Saat ini pasukan Harimau Malaya benar-benar sedang merasakan kepahitan mendalam. Kekalahan dari tim Garuda Muda sungguh di luar perkiraan mereka. Bagaimana tidak, beberapa jam sebelum pertandingan saja publik mereka yang diwakili oleh media-media setempat menurunkan berita yang isinya sangat yakin bahwa mereka akan memenangkan pertandingan melawan timnas U-23 Indonesia. Seperti yang diberitakan oleh salah satu situs berita online di sana, bahwa tim Harimau Muda merupakan tim terbaik di Asia Tenggara. Secara di atas kertas pun mereka yakin mampu menaklukkan Garuda Muda. Tapi apa mau dikata, ternyata Harimaulah yang harus kehilangan taringnya di hadapan Garuda. Sia-sialah kehadiran 200 pendukung setianya yang sudah jauh-jauh datang dari negara asal mereka ke Myanmar hanya untuk memberi dukungan kepada para pemain. Perjuangan Malaysia harus berhenti di tangan tim yang pernah mereka lukai dua tahun yang lalu dengan cara yang sama. Inilah sepak bola, kedua tim tidak pernah menduga akan merasakan kekecewaan yang sama dengan cara seperti ini.
Malaysia tetaplah Malaysia, sebuah tim yang tidak pernah mengenal kata menyerah apalagi ketika tim ini bertemu lawan dengan Indonesia. Beberapa kali selama ini dalam setiap pertandingan resmi Indonesia mampu unggul skor terlebih dahulu atas Malaysia, namun beberapa kali pula Malaysia mampu membalikkan keadaan dan tampil sebagai juara. Aroma persaingan sengit memang kerap kali mewarnai pertemuan kedua tim ini. Menang atas Malaysia adalah kepuasaan tersendiri bagi suporter Garuda, begitu juga sebaliknya bagi suporter Ultras Malaysia. Jadi bisa dibayangkan seperti apa suka cita publik Indonesia saat ini setelah mampu mengalahkan tim Malaysia saat ini.
Kembali kepada pertandingan kemarin malam, menanggapi kekalahannya atas timnas Indonesia, para suporter Malaysia terlihat cenderung lebih menyalahkan kepada para pemain. Kambing hitamnya siapa lagi kalau bukan penjaga kiper mereka Izham Tarmizi yang tampil buruk pada segmen adu pinalti. Jika kiper Indonesia U-23 saat ini Kurnia Meiga dianggap pahlawan oleh publik Indonesia maka Izham Tarmizi justru kepiawaiannya diragukan oleh publik Malaysia dan sempat menjadi sasaran tembak pelampiasan kekesalan mereka. Namun pelatih Harimau Muda Datok Ong Kim Swee pasang badan untuk anak asuhannya. Beliau dengan gentle mengakui kegagalan ini murni tanggung jawabnya, sembari meminta kepada para pendukung untuk tidak menghujat dan menyalahkan para pemain. Baginya jika Izham Tarmizi bukan seorang penjaga gawang yang baik tidak mungkin anak asuhannya tersebut mampu lolos sampai ke babak semifinal.
Pelatih berkacamata ini menilai kegagalan Harimau Muda lebih kepada faktor banyaknya pemain inti mereka yang cedera terutama yang vital di sektor sayap. Beliau menyatakan ada 7 pemain inti mereka yang tidak bisa dibawa ke Myanmar. Untuk sektor sayap kiri Malaysia hanya punya seorang pemain saja, yaitu Ashri Chuchu. Ironisnya di tengah kondisi minim tersebut Ashri Chuchu yang selama ini tampil baik di sektor sayap harus menepi dikarenakan mengalami cedera. Sementara itu Nazirul Naim yang menggantikan posisinya terpaksa diposisikan sebagai sayap padahal pemain ini sama sekali belum pernah bermain di posisi tersebut. Inilah yang menjadi penyebab kurang tajamnya serangan Malaysia pada pertandingan semalam. Tampaknya Indonesia harus bersyukur karena di tim kita ini sangat melimpah sekali pemain yang berposisi sayap baik kiri maupun kanan, meskipun ada satu pemain cedera pemain lain yang tak kalah bagusnya siap menggantikan posisi tersebut.
Tampaknya pelatih Ong Kim Swee memang harus belajar kepada pelatih Rahmad Darmawan bagaimana caranya menutupi kekurangan salah satu lini dalam skema permainan. Di tim Garuda Muda sendiri kita tahu punya kelemahan kronis pada sektor penyerang. Tanpa mengecilkan peranan kedua striker muda yang dimiliki oleh Indonesia U-23 kita saat ini, tapi harus kita katakan dengan jujur bahwa dalam beberapa kali kemenangan tim Garuda Muda peranan striker sangat minim sekali kita saksikan. Dari empat buah gol yang tercipta di 5 pertandingan hanya satu gol yang berhasil dicetak oleh seorang striker, sisanya diciptakan oleh bek dan sayap. Di sinilah letak kepiawaian dari seorang Rahmad Darmawan, pelatih ini mampu membentuk dan meracik suatu tim yang tidak hanya mengandalkan dan bergantung kepada satu sektor saja untuk mencetak gol kegawang lawan, yaitu sektor penyerang. Rahmad Darmawan berhasil menutupi kelemahan barisan penyerang Garuda Muda dengan mengoptimalkan sektor-sektor lainnya dalam hal urusan mengoyak jala tim lawan. Inilah yang tidak dimiliki oleh pelatih Ong Kim Swee ketika mendapati sektor sayapnya yang harus menghadapi masalah, padahal seharusnya kalau beliau memang cerdik pastilah bisa mengatasi hal ini mengingat permasalahan tersebut sudah terjadi sejak jauh hari sebelum pemberangkatan para pemain mereka ke Myanmar.
Rasanya memang pantas kita mengangkat topi untuk pelatih Rahmad Darmawan. Keberhasilannya membawa timnas kita ke babak final mengukuhkan kembali namanya sebagai pelatih spesialis turnamen. Begitu juga dengan pelatih Malaysia Muda Datok Ong Kim Swee, kedua pelatih ini untuk sementara menorehkan hasil imbang dalam pertemuan head to head nya di ajang turnamen resmi. Keduanya merupakan pelatih terbaik dimasing-masing negaranya. Selalu menarik untuk menantikan pertemuan keduanya dilaga-laga resmi berikutnya. Tapi untuk sementara ini biarkan Garuda Muda menari-nari diatas luka Anak Harimau...hehe. Bravo Garuda Muda dan salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H