"Kenapa langit berwarna biru? Kenapa lautan berisi air? Kenapa cahaya bisa memantul? Kenapa Anggrek tidak punya batang sendiri?" Manusia selalu dipenuhi pertanyaan.Â
Pertanyaan bodoh, berbobot, tidak terpikirkan, tak masuk akal, selalu ada di kepala manusia. Dan pertanyaan-pertanyaan itu, membuat manusia mencari tahu kebenarannya. Terciptalah filsafat, pemikiran, dan teori-teori sebagai jawaban.
Tanda tanya telah menolong umat manusia. Menjadi senjata revolusi. Tapi, kalau kau tanyakan padaku, sebagai orang awam yang tidak tahu apa-apa, tanda tanya adalah hal terburuk. Kau bisa menyerang, membunuh seseorang dengan tanda tanya itu. Tak terkecuali dirimu sendiri.
Rama dan Sinta, tokoh dalam cerita yang melegenda, sama-sama mencintai satu sama lain. Yang berbeda adalah ketulusan dan kepercayaannya.Â
Ketika Sinta diculik oleh Rahwana dan diselamatkan oleh Rama, mereka kembali hidup bersama lagi. Namun, Rama merasa ragu dengan kesucian Sinta, ia dengan tega memerintahkan Sinta untuk membuktikan kesuciannya dengan membakar raganya. Sinta melaksanakan perintah itu, dan ia tak terbakar, membuktikan bahwa kesuciannya itu benar adanya.Â
Malang, keraguan itu tidak berakhir. Bahwa tanda tanya itu terus menerus menyerang Sinta. Hingga hubungan mereka hancur, terpecah-pecah. Bahwa, kisah legenda cinta sejati tidaklah se-sejati itu.Â
Biar itu terjadi hanya pada hubungan asmara saja. Jangan terjadi pada diri. Karena ketika kau meragukan dirimu sendiri, kau telah melampaui kebodohan Dewi Sinta yang terus mencintai Sri Rama tanpa sedikit pun ragu pada perasaannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H