomi dan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan secara aktual, mereka juga mendapat tekanan-tekanan dari pembelajaran jarak jauh ini karena mereka semakin sulit untuk membagi waktu. Rumah yang tadinya berfungsi sebagai tempat istirahat, sekarang tidak kenal fungsi tersebut karena banyaknya tugas atau kewajiban lain sebagai mahasiswa atau sebagai anak yang tinggal serumah dengan orang tuanya. Sebagian mahasiswa sibuk mengurus organisasi, mengerjakan pekerjaan rumah, menyelesaikan tugas kuliah dan mengikuti kelas daring. Sebagian lainnya sibuk mempertahankan keuangan keluarga sambil menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa. Mereka menjadi kurang istirahat, dan jika ada istirahat pun beberapa dari mereka akan terhantui oleh bayangan tugas yang akan datang.

Seperti yang dosen saya pernah bilang, bahwa dalam aspek sosiologis, pemuda adalah individu yang terwarisi masa lalu dan terbebani masa depan. Pemuda sudah terwarisi nilai, norma, dan aturan yang sudah  ada di masyarakat dan di keluarganya sendiri, sehingga warisan-warisan itu harus diikuti diluar kehendak dan kebebasan mereka sebagai individu. Pemuda terbebani masa depan karena mereka memiliki tanggung jawab dan beban harapan dari masyarakat sekitar dan keluarganya agar mereka bisa mencapai suatu fase kehidupan yang ideal. Jika direfleksikan dengan fenomena PJJ, pemuda tidak bisa mengabaikan kewajiban-kewajiban mereka di dalam rumah karena adanya nilai, norma dan aturan yang diterapkan oleh keluarganya, atau sebagai kesadaran "tahu diri" yang ada dari dalam individu itu sendiri. Tetapi di sisi lain mereka juga harus menjalankan perkuliahan jarak jauh dan kewajiban-kewajibannya, karena mereka memiliki beban harapan orang tua yang walaupun orang tua tidak mengungkapkan secara eksplisit, tetapi lagi-lagi individu itu sendirilah yang memiliki kesadaran diri terhadap beban yang dipikulnya. Hal ini tentu saja membuat mereka sering stress di masa PJJ ini.

Pastinya ada beberapa mahasiswa yang sama sekali tidak keluar rumah selama PJJ atau selama pandemi, entah itu karena keinginannya sendiri atau karena aturan orang tua. Mahasiswa biasanya bisa bertemu teman-temannya di kampus, atau sekadar hangout jika kehidupan perkuliahan dirasa sudah mencapai ambang ke-stress-an. Semenjak adanya Covid-19, mereka tidak bisa keluar rumah dan lebih sering menghabiskan waktu mereka berkutat dengan tugas dan kewajiban di rumah, yang membuat mereka lebih jarang bertemu teman-temannya. Padahal, salah satu karakteristik pemuda adalah pragmatis, yaitu menjalankan aktivitas yang menguntungkan dirinya sendiri. Tetapi di saat seperti ini, aktivitas-aktivitas yang mereka jalankan seputar kewajiban-kewajibannya saja, dan tentu saja kewajiban adalah suatu hal yang membosankan dan melelahkan.

Menurut jurnal yang berjudul Hubungan Pembelajaran Jarak Jauh dan Gangguan Somatoform dengan Tingkat Stres Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian mereka sampai pada kesimpulan bahwa frekuensi pelaksanaan PJJ memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat stress responden. Responden dengan frekuensi PJJ sebanyak >12 kali memiliki peluang lebih kecil untuk stress tinggi dibandingkan dengan responden dengan PJJ sebanyak <12. Dan hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagai besar mahasiswa (64,3%) tidak mengalami gejala gangguan somatoform (sakit karena stress), sementara 35,7% mahasiswa mengalami gangguan somatoform. Gangguan somatoform yang dialami berupa pegal di bagian bahu, sakit kepala, mual, batuk, demam, sesak nafas, sakit tenggorokan, sakit dada, hilang nafsu makan, tidur tidak nyenyak, cemas, tegang, khawatir, sedih, dll. Tetapi yang saya ingin sorot dari penelitian ini adalah hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa kebanyakan mahasiswa merasa  stress selama PJJ. Sebagai pemuda, mahasiswa memiliki karakteristik individualistis yang artinya ingin menjalani hidupnya sesuai dengan nilai dan normanya sendiri dan resistensial yang artinya ingin melakukan perlawanan. Namun karena adanya PJJ dan pandemi, mereka terpaksa mengikuti nilai dan norma yang ada, dan juga tidak bisa melakukan perlawanan karena mereka juga tidak mengerti sepenuhnya, apa yang sebenarnya harus mereka lawan. Apakah sistem PJJ yang membuat mereka lelah secara mental? Apakah pandemi Covid-19, yang tidak ada yang tahu kapan akan berakhir? Yang jelas kebanyakan dari mereka merasa frustrasi dan putus asa, juga marah dan kecewa. Dan hanya bisa berharap semoga semua ini cepat berakhir, agar mereka bisa menjalani hidup mereka seperti sedia kala.

Referensi jurnal: Putri, Rizky Muharany, Anissa Dwi Oktaviani, dkk. "Hubungan Pembelajaran Jarak Jauh dan Gangguan Somatoform dengan Tingkat Stres Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta." Perilaku dan Promosi Kesehatan 2, no. 1 (2020): 38-45. http://journal.fkm.ui.ac.id/ppk/article/view/4003

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun