Mohon tunggu...
Syawaludin Fahmi
Syawaludin Fahmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Uin Bandung

saya orangnya suka ber olah raga saya juga suka mencoba hal hal yang baru cuman mines nya suka malas tetapi enggak malas banget

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ulama Melayu Indonesia Dalam Jaringan Ulama Abad ke -18

22 Desember 2024   17:45 Diperbarui: 22 Desember 2024   17:45 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Abad ke-18 merupakan periode penting dalam sejarah intelektual Islam di wilayah Melayu, khususnya Indonesia, dengan munculnya sejumlah ulama besar yang memperkenalkan ajaran Islam secara mendalam dan menyebarkannya ke berbagai daerah di Nusantara. Tiga ulama yang menonjol pada masa itu adalah Syekh Abdurrahman al-Palimbani dari Palembang, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dari Kalimantan, dan Dawud bin Abdullah dari Patani. Ketiganya berperan besar dalam pengembangan fiqh, tasawuf, dan etika Islam di Nusantara, serta membangun jaringan intelektual yang menghubungkan dunia Islam di Timur Tengah, India, dan Persia.

1. Syekh Abdurrahman al-Palimbani dan Pengaruhnya di Nusantara
Palembang, sebagai ibu kota Kesultanan Palembang Darussalam, bukan hanya dikenal sebagai pusat perdagangan, tetapi juga sebagai pusat pengembangan ilmu agama Islam pada abad ke-18. Salah satu ulama terkenal dari Palembang adalah Syekh Abdurrahman al-Palimbani, yang terkenal karena pengetahuan luasnya dalam fiqh, tasawuf, dan tafsir. Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Durr al-Mukhtar, kitab fiqh yang merujuk pada mazhab Syafi'i. Kitab ini memberikan panduan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan, dari ibadah hingga masalah sosial.

Selain fiqh, Syekh al-Palimbani juga memperkenalkan ajaran tasawuf yang lebih mendalam, yang menekankan pentingnya spiritualitas dan pembersihan hati. Beliau mendirikan pesantren yang menjadi pusat pengajaran fiqh, tasawuf, dan tafsir, serta menyebarkan ajaran Islam ke seluruh Nusantara. Selain itu, Syekh al-Palimbani berperan sebagai penghubung penting antara dunia Islam di Nusantara dengan pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah, terutama Mekkah dan Madinah, dengan banyak muridnya melanjutkan studi di sana dan kembali untuk menyebarkan ilmu.

2. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari: Ulama dari Kalimantan yang Menghidupkan Jaringan Ilmu Islam
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama besar dari Kalimantan yang lahir pada 1710, dikenal sebagai ahli fiqh dan tasawuf yang produktif dalam menulis karya ilmiah. Karya terkenalnya, Sabil al-Muhtadin, memberikan panduan hidup seorang Muslim dalam aspek fiqh dan tasawuf. Dalam kitab ini, beliau menekankan keseimbangan antara hukum fiqh dan dimensi spiritual dalam Islam, serta pentingnya menjaga akhlak yang baik dan hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam yang autentik.

Syekh Arsyad al-Banjari mendirikan pesantren yang menjadi pusat pendidikan bagi banyak pelajar dari Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Pesantren-pesantren ini juga memperkenalkan ajaran Islam yang mendalam dan moderat, serta menghubungkan Kalimantan dengan dunia Islam yang lebih luas, khususnya Mekkah dan Madinah, di mana beliau menuntut ilmu sebelum kembali ke Kalimantan untuk mengajarkan ilmunya.

3. Dawud bin Abdullah dan Kebangkitan Ulama Patani
Patani, yang terletak di selatan Thailand, merupakan pusat pendidikan Islam penting pada abad ke-18, dan Dawud bin Abdullah adalah salah satu ulama terkemuka dari wilayah ini. Ia dikenal atas kecakapannya dalam fiqh, tasawuf, dan tafsir. Salah satu karya terkenalnya, Kanz al-Mujtaba, membahas berbagai aspek ajaran Islam, dari fiqh hingga tasawuf, dengan penekanan pada kesucian hati dan spiritualitas dalam beragama.

Dawud bin Abdullah mendir ikan pesantren di Patani yang menjadi pusat pendidikan penting bagi umat Islam, tidak hanya bagi masyarakat Patani, tetapi juga bagi pelajar dari Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Ajarannya yang menekankan keseimbangan antara fiqh dan spiritualitas sangat relevan bagi masyarakat Patani yang hidup dalam lingkungan multikultural dan penuh tantangan. Selain itu, beliau juga berperan dalam menjaga stabilitas ajaran Islam di tengah ketidakstabilan politik yang terjadi di wilayah tersebut.

4. Jaringan Ulama Abad ke-18 dan Pengaruhnya dalam Penyebaran Islam di Nusantara
Pada abad ke-18, ulama-ulama di Nusantara membentuk jaringan intelektual yang menghubungkan berbagai wilayah di dunia Islam. Syekh Abdurrahman al-Palimbani, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan Dawud bin Abdullah tidak hanya berfokus pada pengajaran fiqh, tetapi juga mengajarkan ajaran Islam yang mendalam, dengan keseimbangan antara hukum dan spiritualitas. Mereka menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah, lalu kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu yang telah dipelajari.

Pesantren-pesantren yang didirikan oleh para ulama ini menjadi tempat pendidikan yang penting bagi umat Islam, yang menyebarkan ajaran Islam di seluruh Nusantara, dari Sumatra hingga Kalimantan dan Patani. Jaringan intelektual ini tidak hanya membentuk pemikiran Islam di Nusantara, tetapi juga menghubungkan wilayah ini dengan dunia Islam yang lebih luas, memperkenalkan ajaran Islam yang moderat dan spiritual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun