Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dimensi Lain - Bagian 5 (Terakhir)

19 Oktober 2023   17:51 Diperbarui: 19 Oktober 2023   17:55 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Miris. Pada hari itu, aku mengetahuinya. Jelas sejelas-jelasnya. Penjahat dan pahlawan pada dasarnya sama, yaitu orang yang tersakiti. Dan cara untuk membedakannya adalah, pahlawan rela kehilangan orang yang ia sayangi demi seluruh dunia. Tetapi penjahat rela kehilangan seluruh dunia demi orang yang ia sayangi.

Aku memandang samping kananku, laki-laki yang dulunya pernah menjadi penjahat itu. Aku berganti menoleh ke samping kiriku. Sera, sahabat kesayanganku. Sera bertumbuh pesat, ia sangat tinggi. Aku hanya sepundaknya, huhu..menyedihkan. Sera berubah menjadi wanita yang sangat cantik. Ia menjalani karir sebagai pustakawan dunia. Melanjutkan pekerjaan ibunya, pekerjaan yang sangat ia nanti-nantikan.

Waktu begitu cepat berlalu. Portal antardimensi sudah disegel dan dijaga dengan super ketat. Batu Obsidian itu sekarang berada di bagian paling utama museum dunia. Ruang museum dimana tidak ada yang akan mengetahui keberadaannya kecuali Sera. Perpustakaan ini masih sama seperti dulu, masih menyimpan semua kenanganku. Bedanya, perpustakaan ini menjadi sangat canggih dan semakin luas. Buku-buku koleksinya semakin banyak. Hampir semua buku di seluruh dunia dimiliki oleh perpustakaan ini. Perpustakaan yang begitu menawan. 

Sayang ya, aku sudah tak bisa menikmatinya seperti dulu. Sekarang saja, aku sudah tak bisa menyentuh barang. Sama sekali. Masaku sudah selesai. Aku mengorbankan diri untuk menyelamatkan portal itu. Mengorbankan diri menjadi 'kunci' penyegel. Laki-laki itu sekarang menjadi pemilik usaha ternama di dunia. Matanya masih sama, menyimpan banyak duka. Tapi mata itu sudah lebih bersinar dan teduh dari sebelumnya. Ia membaca di bawah pohon di tengah perpus, membiarkan angin sepoi-sepoi mengacak rambut pendeknya. Hobinya mirip denganku.

Aku memandang Batu Obsidian itu. Aku menghela nafas. Selesailah semuanya. Selesai untuk masa ini. Aku akan kembali lagi, nanti. Sampai jumpa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun