Mendung menyapa kota nan panas ini, dia memandang jalan raya , memandang lalu lalang manusia, sembari duduk di kursi ruang tamu, sesekali mengrunyitkan dahi, menyeruput teh yang ada didepannya. Bibir tipisnya perlahan bergerak, tersenyum dengan tawa kecil,teringat dengan apa yang telah ia lalui, hingga sekarang ia bisa berdiri di sini, sekali lagi ia menyeruput teh didepannya, dan mulai mengisahkan tentang dirinyaÂ
Mempunyai paras yang cantik, mempunyai hobi mendengarkan musik sembari membuka buku usang, Penggemar makanan Ikan Pindang. Seorang perempuan yang berasal dari keluarga biasa. yang bahkan belum pernah melihat rupa ayahnya. Perempuan kuat yang mencoba untuk survive dalam kuatnya arus dan lika liku dunia. Qoimatul Mustaghfiroh, atau yang biasa di sapa Ima atau Qoim. Si bungsu dari dua bersaudara. Â
Sapaannya berganti ganti, keluarganya menyapanya ima, teman temannya kerap menyapanya qoim. dibesarkan hanya oleh ibunya. Ima terdidik menjadi seorang wanita yang kuat. Ima kecil masuk Madrasah Ibtidaiyah Negeri Bojonegoro pada tahun 2002. Sudah dikenal tekun dari kecilnya, pada kelas pertamanya ia peringkat pertama, hingga penghujung kelas yaitu kelas enam. "ya karena pada saat itu ndak punya mainan. Jadi mainannya ya belajar," tuturnya sambil tertawa.Â
Ima kecil hidup di lingkungan perkotaan, ia jarang keluar rumah karena rumahnya memang tepat di seberang jalan utama kota. Kendaraan besar kerap melintas. Sebagai pelarian, ia lebih suka untuk berdiam diri di kamar sambil membuka buku yang ada di rak nya."Kalo pas MI itu aku suka pas ujian," ujarnya sembari tertawa. Tekun adalah satu kata yang bisa merepresentasikan ia secara keseluruhan. Bahkan pada saat ia Sekolah Dasar. Pada saat anak lain sedang asyik asyiknya bermain dengan temannya. Hingga lupa waktu dan dihukum orang tuanya. Ima lebih memilih untuk berdiam diri dikamar,sembari ditemani oleh buku buku pelajaran.Â
Setelah dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), pada tahun 2008, ia meneruskan sekolahnya di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Bojonegoro. Ia mulai menerka apa yang ia inginkan, sebenarnya, ia ingin meneruskan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun orang tuanya tidak menyetujuinya karena minim pelajaran agama di SMP. Maka mau tidak mau ia sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Namun itu tidak menyurutkan niatnya menuntut ilmu. Meski ia akui pada saat Mts ia lebih sering main mainnya, namun ia tetap selalu ada di rangking awal setiap semesternya."Sebenarnya aku selalu masuk tiga besar itu karena, kebanyakan orang kan pintar dalam satu bidang, nah aku lebih memilih mempelajari seluruh bidang, dan sebenernya juga ndak sebegitu pinter kok," katanya.Â
Lepas dari MTSN, pada tahu 2011 ia meneruskan sekolahnya ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Model Bojonegoro. Salah satu madrasah aliyah populer di Bojonegoro. Lagi lagi bukan keinginannya untuk masuk ke MAN, sama halnya pada saat MTS, manut terhadap pilihan orang tuanya, yaitu ibunya. Ia masuk jurusan IPA, niatan Ima tak pernah berubah, dengan sedikit paksaan dalam keluarganya yang menginginan pendalaman agama. di masa sma nya, ia masih menggunakan telefon genggam nokia jadul berwarna hitam. Yang hanya bisa digunakan untuk telefon dan sms, padahal pada saat itu sedang trend nya menggunakan blackberry messenger ."Memang sengaja tidak menggunakan hp android kala itu, agar tidak terganggu saja," ujanya. Pada saat ujian nasional, ia mendapatkan danem sekitar 50an. Dan menjadi salah satu wisudawan terbaik. Â
Dipenghujung kelas 3, Ima sudah menginginkan untuk melanjutkan studinya, yaitu kuliah. Ia ingin kuliah tidak di kotanya, untung untung jika ia bisa kuliah di luar negeri. SNMPTN , SPANPTKIN, SBMPTN, semua ia coba, berharap ada universitas yang menerimanya. Dan dengan hasil ketekunannya, Ima mendapatkan undangan dari Universitas Indonesia, "cuman ada 2 orang yang dapat undangan UI dari Bojonegoro," tuturnya sembari menyeruput teh. Ia bahagia, namun juga gelisah.keluarganya menginginkan ia menjadi seorang perempuan yang mengerti pekatnya agama. ia mencoba menyakinkan ibunya perihal tersebut, setelah beberapa lama, ibunya meng iyakannya. Dari kota kecil di Jawa Timur,ia hijrah ke ibu kota dengan segala carut marutnya. Niatnya masih sama, mencari ilmuÂ
Sekarang, ia masih memantapkan hati untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Ia diterima S2 di Universitas Indonesia, dan ia juga mendapatkan undangan di salah satu universitas di Korea."Cara belajar itu ada banyak, visual, audio visual dan seterusnya, ikuti saja cara yang bikin kalian nyaman, dan bermimpilah setinggi tingginya,"ujarnya.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H