Mohon tunggu...
Sya Wati
Sya Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswi Universitas Muhammadiyah A.R Fachrudin Prodi Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Realitas Masyarakat dalam Novel Laskar Pelangi melalui Perspektif Pierre Bourdieu

2 November 2024   10:46 Diperbarui: 2 November 2024   10:46 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Indonesiana

Pernahkah Anda merasa bahwa sebuah novel atau cerpen menyuarakan realitas kehidupan Anda sehari-hari? Seolah-olah, di balik kisah fiktifnya, terdapat penggambaran nyata tentang pergulatan hidup manusia dalam masyarakat. Ini bukan kebetulan. Banyak karya sastra memang tidak hanya ditulis untuk menghibur, tetapi juga untuk mencerminkan, mengkritik, atau bahkan mempengaruhi dinamika sosial di sekitarnya. Di sinilah kita melihat bagaimana eratnya hubungan antara sastra dan masyarakat: sastra menjadi cerminan kehidupan sosial, sementara masyarakat memberi inspirasi bagi lahirnya karya sastra.

Pembahasan Teori Sosiologi Sastra (Pierre Bourdieu) menggunakan teori sosiologi sastra dari Pierre Bourdieu. Dalam teorinya, Bourdieu memperkenalkan konsep habitus, field, dan capital. Habitus adalah pola kebiasaan dan persepsi yang berkembang dari pengalaman sosial seseorang dan mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia. Sementara itu, field adalah arena sosial atau lingkungan di mana individu atau kelompok berjuang untuk memperebutkan kekuasaan atau posisi. Capital di sini mencakup berbagai bentuk modal, tidak hanya berupa ekonomi, tetapi juga modal budaya (seperti pendidikan atau kemampuan intelektual) yang menentukan posisi seseorang dalam masyarakat.

Dalam konteks sastra, teori ini menunjukkan bahwa karya sastra bukanlah sekadar hasil imajinasi pengarang, tetapi produk yang terbentuk dari interaksi antara kebiasaan sosial pengarang (habitus) dan posisi pengarang dalam lingkungan sosial (field). Artinya, setiap karya sastra mencerminkan pandangan, norma, dan konflik sosial yang melingkupi pengarangnya, baik secara eksplisit maupun implisit. Contoh sederhananya adalah bagaimana seorang penulis dari kalangan bawah mungkin menyuarakan realitas ketidakadilan sosial dalam karyanya, sementara penulis dari kalangan elit bisa jadi lebih fokus pada tema-tema kemapanan dan stabilitas.

Studi Kasus: Novel Laskar Pelangi oleh Andrea Hirata

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah contoh nyata bagaimana karya sastra mencerminkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Mengambil latar belakang Pulau Belitung, novel ini mengisahkan perjuangan sekelompok anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Andrea Hirata, dengan latar belakang dan pengalaman hidupnya di Belitung, berhasil menggambarkan ketimpangan sosial antara keluarga miskin dan kalangan kaya pemilik tambang timah. Novel ini secara jelas memperlihatkan bagaimana sistem ekonomi yang timpang menciptakan ketidakadilan sosial, di mana akses pendidikan berkualitas sulit didapatkan oleh mereka yang tidak memiliki modal ekonomi.

Di sini, Laskar Pelangi mencerminkan konsep field dan capital dari Bourdieu. Sekolah Muhammadiyah di novel ini adalah arena perjuangan (field) bagi anak-anak dari keluarga tak mampu. Modal sosial dan budaya mereka---seperti semangat belajar, kerja keras, dan dukungan komunitas---menjadi modal yang mereka gunakan untuk bersaing dan meraih masa depan lebih baik meski keterbatasan ekonomi. Andrea Hirata seakan ingin menunjukkan bahwa meski modal ekonomi terbatas, modal sosial dan kultural bisa menjadi pendorong bagi perubahan.

Novel ini juga berfungsi sebagai kritik sosial terhadap pemerintah dan masyarakat, yang kurang memperhatikan kesenjangan pendidikan di daerah-daerah terpencil. Bourdieu menyebutkan bahwa karya sastra dapat menciptakan symbolic violence, yaitu bentuk kekerasan yang tak terlihat namun berpengaruh kuat dalam mengubah pemikiran masyarakat. Laskar Pelangi berperan sebagai symbolic violence yang menggugah masyarakat akan pentingnya akses pendidikan dan menyadarkan kita tentang ketidaksetaraan yang masih nyata di Indonesia.

Penutup:
Dari pemaparan ini, jelas terlihat bahwa sastra dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Sastra adalah cermin, kritik, sekaligus refleksi sosial. Dalam karya-karya seperti Laskar Pelangi, kita dapat memahami realitas sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di masyarakat. Pierre Bourdieu melalui konsep habitus, field, dan capital membantu kita melihat bahwa karya sastra tidak berdiri sendiri, melainkan hasil dari berbagai faktor sosial yang mempengaruhi pengarangnya. Memahami masyarakat melalui sastra memberikan kita perspektif baru terhadap kondisi sosial yang ada, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan demi keadilan sosial.

Daftar Pustaka

  1. Bourdieu, Pierre. (1984). Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Cambridge, MA: Harvard University Press.
  2. Bourdieu, Pierre. (1993). The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature. New York: Columbia University Press.
  3. Damono, Sapardi Djoko. (1978). Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
  4. Faruk, H.T. (1999). Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Goldmann, Lucien. (1975). Towards a Sociology of the Novel. London: Tavistock.
  6. Hirata, Andrea. (2005). Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
  7. Iswanto, Bambang & Sudikan, Setya Yuwana. (2003). Sastra dan Masyarakat: Sebuah Pendekatan Sosiologis. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
  8. Williams, Raymond. (1977). Marxism and Literature. Oxford: Oxford University Press.
  9. Wiyatmi. (2006). Sosiologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun