Mohon tunggu...
Syauqi Zikrullah
Syauqi Zikrullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

extrovert, nyanyi, editing.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Waspada!!, ketahui kanker kulit si Bulu kesayangan

20 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 20 Desember 2024   19:14 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, kanker masih menjadi masalah serius. Sebenarnya, kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang tidak normal dan tidak terkendali. Di Indonesia, kasus kanker terus meningkat. Faktor penyebabnya juga beragam. Selain itu, kanker juga tidak dapat diprediksi di mana muncul karena bisa muncul di mana saja dan biasanya menyerang manusia. Data Global Cancer Statistics (Globocoan) yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa terdapat 408.661 kasus baru kanker dan 242.988 kematian akibat kanker di Indonesia. Jenis kanker yang diderita juga beragam, mulai dari kanker payudara, kanker serviks, kanker paru, dll. Sebaliknya, hewan juga bisa terkena kanker. Anjing, kucing, monyet, dan ikan adalah hewan yang paling sering terkena kanker. Sebagian besar orang tidak tahu bahwa hewan juga bisa terkena kanker. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kasus kanker pada hewan jarang ditemukan. Meskipun penyakit kanker jarang terjadi pada hewan, masalah ini tetap perlu diperhatikan.

drh. Rizki Faraisa, seorang dokter hewan yang bekerja di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pernah menerima pasien hewan dengan kanker kulit yang dikenal sebagai Squamos Cell Carcinoma (SCC). Pemilik praktik dokter hewan drh. Rizki Faraisa mengatakan, "Kucing ini menderita kanker kulit pada telinga karena paparan sinar matahari terus menerus karena sebelum diadopsi kucing ini adalah kucing jalanan."

Squamos Cell Carcinoma (SCC) merupakan tumor ganas yang berkembang dari epitelium skuamosa. Epitel skuamosa membentuk sebagian besar kulit, melapisi rongga mulut dan esofagus, dan membentuk dasar kuku dan bantalan kaki (Murphy, 2013). Kucing pasien drh. Rizki Faraisa mengalami kanker kulit di area telinga, di mana tidak banyak rambut, meningkatkan kemungkinan kanker kulit. Pada awalnya, kanker kulit hanya menimbulkan luka kecil di kulit, tetapi lama kelamaan menjadi lebih besar dan menyerang area telinga saja, menyebabkan pendarahan. drh. Rizki Faraisa tidak menunjukkan reaksi terhadap antibiotik dan vitamin yang diberikan. Kucing itu sudah meninggal di tengah dan akan diambil telinganya. Penyakit kanker kulit tidak hanya menyerang area telinga; itu juga menyerang area kulit yang jarang ditumbuhi rambut, seperti pinna telinga, kelopak mata, dan hidung. "Tumor ini sering tumbuh pada area kulit yang jarang ditumbuhi rambut," kata Layne A Elizabeth dan Graham Melissa (2016).

“Seperti kebanyakan kanker, kanker ini adalah penyakit kucing yang lebih tua dengan usia rata-rata 10-12 tahun” (Murphy, 2013). Dengan demikian, kebanyakan kucing yang menderita kanker kulit adalah kucing yang berusia antara 10 dan 12 tahun. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa banyak kucing yang rentan terkena penyakit ini pada usia 12 tahun.

Penyakit kanker kulit pada hewan jarang terjadi dan pemilik hewan juga jarang mengetahuinya. Dokter hewan harus memahami pemilik hewan dengan komunikasi yang tepat agar mereka dapat mempercayai mereka, khususnya untuk membantu hewan mendapatkan perawatan yang cepat ketika mereka menderita penyakit serius.

Contoh pasien drh. Rizki Faraisa menunjukkan bagaimana dokter hewan menggunakan komunikasi yang tepat. drh. Rizki Faraisa pasti bertanya kepada pemilik hewan tentang kucingnya sebelum pemeriksaan lebih lanjut. Dokter hewan harus terlebih dahulu memahami perasaan pemilik hewan yang sedih agar mereka dapat secara jujur menyampaikan apa yang sedang terjadi pada kucingnya. Setelah pemilik hewan merasa perasaannya diterima dengan baik oleh dokter hewan, barulah dokter hewan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kucingnya. Untuk mempermudah penanganan di masa depan, dokter hewan harus berkomunikasi dengan cara ini.

Dokter hewan harus memberikan informasi yang jujur dan mudah dipahami oleh pemilik hewan selain memahami perasaan pemilik hewan. Dokter hewan harus menjelaskan penyakit kucing saat didiagnosis memiliki kanker kulit. Pemilik hewan diharapkan dapat memahami kata-kata yang digunakan. Dokter hewan juga harus benar-benar tahu tentang penyakit kanker kulit ini karena jarang terjadi di Indonesia. Mencari sumber dalam jurnal atau artikel yang jelas untuk membantu dokter hewan menjelaskan faktor, penyebab, gejala, dan masalah lainnya pada pemilik hewan.

Dokter hewan juga diharapkan bekerja sama dengan organisasi kesehatan hewan, lembaga penelitian, dan komunitas pecinta hewan untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit ini. Salah satu cara yang efektif untuk menyebarkan pengetahuan tentang kanker kulit pada kucing adalah dengan mengadakan kampanye edukasi melalui media sosial, seminar, atau brosur informasi. Dengan demikian, kesejahteraan hewan peliharaan dapat lebih terjaga karena penyakit yang jarang diketahui ini dapat lebih cepat diidentifikasi dan ditangani.

drh. Rizki Faraisa sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan dia. Karena mereka pikir itu hanya luka biasa, kucing tersebut sempat diberi vitamin dan antibiotik sebelum didiagnosis menderita kanker kulit. Drh. Rizki Faraisa mencari tahu lebih lanjut tentang penyakit kucing tersebut karena penyakitnya semakin parah dan ada pendarahan. Pada akhirnya, kucing itu didiagnosis menderita kanker kulit. Drh. Rizki Faraisa memutuskan untuk memotong telinga kucing karena penyakitnya sudah parah sehingga tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Meskipun demikian, kucing itu meninggal lebih awal daripada sempat menerima operasi.

Penanganan yang dilakukan oleh drh. Rizki Faraisa menunjukkan bahwa komunikasi yang baik antara dokter hewan dan pemilik hewan sangat penting. Komunikasi kesehatan drh. Rizki Faraisa dengan pemilik hewan terdiri dari empati, informasi yang jujur, dan penanganan yang sesuai prosedur. Tujuannya adalah untuk memberikan perawatan terbaik untuk kucing. Sebagai dokter hewan yang baik, Anda harus melakukan komunikasi kesehatan yang diterpakan oleh drh. Rizki Faraisa karena kucing harus dirawat dengan baik dan tidak disepelekan untuk menyelamatkan hidup mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun